Jalan Umum Tak Boleh Dipasang Speed Bam

Jalan Umum Tak Boleh Dipasang Speed Bam

TIGARAKSA – Keberadaan alat pembatas kecepatan (speed bam) sangat dibutuhkan untuk menjaga keamanan jalan. Namun, membuat speed bam tidak boleh sembarangan, karena bisa menimbulkan petaka bagi pengguna jalan dan berpotensi merusak kendaraan bermotor. Pemasangan speed bam di Kabupaten Tangerang banyak yang tidak sesuai aturan. Aturan speed bam diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan. Demikian dikatakan Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Tangerang Dani Wiradhana. Dia menjelaskan, speed bam merupakan alat kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membuat pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatan kendaraannya. Speed bam hanya ditempatkan pada jalan di lingkungan pemukiman, jalan lokal yang mempunyai kelas jalan III C, dan pada jalan yang sedang dilakukan konstruksi. Kemudian, speed bam pada jalur lalu lintas dapat didahului dengan pemberian tanda dan pemasangan rambu-rambu lalu lintas, serta harus diberi tanda berupa garis serong dari cat berwarna putih. Speed bam menyerupai trapesium dan bagian yang menonjol di atas badan jalan maksimum 12 sentimeter (cm), kedua sisi miringnya mempunyai kelandaian yang sama maksimum 15 persen, dan lebar bagian atas minimum 15 cm. “Seharusnya, speed bam itu adalah pembatas kecepatan yang hanya satu batang, bisa dibuat dari aspal ataupun bahan karet. Speed bam tidak boleh di jalan umum, tidak ada yang boleh pasang. Namun banyak masyarakat yang tidak tahu aturan tersebut, sehingga semena-mena pasang speed bam di jalan umum,” kata Dani, Selasa (23/4). Dia menyebutkan, salah satu jalan yang paling banyak speed bam adalah Jalan Cadas-Kukun. Speed bam itu dipasang warga setempat dengan berbagai alasan, seperti sering terjadi kecelakaan lalu lintas dan dijadikan arena balap liar. Kendati menyalahi aturan, kata Dani, dishub tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembongkaran speed bam tersebut. “Pembongkaran ya kewenangan DBMSDA (dinas bina marga dan sumber daya air) karena terkait dengan jalan, dishub hanya yang berkaitan dengan kelengkapan jalannya. Ada beberapa juga penempatan speed bam di jalan lingkungan yang salah, seperti di sekitaran Eco Plaza Citra Raya,” ucap dia. Dani menambahkan, speed bam di jalan lingkungan pun harus atas persetujuan dishub. Jika pengembang mengajukan, dishub melakukan pengkajian sesuai kebutuhan. Sementara di jalan umum, kata dia, yang diperbolehkan adalah penempatan garis kejut (speed trap). Yang berwenang pun hanya dishub. Banyaknya speed trap setiap titik ditempatkan sesuai kebutuhan, dengan ketebalan 1 cm dan lebar 20 cm setiap garisnya. Dani mengatakan, jika masyarakat khawatir jalan tertentu sering terjadi kecelakaan ataupun dimanfaatkan untuk balap liar, sebaiknya diajukan pemasangan speed trap ke dishub. “Ajukan pemasangan speed trap, jangan malah menempatkan speed bam. Kami juga bekerja sama dengan konsultan ketika memasang speed trap, karena harus sesuai kebutuhan. Sebelum dipasang, kami melakukan pengecekan di lapangan,” tandas dia. Dia mengaku, masih banyak titik koordinat jalan umum yang seharusnya dipasang speed trap, namun terhambat keterbatasan anggaran. Ketika ada usulan, dishub harus mempertimbangkan dimana yang lebih mendesak. Apabila tidak terealisasi di APBD murni, maka pengalokasian diupayakan pada anggaran belanja tambahan (ABT). Seperti misalnya di lingkungan sekolah, satu paket Zona Selamat Sekolah (ZOSS) dikucurkan sebesar Rp120 juta. (mg-3)

Sumber: