Peraturan Belum Mampu Lindungi Anak

Peraturan Belum Mampu Lindungi Anak

TIGARAKSA-Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PP-PA) mendeklarasikan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di Kabupaten Tangerang. Pembentukan PATBM ini bertujuan untuk melindungi anak dari kekerasan, baik dalam rumah tangga maupun di lingkungan masyarakat. Kegiatan deklarasi berlangsung di Gedung Serba Guna (GSG) Puspemkab Tangerang, Kamis (5/4). Asisten Deputi Perlindungan Anak Kemen PP-PA Rini Handayani mengatakan, PATBM adalah gerakan masyarakat untuk mendukung pemerintah dalam memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap anak. Gerakan ini menitikberatkan partisipasi masyarakat melindungi anak di lingkungan dan wilayahnya. "Oleh sebab itu kami meminta seluruh masyarakat untuk sadar, jangan berfikir itu bukan anak saya, kenapa saya harus melindunginya? Kita semua harus melindungi anak-anak kita," ujar Rini Rini mengatakan, tanpa adanya kepedulian dari masyarakat, kekerasan akan berlanjut, karena adanya pembiaran. Rini mengakui, kekerasan terhadap anak di masyarakat masih marak, hukum dan peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan perlindungan anak sudah mencapai 50 buah, baik itu undang-undang, peraturan daerah sampai Instruksi Presiden (Impres), namun seluruh peraturan tersebut hanya di atas kertas semata. "Peraturannya sebetulnya sudah sangat tegas dibuat, tapi penegakkan hukum tanpa adanya pencegahan yang dilakukan masyarakat, persoalan anak masih saja terus ada," ujarnya. Untuk itu, lanjut Rini, melalui PATBM inilah masyarakat akan berpartisipasi secara langsung untuk melindungi generasi penerus bangsa tersebut. Namun sistem yang diterapkan PATBM berjenjang, artinya masyarakat yang terlibat aktif disetiap desa atau kelurahan akan merespon dengan melaporkan kejadian tersebut kepada Babinsa atau Babinkamtibmas setempat. "Masyarakat nanti bertugas mencegah dan merespon secara cepat terjadinya kekerasan anak, kita libatkan semua unsur masyarakat, jangan ada lagi kalimat tidak ingin terlibat, bukan urusan saya," ungkapnya. Ia mengakui, sudah lima kali deklarasi PATBM dilakukan di tingkat provinsi, dan anda sekitar 300 Kabupaten/Kota PATBM sudah dideklarasikan. "Gerakannya masih top-down untuk di atas, maka kita harus up pada tingkat masyarakatnya," terangnya. Senada dengan Rini, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Deden Soemantri mengatakan, pihaknya akan menerapkan sekolah layak anak di Kabupaten Tangerang. Mulai dari kurikulum, perlakuan pendidik terhadap anak hingga bangunan sekolah yang layak anak. "Nantinya pihak pendidik harus ramah terhadap anak, adanya bangunan sekolah yang memiliki ruang-ruang ibadah dan psikologis anak, bisa bentuknya fisik atau berbasis kurikulum," imbuhnya. Ia menambahkan, pihaknya telah bekerjasama dengan dinas pendidikan pada tahun 2018 untuk menerapkan pilot project PATBM di 39 sekolah di Kabupaten Tangerang. "Jadi nanti kita melibatkan 39 sekolah bai,k swasta maupun negeri yang ada di Tangerang, untuk menerapkan sistem tersebut," tandasnya. Berdasarkan data yang dimiliki Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tangerang, sebanyak 68 anak menjadi korban kekerasan selama tahun 2017. Jumlah tersebut belum termasuk semua kejadian yang dilaporkan di kepolisian. Mayoritas korban adalah perempuan dibawah umur. Jenis kekerasan didominasi oleh tindak kekerasan seksual, kekerasan fisik, serta kekerasan psikis. Korban kekerasan terhadap anak menurut pendidikan lebih banyak terjadi pada pelajar SD, yakni 26 anak. Kemudian, SMA sebanyak 18 anak, SMP 14 anak, dan belum sekolah 10 anak.(mg-14).

Sumber: