Banjir Rob di Mauk 400 Rumah Terendam hingga Lutut, Warga Minta Dibangun Pemecah Ombak

Banjir Rob di Mauk 400 Rumah Terendam hingga Lutut, Warga Minta Dibangun Pemecah Ombak

MAUK-Banjir rob, bukan hal baru bagi warga pesisir pantai di Kabupaten Tangerang. Banjir dari luapan air laut itu, salah satunya menerjang Kampung Pelelangan, RT 10/03, Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Rabu (10/6). Muhamad Rohman, setempat mengatakan setiap tahun selalu terjadi rob. "Untuk tahun ini, kami ngerasain banjir rob selama tiga hari berturut-turut mulai 5 sampai 7 Juni. Tiap tahun pasti begini (banjir rob-red) terus," ujar pria yang akrab disapa Rohman ini, kepada Tangerang Ekspres, di kantor kepala desa. Di desanya pada akhir pekan lalu kata Rohman, ketinggian banjir rob mencapai semata kaki orang dewasa hingga selutut orang dewasa. "Banjir robnya setinggi itu di dalam rumah. Peristiwa ini terus-menerus terulang setiap tahunnya," kata Rohman, tuturnya. Rohman merincikan wilayah desanya yang rutin terdampak banjir rob, meliputi Kampung Ketapang Pelelangan, RT 10/03 sampai RT 14/03. "Di sejumlah RT tersebut terdapat hingga 400 KK. Jumlah jiwanya yang pasti mencapai ribuan," jelasnya. Menurut Rohman, setiap ada banjir rob, pasti sebagian warga mengalami kerugian materil. Sebab banyak barang elektronik yang mengalami kerusakan seteleh terendam air laut. Diantaranya kulkas dan kipas angin. "Kalau sepeda motor, rantai, jari-jari, tromol, lahernya cepat karat karena kena air laut. Selain itu juga, tanaman di halaman rumahnya pada kering, seperti tanaman cabai, jambu dan mangga," kata Rohman, tuturnya. Rohman berharap pemerintah dapat menyelesaikan persoalan banjir rob di pesisir pantai di Kabupaten Tangerang. "Terlebih khusus di Desa Ketapang. Sebab di sini ada proyek pembangunan objek wisata kerja sama dari Kemen PUPR, pemprov dan pemkab," kata Rohman. ia menambahkan, kemungkinan breakwater (pemecah ombak) adalah salah satu solusi untuk mengantisipasi banjir rob sekaligus abrasi. "Pasang breakwater sepanjang 1 kilometer untuk melindungi pemukiman kami dari abrasi dan banjir rob," ucap Rohman, pungkasnya. Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kembali mengeluarkan peringatan gelombang tinggi yang terjadi di Laut Jawa dan perairan selatan Sumatera pada periode 10 hingga 12 Juni 2020. Meski demikian, risiko terjadinya banjir rob di sepanjang pantai utara Jawa kini hanya terpusat pada daerah-daerah langganan rob seperti Kota Semarang, Demak dan sekitarnya. Stasiun BMKG Maritim Tanjung Mas Semarang melaporkan bahwa tinggi gelombang sekitar 1,25 hingga 2,5 meter berpeluang terjadi laut Jawa Bagian tengah serta Laut Jawa di perairan selatan Kalimantan. Sementara dalam prakiraan pasang surut harian untuk Kota Semarang dan sekitarnya, pasang maksimum diperkirakan hingga mencapai 1 meter diatas permukaan laut (Mean Sea Level) pada menjelang siang hingga sore hari. Pola angin bergerak dari wilayah Indonesia bagian utara. Mayoritas dari arah tenggara ke arah barat daya dengan kecepatan 3-20 knot. Sementara di selatan bergerak dari arah Selatan ke Timur dengan kecepatan 3-20 knot. Kecepatan angin tertinggi berada di Laut Banda bagian Selatan hingga Laut Arafuru bagian timur. Menurut Kepala Pusat Meteorologi Maritim Eko Prasetyo, meskipun ada gelombang tinggi, namun faktor pasang surut yang diakibatkan oleh siklus bulan sudah terlewati. Sehingga, kemungkinan kecil terjadi banjir rob yang tersebar merata seperti akhir Mei lalu. “Mungkin hanya di daerah-daerah seperti Semarang dan Demak yang setiap hari memang terjadi rob,” jelasnya pada Jawa Pos kemarin (10/6) . Eko menjelaskan, pasang maksimum air laut biasanya patut diwaspadai ketika masa awal dan akhir, serta pertengahan bulan Hijriah. Saat ini, sudah lewat masa awal bulan syawal. “Nanti pertengahan bulan Hijriah kita waspada lagi,” katanya. Meski demikian, Eko mengakui jika energi pasang air laut yang ada saat ini masih berpotensi menimbulkan rob. Namun kekuatannya sudah menurun. Selain itu, setiap wilayah memiliki paparan yang berbeda terhadap banjir pesisir ini. “Misalnya di Semarang, 120 sentimeter saja sudah rob. Tapi kalau di Surabaya perlu 160 atau lebih baru bisa dikatakan rob,” pungkasnya.(zky/tau)

Sumber: