BJB NOVEMBER 2025

Pemprov Belum Bisa Umumkan UMP

Pemprov Belum Bisa Umumkan UMP

Dosen Administrasi Publik Universitas Islam Syarif Hidayatullah (UNIS) Tangerang Hudaya Latuconsina.-Dok. Tangerang Ekspres-

TANGERANGEKSPRES.ID, BANTEN - Pemerintah pusat akan mengumumkan Kenaikan UMK/UMR tahun 2026 paling lambat tanggal 24 Desember 2025. Pengumuman UMP ini terbilang cukup mepet. Pasalnya, UMP yang ditetapkan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2026. kendati demikian, menteri tenaga kerja akan berupaya mengumumkannya dalam minggu ini.

Ada kemungkinan, penetapan UMP ini akan menimbulkan masalah sebab masing-masing pihak (buruh dan pengusaha) tidak sempat mengajukan keberatan. Dewan pengupahan yang mestinya menjadi penjembatan keberatan kedua belah pihak, tidak sempat melakukan musyawarah.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan bahwa gubernur memegang peran sentral dalam penetapan upah minimum tahun 2026, baik Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), maupun Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Sebab, selain berkewajiban menetapkan UMP dan UMSP Tahun 2026, gubernur juga dapat menetapkan UMK dan UMSK.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Banten Septo Kalnadi mengatakan, bahwa pihaknya belum bisa membocorkan kapan diumumkannya besaran UMP dan UMSP, serta UMK dan UMSK. Sebab hal itu harus mendapatkan persetujuan di dewan pengupahan yang terdiri dari serikat pekerja dan pengusaha.

Ia menjelaskan, Presiden Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) soal kenaikan upah minimum, dengan formula kenaikan upah yang baru, yakni inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa), dengan rentang Alfa 0,5-0,9 poin. Aturan tersebut mengubah rentang Alfa dari PP yang sebelumnya, yakni PP Nomor 51 Tahun 2023. Pada Pasal 26 ayat (6) PP 51/2023, rentang Alfa yang ditetapkan adalah 0,1-0,3 poin.Namun hal kembali pada persetujuan di dewan pengupahan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota."Saya belum bisa bicara banyak pertama kita harus bersepakat di dewan pengupahan antara serikat pekerja dengan pengusaha. Berapa alfa yang akan kita pakai," katanya.

Ia menuturkan, kunci kenaikan upah ada pada variabel Alpha, nika upah saat ini masih di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL), nilai Alpha bisa diperbesar (0,5–0,9) untuk mendongkrak kenaikan. Sebaliknya, jika upah sudah di atas KHL, nilai Alpha akan diperkecil agar tidak terjadi disparitas (kesenjangan) yang terlalu tajam antar daerah. Namun Septo memilih merahasiakan angka KHL saat ini untuk menghindari polemik di masyarakat."Indeks KHL itu sudah ada angkanya di kita, tapi saya gak akan ngomong nanti jadi polemik," tuturnya.

Menurut Kadisnakertrans, pembahasan di dewan pengupahan provinsi akan berlangsung hari ini. Adapun dewan pengupahan di daerah dikembalikan kepada kewenangan masing-masing. Namun ia mengingatkan kejadian dua tahun lalu di mana SK baru bisa ditandatangani pada pukul 03.00 subuh akibat diskusi yang sangat alot antara serikat pekerja, pengusaha, akademisi, dan pemerintah."Saya sudah mendapatkan surat untuk rapat di dewan pengupahan besok (hari ini-red), tapi saya pastikan pengumuman tidak lewat dari tanggal 24 Desember ini sesuai instruksi presiden," ujarnya.

Menurut Septo, besaran UMP diyakini tidak akan menjadi polemik, sebab besaran UMP hanya dijadikan sebagai pengaman sosial. Namun yang akan jadi patokan adalah besaran UMK di masing-masing daerah, karena besaran itu yang menjadi acuan nyata gaji pekerja di lapangan."Nah yang urgent itu di upah minimum dan upah minimum sektoral kabupaten/kota karena itu menjadi acuan bagi upah temen temen pekerja di tahun 2026. Sehingga kabupaten kota hari ini sedang konsololidasi masing masing dari serikat dari apindonya dari pemdanya," ungkapnya.

"Kita inginkan yang terbaik lah kalau Banten masih agak mending disparitas itu hanya Pandeglang dengan Lebak, tapi kan juga harus kita perjuangkan agar tidak terjadi disparitas yang tinggi," jelasnya.

Ia mengaku, bila masing-masing daerah telah mengeluarkan rekomendasi besaran UMK dan UMSK masing-masing, maka akan dihimpun dan diumumkan langsung oleh Gubernur Banten.

Saat, TANGERANGEKSPRES.ID hendak meminta tanggapan lewat pesan whatsapp maupun telepon langsung kepada beberapa pihak serikat pekerja dan APINDO Provinsi Banten, namun sayangnya tidak memberikan komentar apapun.

Sementara itu, Dosen Administrasi Publik Universitas Islam Syarif Hidayatullah (UNIS) Tangerang Hudaya Latuconsina mengatakan, bagi buruh, UMP dipandang sebagai jaring pengaman paling dasar. Di tengah naiknya harga kebutuhan pokok, biaya perumahan, transportasi, pendidikan, dan kesehatan, UMP sering kali dianggap belum mampu mengejar realitas biaya hidup.

Buruh menilai bahwa UMP seharusnya tidak hanya dihitung berdasarkan rumus statistik dan inflasi semata, tetapi juga memperhatikan kualitas hidup manusia secara utuh. Dari perspektif ini, tuntutan kenaikan UMP bukan dilihat sebagai keserakahan, melainkan sebagai upaya mempertahankan kelangsungan hidup yang layak dan bermartabat,", ujarnya saat dihubungi Tangerang Ekspres melalui telpon WhatsApp, Kamis (18/12).

Hudaya menambahkan, pengusaha memandang UMP dari kacamata keberlanjutan usaha. Tidak semua perusahaan berada dalam kondisi finansial yang kuat. Banyak usaha kecil dan menengah yang beroperasi dengan margin keuntungan tipis, menghadapi biaya produksi tinggi, persaingan ketat, serta ketidakpastian ekonomi. "Kenaikan UMP yang signifikan sering kali dianggap sebagai beban tambahan yang sulit ditanggung. Dari sudut pandang pengusaha, kebijakan UMP yang terlalu tinggi justru berisiko menurunkan daya saing, memicu pengurangan tenaga kerja, atau bahkan penutupan usaha,"paparnya.

Ia menjelaskan, UMP dijadikan satu-satunya simbol keadilan, padahal persoalan ketenagakerjaan jauh lebih luas. UMP sering diposisikan sebagai solusi utama untuk kesejahteraan buruh, sementara aspek lain seperti produktivitas, jaminan sosial, kepastian kerja, dan pengembangan keterampilan kurang mendapat perhatian yang sama besar. Akibatnya, setiap pembahasan UMP selalu sarat emosi dan kepentingan, tanpa diimbangi dialog yang mendalam dan rasional."Dari sisi pemerintah, penetapan UMP berada dalam posisi yang tidak mudah. Pemerintah dituntut melindungi buruh agar tidak dieksploitasi, namun juga harus menjaga iklim investasi dan keberlangsungan dunia usaha. Formula perhitungan UMP yang berbasis data ekonomi sering kali dianggap terlalu teknokratis oleh buruh, sementara pengusaha masih merasa hasil akhirnya memberatkan. Dalam konteks ini, UMP menjadi arena tarik-menarik politik, ekonomi, dan sosial,"ungkapnya.

Hudaya menuturkan, persoalan mendasar yang kerap luput adalah ketimpangan struktur ekonomi. UMP diberlakukan secara umum di tingkat provinsi, padahal kemampuan perusahaan sangat beragam. Perusahaan besar dengan modal kuat mungkin tidak kesulitan membayar UMP, tetapi usaha kecil sering kali tertekan.

Di sisi lain, buruh dengan kebutuhan hidup tinggi harus menerima standar upah yang sama, meskipun tinggal di wilayah dengan biaya hidup yang berbeda. Ketidakselarasan inilah yang membuat UMP terus menjadi sumber konflik,"katanya.

Menurut Hudaya, masalah UMP bukan siapa yang paling benar atau paling dirugikan, melainkan bagaimana negara mampu menyeimbangkan kepentingan hidup buruh dan keberlangsungan usaha. "Selama UMP masih diperlakukan sebagai angka kompromi politik, bukan sebagai instrumen keadilan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan, maka konflik antara buruh dan pengusaha akan terus menjadi cerita lama yang berulang setiap tahun,"tutupnya. (mam-ran/and)

Sumber: