Santunan Korban Lion Air Mulai Diberikan, KNKT Meralat Pernyataan
JAKARTA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah mengeluarkan laporan penyelidikan awal kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP, 29 Oktober lalu. KNKT kemarin meralat pernyataan sebelumnya yang menyatakan bahwa pesawat PK-LQP tidak laik terbang. ”Sudah dinyatakan oleh KNKT, bahwa pesawat PK-LQP itu, baik penerbangan JT 043 Denpasar-Jakarta, maupun JT 610 dari Jakarta direncanakan menuju Pangkal Pinang, keduanya adalah laik terbang,” ungkap senior investigator KNKT Ony Suryo Wibowo. Manajemen Lion Air pun telah memberikan santunan kepada ahli waris penumpang mulai Rabu lalu (28/11). Pemberian santunan ini dilakukan bertahap. Corporate Communications Strategic of Lion Air Danang Mandala Prihantoro kemarin (29/11) mengatakan santunan diberikan di Hotel Ibis Cawang, Jakarta Timur. Ada tiga orang penumpang yang telah melengkapi dokumen. ”Atas nama Darwin Harianto, Raden RR Savitri Wulurastuti, dan Arif Yustian,” tuturnya. Menurut Danang pemberian santunan tersebut seperti amanat Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 77 Tahun 2011. Pada Pasal 3 disebutkan jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 1.250.000.000 per penumpang. ”Penyampaian santunan berikutnya akan diberikan kepada keluarga sebagai ahli waris yang telah melengkapi berkas administrasi sesuai yang diperlukan dan dokumen dinyatakan lengkap,” ujar Danang. Kemarin dan Sabtu nanti juga rencananya akan ada penyerahan santunan. Selanjutnya pada Senin (03/12) penyerahan kepada dua ahli waris di Jakarta dan tiga ahli waris di Pangkalpinang. ”Selasa (04/ 11) juga ada penyerahan kepada satu ahli waris di Pangkalpinang,” ucapnya. President Director Lion Air Group Edward Sirait menambahkan bahwa pihaknya ingin segera menyelesaikan kewajiban santunan. Sayangnya pemberian itu tidak bisa diberikan sembarangan. Harus ada surat-surat yang dikumpulkan seperti kartu keluarga dan KTP. Tentu juga harus disahkan oleh notaris. ”Kalau bisa akhir tahun selesai,” ujarnya. Sayangnya proses pengumpulan kelengkapan berkas tak mudah. Dari menejemen Lion Air pun telah memiliki tim untuk menjemput bola. Sementara itu Kepala Operasi Tim Disaster Victim Identification (DVI) Kombespol Lisda Cancer menjelaskan bahwa terkait santunan terhadap korban memang salah satu syaratnya adalah surat kematian. Surat kematian bsia dibuat oleh rumah sakit bila telah teridentifikasi. ”Namun, ada 64 korban yang tidak ditemukan dan akhirnya tidak teridentifikasi,” paparnya. Kondisi itu membuat langkah untuk mendapatkan surat kematian menjadi lebih panjang. Caranya dengan proses putusan pengadilan untuk menetapkan kematian dari korban. ”Itu persyaratannya banyak dari surat kependudukan dan sesuai syarat pengadilan,” ujarnya. Sementara Anggota tim DVI sekaligus Kepala Laboratorium DNA Forensik Pusdokkes Polri Kombespol Putut Cahyo Widodo mengatakan, memang operasi identifikasi korban jatuhnya Lion Air telah selesai. Namun, selesai identifikasi ini bukan karena waktu yang membatasi, melainkan memang tidak ada sampel jenasah yang bisa diidentifikasi. ”Artinya, sebenarnya bisa dibuka kembali,” tuturnya. Bagaimana syaratnya aga identifikasi bisa dibuka kembali? Dia menjelaskan bahwa kuncinya ada pada sample jenasah korban. Misalnya, bila ada nelayan yang menemukan jenasah dan diduga kuat merupakan salah satu penumpang Lion Air. ”Maka, dibuka kembali operasinya,” paparnya. Dengan demikian, dia berharap keluarga korban memahami bahwa kinerja DVI ini bergantung pada tim evakuasi. Bila menemukan sampel, tentunya akan terus bekerja. ”Kalau sudah tidak ada sample lagi, apa yang akan dikerjakan,” jelasnya. (lyn/idr)
Sumber: