Pemerintah Jangan Buka Ruang Pengadilan Jalanan: Kembalikan Marwah PWI

--
Ketika jalur hukum tidaknya segera membuka jalan solusi, situasi bisa berkembang ke arah yangf destruktif.
"Pengadilan jalanan" bisa menjadi arena baru bagi konflik PWI. Alih-alih mengedepankan hukum dan musyawarah, perdebatan akan memanas di ruang publik, media sosial, hingga forum-forum resmi yang berubah menjadi panggung adu kekuatan suara.
Di dunia nyata, pengadilan jalanan ini bisa berwujud demonstrasi yang menggema di depan kantor-kantor pemerintahan, gedung Dewan Pers, atau bahkan di lokasi acara-acara pers. Bentrokan massa bukanlah kemustahilan. Simpatisan dari kedua kubu bisa saling berhadap-hadapan dengan spanduk dan teriakan, menyerukan legitimasi masing-masing.
Di media sosial, narasi semakin tajam. Setiap pernyataan dari salah satu kubu akan langsung direspons dengan serangan balik yang mengandung disinformasi dan propaganda. Alih-alih mencari solusi, yang terjadi justru perang opini tanpa kendali.
Jika eskalasi terus meningkat, kekerasan pun bisa muncul sebagai konsekuensi dari konflik yang tak kunjung mendapat penyelesaian hukum.
Sejarah telah menunjukkan bahwa ketika kelompok-kelompok yang berseberangan bertahan dalam posisi masing-masing tanpa titik temu, gesekan fisik menjadi mungkin.
Dalam kondisi seperti ini, bukan kebenaran atau aturan yang menjadi penentu, melainkan siapa yang paling kuat dan paling mampu menguasai ruang publik.
Konflik ini tidak bisa dibiarkan terus berkembang menjadi arena adu kekuatan. Pemerintah perlu segera turun tangan untuk memastikan bahwa penyelesaian dilakukan dalam koridor hukum yang jelas.
Sumber: