5 Provinsi Naikkan Upah, Baru 20 Provinsi Teken SK UMP 2021
JAKARTA-Batas penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2021 telah berakhir Sabtu (31/10). Dari pantauan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) baru 20 provinsi yang sudah melakukan penetapan dengan mengeluarkan surat keputusan (SK) resmi. Plt. Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI-Jamsos) Kemenaker Haiyani Rumondang menuturkan, dari jumlah tersebut, 15 provinsi diantaranya menetapkan UMP 2021-nya akan mengikuti surat edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker). Artinya, tidak ada kenaikan pada UMP 2021 nanti. "Kemudian, ada lima provinsi yang UMP-nya ada kenaikan," ujar Haiyani saat dihubungi Minggu (1/11). Seperti diketahui, pada 26 Oktober lalu, Menaker Ida Fauziyah telah mengeluarkan SE Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan UM (upah minimum) Tahun 2021 pada masa pandemi Covid-19. Dalam SE yang ditujukan kepada Gubernur se-Indonesia itu, salah satu isinya meminta gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai UM Tahun 2021 sama dengan nilai UM Tahun 2020 Haiyani enggan merinci 20 provinsi tersebut. Menurutnya, yang berwenang penuh untuk mengumumkan ada gubernur masing-masing provinsi. "Kami tidak mau mendahului. Karena takutnya, gubernurnya belum mengumumkan," ungkapnya. Lima provinsi yang telah menetapkan kenaikan UMP 2021 yakni Jawa Timur (Jatim), Jawa Tengah (Jateng), Jogjakarta, DKI Jakarta, dan Sulawesi Selatan (Sulsel). Meski begitu, bagi perusahaan yang terdampak pandemi diperkenankan untuk menggunakan UMP 2020. Perusahaan bisa mengajukan ke dinas ketenagakerjaan dengan melengkapi sejumlah syarat. Terakhir, Sulsel juga dikabarkan telah menetapkan UMP 2021 naik sebesar dua persen. Dengan demikian, pekerja bisa mendapat UMP sebesar Rp 3.165.876, di tahun depan. Meski ke-20 provinsi tersebut telah menetapkan SK UMP-nya, hingga kini kemenaker belum menerima laporannya secara resmi. Menurut Haiyani, hal ini kemungkinan karena adanya libur panjang bertepatan dengan batas akhir penetapan UMP 2021. Begitu pula dengan 12 provinsi lainnya. Dia meyakini, seluruh proses telah berjalan. Namun sedikit terhambat karena libur panjang. Kemenaker masih akan terus menunggu hingga pekan depan. Termasuk, dua provinsi yang disebutnya belum ada kabar hingga kini. "Kita maklumi. Mungkin juga ada yang masih berproses sidang dewan pengupahannya," jelasnya. Disinggung soal keberatan serikat pekerja/buruh (SP/SB) mengenai SE menaker terkait UM, Haiyani meminta semua pihak memahami. Bahwa, kondisi perekonomian memang sedang tak baik. Kemudian, siapa yang menjadi sasaran penetapan UMP ini. "Ditujukan pada tenaga kerja di bawah 12 bulan. Bukan yang sekarang misalnya sudah 3-4 tahun," katanya. Dia menegaskan, UM ini untuk mereka yang baru akan kerja. Sehingga, mereka tidak digaji tanpa standar minimum. Kemudian, lanjut dia, soal adanya perusahaan terdampak dan tidak terdampak tentu harus ada bukti. Apalagi ketika itu dituangkan dalam SE, tentu harus ada pembuktian. Oleh karenanya, kekuasaan penuh untuk menetapkan UMP ini ada di tangan gubernur yang lebih tahu iklim perekonomian di wilayahnya. "Saya yakin, daerah yang menaikkan UMP-nya karena mereka tahu perusahaan di daerahnya mampu," pungkasnya. Terpisah, hari ini (2/11), puluhan ribu buruh yang tergabung dalam 32 konfederasi dan federasi seperti KSPI, KSPSI AGN, dan Gekanas dipastikan melakukan aksi serentak di 24 provinsi. Buruh kembali turun ke jalan dengan tuntutan batalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan menuntut agar upah minimum tahun 2021 (UMP, UMK, UMSP, dan UMSK) tetap naik. "Untuk wilayah Jabodetak, aksi akan dipusatkan di Istana dan Mahkamah Konstitusi," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Pada saat bersamaan, lanjutnya, akan diserahkan gugatan uji materiil dan uji formil Omnibus Law UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi oleh KSPSI AGN dan KSPI. Tetapi bilamana nomor UU Cipta Kerja belum ada pada saat penyerahan berkas gugatan tersebut, maka yang akan dilakukan KSPI dan KSPSI AGN hanya bersifat konsultasi ke MK. Iqbal memastikan, aksi KSPI dan 32 federasi lainnya ini adalah non violance (anti kekerasan), terukur, terarah, dan konstitusional. "Aksi ini dilakukan secara damai, tertib, dan menghindari anarkis," ungkapnya. Selain 2 November, aksi akan dilanjutkan 9 November di DPR RI untuk menuntut dilakukannya legislatif review. Kemudian, pada 10 November di kantor Kementerian Ketenagakerjaan untuk menuntut upah minimum 2021 harus tetap naik. (mia)
Sumber: