Dua Bulan, A Damenta Sukses Buat Kebijakan Strategis

Pj Gubernur Banten Ucok Abdulrauf Damenta meminta wartawan agar mendukung pembangunan di Banten melalui pemberitaan yang positif. -dok PWI Banten-
TANGERANGEKSPRES.ID - Pj Gubernur Banten, A Damenta bisa dibilang hanya seumur jagung ditugaskan menakhodai Banten. Ia hanya dua bulan empat hari, menjadi Pj. Namun, di waktu yang singkat itu, ia berhasil membuat kebijakan strategis di Pemprov Banten.
Salah satu jejak baik Damenta di Banten adalah mengeluarkan kebijakan pengisian jabatan Pj Sekda Banten dan 14 pelaksana tugas (Plt) kepala OPD di lingkup Pemprov Banten. Sebelumnya, belasan jabatan ini dibiarkan kosong.
”Ini Keputusan yang tepat,” kata Pengamat Kebijakan Publik, Yhannu Setyawan, Kamis 20 Februari 2025.
Yhan memandang, posisi Sekda dan 14 kepala OPD merupakan jabatan strategis dan tidak boleh dibiarkan terlalu lama kosong. Sehingga pengisian sejumlah jabatan dengan penunjukan Pj serta sejumlah Plt menjadi langkah yang tepat.
“Kenapa harus dikritisi? Itu kan sudah benar, karena jika dibiarkan kosong terlalu lama itu tidak baik bagi birokrasi,” terang Yhanu.
Diketahui, Nana Supiana dilantik menjadi Pj Sekda Banten setelah sebelumnya menjabat sebagai Pelaksana harian (Plh) Sekda Banten.
Dijelaskan Yhanu, pelantikan Nana Supiana sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 52 Tahun 2025 tentang Pengukuhan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Provinsi Banten.
“Plh itu kewenangannya terbatas, sehingga untuk memastikan roda pemerintahan tetap berjalan perlu diisi oleh Pj terlebih dahulu,” katanya.
Hal serupa berlaku pada proses rotasi jabatan yang dilakukan A Damenta terhadap belasan pejabat belum lama ini.
Yhannu yakin jika rotasi jabatan itu dilakukan dengan melihat daya ukur tertentu, yang nantinya bermuara pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
“Prinsip utamanya organ pemerintahan di daerah harus tetap bisa bekerja dan berjalan memberikan layanan kepada seluruh rakyat,” katanya.
Yhannu juga memahami stigma dari masyarakat jika rotasi jabatan harus dilakukan oleh Gubernur Banten definitif. Namun, kekosongan jabatan dan pembenahan OPD harus tetap dilakukan.
“Jangan sampai terjadi ‘government shutdown’ dan layanan masyarakat terganggu, apalagi berhenti hanya karena tidak ada yang melaksanakannya,” ucap Pendiri Election & Democracy Studies ini.
Menurutnya, pengisian jabatan ini juga dalam upaya mempersiapkan roda pemerintah Gubernur dan Wakil Gubernur Banten definitif nantinya. Yang mana, ketika sudah aktif menjabat nanti, Gubernur Banten definitif tidak lagi memusingkan layanan atau program yang terhenti akibat kosongnya jabatan.
“Kita harus membedakan antara keinginan kita dengan kondisi real yang tengah dihadapi oleh birokrasi. Malah harus kita apresiasi, karena ketika Gubernur sudah dilantik nanti semua sudah siap. Setelah itu baru kemudian dirapikan mekanismenya,” ungkapnya. (*)
Sumber: