Mencuci di Sungai Jadi Tradisi di Perdesaan

Mencuci di Sungai Jadi Tradisi di Perdesaan

Ibu-ibu mencuci pakaian di sungai pinggir Jalan Jati - Tanjakan, Kampung Tanjakan, Desa Tanjakan, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten. (Zakky Adnan/Tangerang Ekspres)--

TANGERANGEKSPRES.ID, TANGERANG — Fajar baru saja mengintip dari arah ufuk timur, tetapi derai suara sudah ramai terdengar di tepi sungai Jati - Tanjakan, tepatnya dekat Makam KH Moh Dahlan bin Ki Arja’i Tanjakan Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten.

Ini bukan suara hiruk-pikuk kota, melainkan alunan suara khas yang hanya bisa ditemui di perdesaan yakni, melodi dentuman pakaian basah yang digosok-gosok dan dipukul-pukul, diselingi canda, tawa, dan suara ibu-ibu mencuci di pinggir sungai.

Di Kampung Tanjakan, mencuci bukan sekadar rutinitas pekerjaan rumah tangga, tetapi juga sudah semacam ritual sosial untuk berinteraksi sebatas membicarakan tentang kebutuhan sehari-hari, anak, dan informasi trending artis papan atas, serta isu sosial.

Mencucui di sungai sudah menjadi tradisi turun-menurun sebagian masyarakat desa. Alasannya, tradisi mencuci pakaian di tepi sungai lebih melimpah airnya, dan dipercaya pakaian lebih awet dibanding mencuci memakai mesin.

Vina Kristarti, warga Kampung Tanjakan, RT 05 RW 02, Desa Tanjakan, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang menyampaikan, air lebih melimpah saat mencuci pakaian di sungai, dibandingkan memakai pompa listrik di kamar mandi.

”Melimpah, dan gratis, jadi hemat listrik,” ucapnya, sambil mengosok-gosok pakaiannya pakai sikat di tangan kanannya, belum lama ini.

Menurutnya juga, ia berkeyakian mencuci pakaian tanpa mesin lebih memperpanjang usia pakaian. Selain itu, mencuci tanpa mesin mudah menghilangkan noda bandel di sisi kerah pakaian.

”Tinggal colek pakai sabun colek, sabun cair, atau sabun batang, terus gosok dibagian yang kotor di kerah, dibilas, dikasih pewangi, langsung bersih,” ucap ibu anak satu ini.

Di tempat yang sama, Siti Holila mengatakan, mencuci pakaian di sungai bisa membuat perasaan hati lebih bahagia dan tak terbebani dengan ruitinitas pekerjaan rumah tangga ini.

”Mungkin karena sambil ngobrol, waktu 1 sampai 2 jam pun saat nyuci, jadi engga terasa, dan engga jadi beban kerjaan rumah tangga,” ucapnya.

Karena itu, menurutnya, mulai subuh tempat cuci di tepi sungai mulai didatangi ibu-ibu sampai waktu sore hari setiap harinya. Puncakanya, ramai mulai pukul 07.00 WIB sampai 09.00 WIB dan selepas Ashar sampai Magrib.

Ia menambahkan, meski pemerintah telah memfasilitasi saluran air bersama untuk mencuci pakaian, tetapi mencuci di sungai masih menjadi pilihan utama ibu-ibu karena lebih merasa nyaman mencuci di sungai. (zky)

Sumber: