Pajak Hiburan Akan Diturunkan

Pajak Hiburan Akan Diturunkan

TANGERANG – Panitia khusus Pajak yang tengah merevisi peraturan daerah (Perda) terkait pajak, mengusulkan supaya pajak hiburan di Kota Tangerang diturunkan. Sebab pengusaha membebankan kepada konsumen dan ini memberatkan masyarakat selaku konsumen. Semakin mahal pengelola menetapkan harga, akan tinggi pula pajak yang diberlakukan. Saat ini pajak hiburan di Kota Tangerang mencapai angka 50 persen. Anggota dewan yang terlibat dalam pansus mewacanakan untuk menurunkannya. Para wakil rakyat itu berasumsi, pajak yang tinggi hanya memberatkan warga selaku konsumen. Namun, tidak berarti menambah pendapatan asli daerah (PAD). “Bila hiburan mahal, maka semakin sedikit konsumen yang mendatangi tempat tersebut. Ini justru mengurangi pendapatan daerah,” tutur Solihin, Ketua Pansus Pajak. Sebaliknya bila hiburan murah karena pajaknya yang relatif rendah, kas daerah akan bertambah melalui sektor ini. “Rendahnya biaya hiburan akan meningkatkan minat konsumen untuk datang. Sehingga membangkitkan semangat pengusaha untuk berinvestasi di bidang ini. Jadi semakin banyak tempat hiburan, diharapkan mampu menyerap lapangan pekerjaan,” ujar Ketua Komisi III DPRD Kota Tangerang. Ia berpendapat, minimnya lokasi hiburan membuat kota ini terasa sepi. Rata-rata tamu yang datang dari luar daerah, memilih untuk menginap di hotel yang berada di daerah lain. Karena sebagian besar penginapan di Kota Tangerang tidak dilengkapi sarana hiburan, seperti tempat karaoke. Disinggung tentang bakal bertentangan dengan Perda Nomor 7 dan 8 Tahun 2005 tentang Pelatangan Peredaran Miras dan Prostitusi, Solihin menegaskan tinggal menjalankan supremasi hukum yang benar. “Artinya silakan membuka hiburan, tapi jangan menjual minuman beralkohol,” katanya. Kemudian dikaitkan dengan kota berjuluk Ahlakul Karimah, Solihin kembali menegaskan tidak akan mengikis nilai-nilai motto Kota Tangerang. “Tamu yang datang rata-rata dari luar daerah. Ditambah penegakan hukum bila memang kedapatan pengusaha secara ilegal menjual Miras atau menyediakan wanita penghibur. Silakan ambil langkah penyegelan atau penutupan tempat usaha bila pengusaha itu memang bersalah,” tandas Solihin. Sementara itu Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Tangerang, Mulyani mengatakan, eksekutif tidak mengusulkan pengurangan pajak hiburan. Apabila legislatif mengusulkan, itu merupakan kewenangan dewan. “Pastinya nanti akan dibahas seuai kesepakatan bersama,” ungkap Mulyani. Sedangkan terkait penurunan pajak hiburan keluarga, Mulyani mengakui bila itu telah dikaji bersama Pansus. Dikatakan, pada tahun lalu Kota Tangerang meraup PAD dari sektor pajak hiburan sebesar Rp 21 miliar. Sumbangan terbesar berasal dari usaha bioskop. “Kami coba berikan kelonggaran dari pengusaha restoran dengan membebaskan pajak terhadap tempat usaha yang memiliki omset kurang dari Rp 20 juta,” tutur Mulyani. Kebijakan tersebut menurut Mulyani, untuk memberi kelunakan bagi para pengusaha. Sebab pada tahun lalu, Pemkot menetapkan pajak bagi restoran dengan omzet lebih dari Rp 15 juta per bulan. “Ini merupakan upaya untuk memicu pengusaha berinvestasi di Kota Tangerang,” pungkas Mulyani. (tam)

Sumber: