Dewan Pendidikan Tolak Zonasi, Mematikan Sekolah Swasta

Dewan Pendidikan Tolak Zonasi, Mematikan Sekolah Swasta

TIGARAKSA – Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang menolak adanya sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB). Hal ini dinilai dapat menambah beban pemerintah daerah untuk terus menerus membangun sekolah negeri. Sehingga, berakibat sekolah swasta terpinggirkan bahkan gulung tikar. Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang, Qomaruzaman mengatakan, PPDB dengan sistem zonasi dinilai sebagai sumber masalah. Apalagi, dirinya menerima laporan dari warga yang kurang puas serta ditemukan banyak pelanggaran. “Aduan dari masyarakat yang tidak puas dengan sistem zonasi. Kedua, pada prosesnya banyak siswa yang berprestasi yang tidak diterima. Kemudian, ada banyak surat domisili yang berkop desa atau kelurahan setempat. Surat tersebut digunakan untuk dapat masuk ke sekolah tujuan padahal secara zonasi tidak masuk,” jelasnya kepada Tangerang Ekspres, Rabu (1/7). Kata Qomaruzaman, poin yang dilihat pada PPDB dengen sistem zonasi kurang objektif sehingga perlu diganti dengan menggunakan sistem test (ujian). Selain itu, banyak daerah dalam satu kecamatan tidak terkover masuk zonasi. Ia menilai apabila dipaksakan, sistem zonasi dapat menimbulkan kelumpuhan pada sekolah swasta. “Kalau seandainya tetap diberlakukan sistem zonasi nanti yang agak berat pemda harus membangun sekolah baru. Kalau setiap tahun dibangun sekolah baru pastinya swasta banyak yang akan tutup, di Kecamatan Cisoka ada tiga. Mungkin satu sisi positifnya tidak ada sekolah favorit,” katanya. Lanjutnya, selain dari banyak aduan masyarakat, sitem zonasi dinilai dapat menggerus eksistensi sekolah swasta. Walaupun, sistem zonasi dapat menghilangkan stigma sekolah favorit. Namun menurutnya, sistem ini diambil dari negara maju dalam memajukan konsep pendidikan. Dimana, kata Qomaruzaman, pemerataan infrastruktur dan sarana penunjang untuk sekolah disetiap daerah belum merata secara utuh. “Semestinya, ini menjadi perhatian swasta juga harus diperhatikan. Kalau sebelum zonasi diterapkan tidak ada masalah. Ini akibat dari sistem zonasi, banyak teman-teman swasta menjerit karena banyak sekolah sawasta yang gulung tikar. Karena setiap tahun akan seperti ini. Kita menolak sistem zonasi dengan beberap alternatif. Siswa yang berprestasi sebanyak 30 persen. Harusnya pilot project-nya di kota besar,” ungkapnya. Sementara, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Tangerang, Ahmad Supriadi menegaskan, sejalan dengan pemikiran yang disampaikan Dewan Pendidikan. Sebab, banyak masyarakat yang tidak terjangkau sekolah negeri. Sehingga masyarakat terpaksa mendaftarkan sekolah lain dengan biaya yang cukup mahal. “Saya mendukung, dan menolak adanya sistem zonasi. Lebih baik diperbaiki kualitas sekolah baik swasta ataupun negeri. Serta anggaran pendidikan dapat terjangkau masyarakat,” tukas lulusan sarjana STIE Putra Perdana Indonesia. (mg-10/mas)

Sumber: