Di Banten, 3000 Ton Sampah Hanya Ditimbun, TPA Regional Tak Relevan, Harus Dikelola dengan Teknologi Modern

Di Banten, 3000 Ton Sampah Hanya Ditimbun, TPA Regional Tak Relevan, Harus Dikelola dengan Teknologi Modern

Gubernur Banten Andra Soni bersama, Sekretarias KLH/Sekretaris Utama BPLH, Rosa Vivien Ratnawati, dan pemerintah kabupaten kota rakor bersama terkait pengelolaan sampah di Banten. (PEMPROV BANTEN FOR TANGERANG EKSPRES)--

TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) /Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mencatat, berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), Provinsi Banten menghasilkan 8.126 ton sampah per hari.

Namun, hanya 13,4 persen atau sekitar 1.092 ton yang terkelola dengan baik. Dari 8.126 ton itu, 3.771 ton sampah setiap hari, hanya ditimbun dan menjadi gunung sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). 

Sekretarias KLH/Sekretaris Utama BPLH Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, persoalan sampah di Banten cukup kompleks. Sehingga perlu dilakukan pengelolaan secara modern. Dari 8 ton sampah per hari di Banten, masih ada sekitar 87 persen yang belum dikelola dengan baik.

Yaitu 46,4 persen (3.771 ton), masih ditimbun di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan metode open dumping, dan 40,2 persen (3.263 ton) terbuang langsung ke lingkungan melalui pembakaran terbuka serta pembuangan ilegal.

"Masing-masing daerah punya kekhususan kan sendiri ada daerah yang sampahnya sedikit ada daerah yang sampahnya luar biasa dan memang harus diselesaikan dengan teknologi yang modern," katanya, dalam rapat koordinasi bersama Gubernur Banten Andra Soni, di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Jumat (12/9).

Maka dari itu, pihaknya menekankan pentingnya penerapan teknologi ramah lingkungan dalam pengelolaan sampah yang sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular. 

Teknologi seperti Refuse Derived Fuel (RDF), Waste-to-Energy (WTE), Material Recovery Facility (MRF), komposting, biogas, serta penggunaan Black Soldier Fly (BSF) diharapkan dapat mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA dan berpotensi menghasilkan energi alternatif, sambil menurunkan emisi gas rumah kaca.

"Tangsel dan Kabupaten Tangerang misalnya, itu kan ribuan ton. Berarti cocok untuk teknologi yang agar menjadi listrik, dan yang lain-lain mungkin bisa aglomerasi misalnya tadi kita bicara masalah Cilegon, dengan Kabupaten Serang, Kota Serang, kemudian Kabupaten Lebak itu kita bisa menjadi satu," ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Andra Soni mengatakan butuh satu persepsi untuk pengelolaan dan penanganan sampah yang ada di seluruh wilayah Provinsi Banten. Saat ini, masing-masing daerah memiliki cara pengelolaan berbeda lantaran karakter dan jumlah timbunan sampah yang bervariasi. Bahkan, berdasarkan hasil rakor tersebut, Andra mengaku pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional sudah tidak relevan lagi, sebab hal itu sama dengan memindahkan sampah. 

"Maka yang harus dilakukan membantu daerah memperkuat kabupaten kota, Pemprov fasilitator dan Alhamdulillah dibantu pemerintah pusat melalui KLH ini," katanya.

Maka dari itu, lewat rakor bisa memberikan gambaran jelas terkait persoalan sampah di daerah masing-masing. Sehingga ada langkah strategis penanganan dan pengelolaan sampah secara tepat.

"Kita sekarang berpikir bukan tentang memindahkan sampah, tapi berpikir tentang mengelola sampah yang targetnya nanti di tahun 2029 seluruh kabupaten/kota bisa mengelola 100 persen sampahnya," jelasnya.

Andra Soni juga menilai pengelolaan sampah yang tepat dapat memberikan dampak positif termasuk nilai ekonomis. Ini juga sesuai dengan semangat yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto soal bagaimana pengelolaan 100 persen di tahun 2029.

"Kita harus memilih teknologi tepat guna seperti apa, dulu kita bicara RDF dan sekarang kita bicara waste to energy. Dan apa saja syaratnya waste to energy, jangan sampai bicara waste to energy tapi kapasitas sampahnya tidak mencukupi," ungkapnya.

Sumber: