Kunjungan Jokowi ke Natuna Harus Pertegas Kedaulatan, Presiden: Natuna Adalah NKRI
JAKARTA — Presiden Joko Widodo menegaskan, wilayah Kepulauan Natuna merupakan teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kepulauan tersebut beserta perairannya secara administratif termasuk dalam Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, yang menjadi kabupaten terluar di sebelah utara. Mendampingi Presiden dalam kesempatan tersebut antara lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Hal itu disampaikan Presiden saat bertemu dengan ratusan nelayan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Pelabuhan Perikanan Selat Lampa Natuna, Kabupaten Natuna, Rabu (8/1/ 2020). "Di Natuna ini ada penduduknya sebanyak 81.000, juga ada bupatinya dan gubernurnya [Kepulauan Riau]. Jadi jangan sampai justru kita sendiri bertanya dan meragukan. Dari dulu sampai sekarang Natuna ini adalah Indonesia," ujarnya, dikutip dari keterangan resminya. Oleh karena itu, Jokowi menyatakan tidak ada tawar-menawar terhadap kedaulatan Indonesia terhadap wilayahnya, termasuk wilayah Kepulauan Natuna. Terkait dengan insiden masuknya kapal asing yang banyak diberitakan belakangan ini, Kepala Negara menjelaskan, tidak ada kapal asing yang memasuki teritorial Indonesia. "Tapi kita juga harus tahu apakah kapal negara asing ini masuk [laut] teritorial kita atau tidak. Enggak ada yang masuk teritorial kita. Tadi saya tanyakan ke Panglima TNI, tidak ada," kata Presiden. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan adanya pelanggaran yang dilakukan kapal-kapal milik China di wilayah ZEE Indonesia yakni di Laut Natuna. Wilayah ZEE Indonesia ini sudah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui dasar Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Sedangkan China merupakan salah satu anggotanya. Presiden juga menegaskan wilayah Kepulauan Natuna merupakan teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kepulauan tersebut beserta perairannya secara administratif termasuk dalam Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, yang menjadi kabupaten terluar di sebelah utara. "Di Natuna ini ada penduduknya sebanyak 81.000, juga ada bupatinya dan gubernurnya (Kepulauan Riau). Jadi jangan sampai justru kita sendiri bertanya dan meragukan. Dari dulu sampai sekarang Natuna ini adalah Indonesia," ujarnya. Di tempat terpisah, Ketua Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) Fadli Zon berharap kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Perairan Natuna bisa benar-benar mempertegas kedaulatan RI. Menurut dia, penegasan atas kedaulatan itu diperlukan. Fadli menilai penting kehadiran Pemerintah RI di Natuna, yang disimbolkan Jokowi. Namun, kata Fadli, kehadiran pemerintah harus benar-benar menegaskan bahwa Indonesia secara de facto menguasai wilayah perairan yang menjadi bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia seperti yang telah disepakati dalam United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Fadli Zon pun menegaskan, Indonesia tidak akan mengakui sembilan dash line yang diklaim sepihak oleh China. Fadli meminta pemerintah benar benar melakukan penegakkan hukum di Natuna dengan mengerahkan kekuatan yang ada di sana melalui patroli-patroli dan operasi lainnya. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengklaim, salah satu tujuan kunjungan Jokowi ke Natuna, Kepulauan Riau memang untuk menegaskan kedaulatan RI yang tak boleh diganggu. Menurut dia, Presiden memberikan perhatian seriusnya terhadap masalah yang terjadi di Laut Natuna ini. “Ini memberikan sinyal bahwa pemerintah Indonesia, terutama bapak Presiden, dalam persoalan Natuna ini benar-benar memberikan atensi serius,” jelas Pramono di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (8/1). Pramono menyebut, kunjungan Presiden ke Natuna ini bukan yang pertama kalinya. Jokowi sebelumnya juga beberapa kali pernah mengunjungi Natuna untuk masalah serupa. Bahkan saat itu, Presiden mengunjungi Natuna dengan menggunakan kapal perang dan juga menggelar rapat terbatas di atas kapal. “Ini menunjukkan bahwa kedaulatan RI itu tidak boleh diganggu, dan tidak boleh ditawar-menawar, dan itu adalah hal prinsip,” ujarnya.(bis/rep)
Sumber: