Jarang Cek Kesehatan, Berpotensi Serangan Jantung
PONDOK AREN-Memeriksa kesehatan harus jadi kebutuhan. Sebab, dengan memeriksa bisa mengetahui kondisi kesehatan tubuh. Bahkan, kebiasaan tidak memeriksa kesehatan bisa berpotensi terkena serangan jantung. Hal ini, disampaikanKementerian Kesehatan (Kemenkes) saat kampanye program gerakan masyarakat hidup sehat (Germas) dan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Kedua program tersebut merupakan upaya pemerintah untuk membuat masyarakat sehat dan terhindar dari penyakit. Kepala Pusat Pendidikan SDM Kesehatan Badan BPSDM Kesehatan pada Kemenkes Sugiyanto mengatakan, harus ada kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan masyarkat sehat. "Salah satu yang dilakukan pemerintah adalah membuat program Germas dan PIS-PK," ujarnya seusai sosialisasi dan harmonisasi Germas dan PIS-PK di Aula Kecamatan Pondok Aren, Rabu (28/3). Sugiyanto menambahkan, pemerintah saat ini konsentrasi menangani masalah kesehatan dengan membuat program kesehatan JKN. Selama ini, JKN melalui BPJS banyak digunakan masayarakat yang sakit. Menurutnya, yang jadi pekerjaan adalah bagaimana mencegah supaya masyarakat tidak sakit. Jumlah masyarakat yang sakit saat ini ada sekitar 30 persen dari yang sehat. "Yang sakit itu bagaiamana caranya agar tidak sakit, makanya ada program germas," tambahnya. Masih menurutnya, ada tiga cara yang dicanangkan pemerintah agar masyarakat menjadi sehat. Yakni, masyarakat diimbau melakukan aktivitas fisik, misalnya jalan lewat tangga, menyapu, nyangkul, jalan pagi hari. "Kedua, rutin cek kesehatan, sehingga tahu apakah punya kolesterol, asam urat atau tidak, juga cek tensinya. Kejadian jantung itu terjadi kerena tedak pernah cek kesehatan dan tidak tahu tensinya berapa," Ketiga adalah gemar makan buah dan sayur tiap hari. Yang jadi persoalan saat ini adalah banyak anak-anak yang sulit makan buah, sayur dan lebih memiliki makanan cepat saji. "Ini bahaya kalau tidak segera ditangani," jelasnya. Menurutnya, tiap keluarga akan dicek apakah keluarga tersebut sehat atau tidak. Ada 12 indikator penanda status kesehatan sebuah keluarga. Seperti, ikut KB atau tidak, periksa kesehatan atau tidak, ada yang merokok atau tidak. Ia berharap mudah-mudahan dengan 12 indikator tersebut masyarakat jadi sehat. "Kita saat ini menekankan upaya preventif dan promotif agar masyarakat yang sehat semakin banyak dan biaya yang dikeluarkan untuk berobat berkurang," tuturnya. Sementara itu, Direktur Poltekkes Jakarta I Ani Nuraini mengatakan, program PIK PK pentingnya dalam membangun kesehatan keluarga. "Lingkungan keluarga menjadi kawasan dan lahirnya perilaku kebiasaan dan gaya hidup sehat, maka Indonesia sehat berasal dari keluarga yang sehat," ujarnya. Ani menambahkan, selain PIS PK pembangunan kesehatan juga melibatkan lintas sektoral melalui germas. Dari segi pendidikan ia punya tanggung jawab mendukung program kesehatan, salah satunya melalui sosialisasi germas. "Ini bentuk tanggung jawab kkita untuk membuat masyarakat sehat," tambahnya. Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Irgan Chairul Mahfiz mengatakan, komisi ix membahawi pelayanan kesehatan bersama Kemenkers dan mengurusi 256. juta orang penduduk Indonesia. Dimana tugas mengurus kesehatan tidak hanya pemerintah tapi, juga masyarakat. "Sehat itu mahal makanya harus hidup sehat," ujarnya. Irgan menambahkan, masyarakat saat ini malas melakukan aktivitas fisik, contohnya belanja secara online. Hal tersebut tentu akan berpengaruh kepada kesehatan dan saat ini usia harapan hidup di Indoneaia 72 tahun. Sedangkan angka harapan hidup negara Norwegia untuk laki-laki 80 tahun dan perempuan 84 tahun. "Untuk itu penting bagimana kita menjaga kondisi tubuh, kesehatan itu didorong pemerintah supaya masyaralat hidup sehat," tuturnya. Sedangkan Camat Pondok Aren Makum Sagita mengatakan, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa-jiwa yang kuat. Namun, masih banyak masyarakat yang enggan melakukan olahraga untuk menjaga kesehatan tubuh. "Olahraga harus rutin dan tidak asal-asalan," singkatnya. (bud/esa)
Sumber: