Jalur MRT Sampai ke Tangsel

Jalur MRT Sampai ke Tangsel

JAKARTA -Jalur kereta mass rapid transit (MRT) dari Jakarta akan tembus ke Kota Tangsel. Dalam waktu kurang dari lima bulan lagi atau sekitar 125 hari, transportasi kereta mass rapid transit (MRT) sudah bisa dijajal oleh warga Jakarta. Sambil menanti pekerjaan fisik MRT Jakarta selesai, saat ini sosialisasi mengenai pengoperasian MRT tengah masif dilakukan. MRT Jakarta memiliki 13 stasiun yang tersebar di sepanjang koridor Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia untuk fase pertamanya. Direktur Keuangan PT MRT Jakarta Tuhiyat mengatakan perpanjangan trayek sampai ke Kota Tangsel diminta langsung oleh Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany. “Di dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), perpanjangannya bisa sampai ke Cikarang dan Balaraja untuk koridor Timur-Barat dan Tangsel untuk koridor Selatan,” kata Tuhiyat dalam paparan di Gedung Wisma Nusantara, Jakarta, Jumat (26/10). Setelah adanya usulan tersebut, maka PT MRT Jakarta berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). BPTJ telah menugaskan PT MRT Jakarta untuk melakukan pra feasibility study atau studi kelayakan. BPTJ sendiri telah memberi usulan jalur mana yang akan dilewati untuk rute ini. Di dalam RITJ, awalnya perpanjangan dimulai dari stasiun terakhir di Lebak Bulus hingga menuju ke Pondok Cabe, Kota Tangsel. “Tapi Ibu Walikota (Tangsel) minta dibelokkan ke arah BSD atau Puspiptek, sampai ke Rawa Buntu dan Tangerang Kota,” tambah Tuhiyat. Saat ini PT MRT Jakarta ditugaskan merampungkan pra studi kelayakan untuk mengetahui kelayakan jalur tersebut. Potensi jalur masih bisa berubah sampai nanti pra studi kelayakan dirampungkan pada akhir 2018 mendatang. Setelah itu, penanggung jawab proyek kerja sama bisa diumumkan. Berbeda dengan fase I dan II, pendanaan proyek ini rencananya akan menggandeng swasta menggunakan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha. Tuhiyat menjelaskan, groundbreaking MRT fase II akan dimulai dari kawasan Monas, yakni pembangunan gardu listrik bawah tanah. Jalur MRT fase II akan membentang sepanjang 8 kilometer (km) di bawah tanah. “Itu akan dilakukan groundbreaking di akhir Desember 2018,” katanya. Pada bulan November mendatang, PT MRT Jakarta akan melakukan market sounding ke para stakeholder untuk fase II. Setelah itu, akan dilakukan lelang untuk sejumlah pekerjaan proyek. Pembangunan MRT Jakarta fase II membutuhkan waktu hingga empat tahun. Warga Ibu Kota diperkirakan baru bisa menjajal MRT Jakarta dari Bundaran HI hingga Kampung Bandan pada akhir 2024 atau awal 2025. “Jadi sudah bisa dari Lebak Bulus sampai Kota, panjangnya 25 km,” katanya. Kepastian pembangunan MRT fase II sendiri menyusul telah dilakukannya penandatanganan kesepakatan pinjaman dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) beberapa waktu lalu.  Nilai pinjaman tahap pertama sebesar 70.210 miliar yen atau setara Rp 9,4 triliun telah didapatkan. Proyek MRT Jakarta fase II mengandalkan bantuan pinjaman yen dari pemerintah Jepang kepada pemerintah Indonesia. Penandatanganan perjanjian pinjaman tersebut adalah tahapan pertama sliceloan dari total komitmen pinjaman untuk fase II MRT Jakarta senilai 208.132 miliar yen atau setara dengan Rp 25 triliun. Setelah itu, MRT Jakarta juga akan meluncur hingga Kampung Bandan, bahkan sampai ke wilayah Kota Tangsel. Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta fase 2 akan dimulai Desember mendatang. Namun, Pengamat Transportasi Deddy Herlambang melihat sebagai perseroan, MRT perlu mengkaji aksesibilitas pembangunan secara menyeluruh. Diketahui pada fase 2 ini akan ada delapan stasiun dari Bundaran HI sampai Kampung Bandan. Menurut Deddy, jika benar Kampung Bandan akan dijadikan stasiun terakhir MRT, maka harus ada desain yang matang. “Kalau stasiun akhir di sana (Kampung Bandan), soalnya bisa ada koneksi dengan KRL itu nanti sistem pelayanan perlu dipikirkan, desainnya gimana, out flow in flow penumpang dari KRL menuju MRT perlu dikaji,” terang Deddy kepada JawaPos.com, Sabtu (27/10). Sebab, Deddy tidak ingin terjadi adanya semacam distorsi pelayanan pada kedua lembaga baik MRT maupun Kereta Commuter Indonesia (KCI). Sebab, diketahui penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) sudah sangat banyak. “Saat ini penumpang KRL banyak, berbeda dengan 10 tahun lalu penumpang mungkin 300 orang per-hari, desainnya sekarang 1 juta lebih. Kampung Bandan kan padat, makanya harus dipikirkan betul desainnya,” jelasnya. Soal harga yang lebih mahal dibandingkan fase 1, Deddy memaklumi karena pembangunan fase 2 menerapkan sistem bawah tanah. Tentunya, Deddy melihat banyak hal-hal yang perlu dicegah salah satunya pembuatan drainase untuk banjir. “Kalau elevated ya lebih murah, kalau subway mahal karena ada drainase untuk pompa-pompa banjir segala macam jauh lebih sulit dan mahal. Tanah di utara juga dekat dengan air dan banjir,” ungkap Deddy. Walau begitu, Deddy optimis jika Pemprov DKI Jakarta fokus dalam melanjutkan perencanaan MRT dengan matang, maka MRT dapat menjadi solusi pemecah kemacetan untuk Jakarta secara bertahap.(jpc/det/bha)

Sumber: