Labelisasi Keluarga PKH, Dikaji Kalimat yang Pas

Labelisasi Keluarga PKH, Dikaji Kalimat yang Pas

TIGARAKSA-Di Kabupaten Tangerang, dinas sosial masih perlu melakukan kajian sebelum memberikan labelisasi pada dinding rumah penerima bantuan program keluarga harapan (PKH). Sebab, ada beberapa keluarga tak mampu yang memang patut menerima, kurang setuju jika di rumahnya ditempeli label PKH. Program PKH yang khusus memberikan bantuan kepada warga tak mampu ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Data penerima bantuan tidak berubah. Dahulu, masuk kategori miskin, tapi sekarang sudah mampu, datanya tidak terhapus. Ini yang menjadi masalah. Karena merasa sudah mampu, ada warga yang mengundurkan diri dari PKH. Tapi, masih banyak juga warga yang sudah mampu, tetap mau menerima bantuan dari PKH. Pemberian tanda khusus di rumah penerima PKH, menjadi alternatif untuk menyadarkan warga. Kepala Bagian (Kabid) Bencana dan Bantuan Sosial Dinsos Kabupaten Tangerang, Lili Amalia mengatakan, akan melakukan pelabelan pada rumah penerima bantuan sosial. Namun, masih melakukan kajian dan pemilihan kalimat yang tepat. “Kita memang sudah ada rencana untuk memberi label pada rumah penerima bantuan PKH. Namun, masih dipilih kata-kata yang tepat,” ungkapnya saat dikonfirmasi Tangerang Ekspres, Jumat (4/10). Di Kabupaten Tangerang sendiri, penerimaan program PKH diperkirakan mencapai 200ribu orang dari total jumlah penduduk 3,5 juta jiwa. Karenanya, untuk penerima bantuan sosial PKH, menurut Amalia diperlukan pengawasan yang ketat. “Kita akan turun langsung dalam pelabelan. Namun, masih dipilih kalimat yang tepat. Agar warga yang diberi label tidak tersinggung. Memang perlu pengawasan yang ketat dalam penyaluran bantuan sosial. Cara pelabelan di kota lain terbukti efektif,” tutupnya. Dinas Sosial (Dinsos) Kota Tangsel belum menerapkan labelisasi terhadap rumah keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH). Dinsos masih menggunakan cara sosialisasi dan pendekatan kepada PKH yang kondisi ekonominya sudah lebih baik. Kepala Dinsos Kota Tangsel Wahyunoto Lukman mengatakan, belum melakukan labelisasi terhadap PKH. Karena khawatir terjadi penolakan dari warga PKH. "Daripada ada penolakan, sehingga kita melakukan sosialisasi dan kita berikan pengertian," ujarnya kepada Tangerang Ekspres, Minggu (6/10). Wahyunoto menambahkan, di dalam peraturan PKH yang kondisi ekonominya sudah meningkat itu tidak bisa dicoret. Namun, harus mengundurkan diri dari keluarga program PKH. Padahal programnya, namanya bantuan pangan sosial PKH dan tidak ada judul keluarga miskin. "Padahal labelisasi ini dibuat dinsos untuk membuat efek jera bagi keluarga mampu yang masih menerima PKM. Kita maunya akan membuat jera kepada mereka, dengan diberi labelisasi," tambahnya. Masih menurutnya, saat ini dinsos belum ke arah labelisasi. Diharapkan warga mau sadar diri, mundur diri PKH, jika merasa sudah mampu ekonominya. Masyarakat harus buat surat pernyataan, kalau keadaan ekonomi sudah meningkat dan akan dialihkan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Kuota bantuan PKH di Kota Tangsel terbatas. Yakni bantuan pangan sosial (BPS) hanya untuk 13.000 kepala keluarga (KK) dan KPH untuk 8000 KK. BPS itu berupa beras dan telur dan diberikan tiap bulan dengan jumlah bantuan Rp 110 ribu per bulan. "Sedangkan yang PKH 8000 KK ini berbentuk uang, yakni Rp 1,8 juta per tahun dan dibagikan tiap triwulan," jelasnya. Mantan Sekteraris KPU Kota Tangsel ini menuturkan, PKH ini hanya untuk fasilitas kesehatan dan pendidikan. Bila ketahuan untuk belanja kebutuhan lain akan dikeluarkan, termasuk bila ada anggota keluarganya yang merokok. "Labelisasi adalah upaya terakhir untuk membuat malu warga. Mampu itu relatif tapi, keluarga yang tingkat bawah mereka masih banyak di Kota Tangsel. Tadinya sudah mau labelilasi tapi, berkaca dengan Kota Tangerang yang ramai makanya kita tunda dulu," tuturnya. (bud/mg-10)

Sumber: