Jurnalis dan Mahasiswa Tolak Revisi UU Penyiaran

Jurnalis dan Mahasiswa Tolak Revisi UU Penyiaran

Puluhan jurnalis dan mahasiswa menggeruduk gedung DPRD Kota Tangerang dalam aksi penolakan RUU Penyiaran, Senin (27/5/2024). -Abdul Aziz-

Salah satu pasal yang disorot adalah larangan laporan investigasi. Pasal ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang menegaskan bahwa pembredelan, penyensoran, dan pelarangan penyiaran sudah tidak berlaku.

 

Dia memaparkan, beberapa pasal yang dianggap membungkam kebebasan pers diantaranya, Pasal 8A huruf (q). Dalam Pasal 8A huruf (q) draf Revisi UU Penyiaran, disebutkan bahwa KPI dalam menjalankan tugas berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran. Hal ini terjadi tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers yang menyebut bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers.

 

"Ini bertentangan dewan UU Pers pasal 15 ayat 2 huruf D yakni salah satu Dewan Pers ialah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Artinya sengketa pers haruslah diselesaikan di Dewan Pers," kata Hendrik.

 

Kemudian Pasal 50 B ayat 2 huruf (c). Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) menjadi pasal yang paling disorot lantaran memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi.

 

"Pasal ini bertentangan dengan UU Pers pasal 4 ayat 2 yang berbunyi pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran," paparnya..

 

Selain itu pada Pasal 50 B ayat 2 huruf (k), ketika banyak pihak meminta agar "Pasal Karet" dalam UU ITE diubah karena banyak digunakan untuk menjebloskan seseorang ke dalam penjara dengan dalih pencemaran nama baik, draf revisi UU Penyiaran justru memuat aturan serupa, sebagaimana dimuat dalam Pasal 50B ayat 2 huruf (k), dilarang membuat konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.

 

"Ini bisa berakibat hilangnya lapangan kerja bagi para pekerja kreatif seperti konten kreator atau penggiat media sosial," ujar Hendrik.

 

Pada Pasal 51 huruf E, selain Pasal 8A huruf (q) dan pasal 42 ayat 2, Pasal 51 huruf E juga tumpang tindih dengan UU Pers. Pasal ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan usai sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI.

Sumber: