Eksepsi Sofyan Basir Ditolak

Eksepsi Sofyan Basir Ditolak

JAKARTA — Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1 Sofyan Basir. Dalam pembacaan putusan sela, Majelis Hakim menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan sah sesuai KUHP. "Mengadili eksepsi tim kuasa hukum terdakwa tidak dapat diterima dan dakwaan jaksa sah," ujar Ketua Majelis Hakim Hariono membaca amar putusan, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (8/7). Dengan demikian, sidang perkara mantan Direktur Utama PT PLN tersebut akan tetap dilanjutkan dengan memasuki agenda pemeriksaan para saksi pada pekan depan. Sidang masuk pada tahap pokok perkara. Dalam pertimbangannya, hakim menjelaskan penerapan Pasal 15 UU Tipikor dan Pasal 56 ke-2 KUHP yang sebelumnya dipersoalkan tim kuasa hukum Sofyan dinyatakan tidak berlebihan mengingat penerapan pasal dakwaan merupakan kewenangan jaksa penuntut umum. "Pasal dakwaan adalah kewenangan JPU dan bukan kewenangan majelis. Bisa saja pasal yang disangkakan lebih dari satu pasal, maka keberatan tim penasihat hukum tidak dapat diterima," ujarnya. Begitu pula dengan argumentasi-argumentasi lain yang dipersoalkan yaitu anggapan tindak pidana korupsi telah terjadi (voltooid) sebelum dugaan kejahatan pembantuan yang dituduhkan kepada Sofyan Basir. Tim penasihat hukum sebelumnya menilai tindak pidana korupsi sudah dianggap sempurna sebelum Sofyan Basir bertemu dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih. Kemudian, argumentasi lain yang disoal terkait dengan pihak yang diduga melakukan suap dalam kedudukannya sebagai peserta tindak pidana. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menolak argumentasi nota keberatan tersebut. "Pertimbangan hakim, dakwaan sudah cermat dan lengkap, waktu dan tempat dakwaan Sofyan sudah ketentuan KUHP. Nota keberatan tim penasihat hukum ditolak dan tidak dapat diterima," papar hakim. Dengan ditetapkan putusan tersebut, majelis hakim menyatakan sidang akan dilanjutkan pada Senin (15/7) dengan agenda menghadirkan para saksi dari jaksa penuntut umum. Dalam perkara ini, mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir didakwa telah memfasilitasi pertemuan antara mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni M Saragih, eks Sekjen Golkar Idrus Marham dan salah aatu pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes B. Kotjo dengan jajaran direksi PLN. Hal itu bertujuan untuk mempercepat proses kesepakatan Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT PJB Investasi (PJBI), BNR, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC). Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi salah satu argumentasi atas eksepsi yang diajukan terdakwa kasus PLTU MT Riau-1 Sofyan Basir, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (1/7). Salah satu argumentasi itu terkait dengan anggapan tindak pidana korupsi telah terjadi (voltooid) sebelum dugaan kejahatan pembantuan yang dituduhkan kepada Sofyan Basir. Sebelum menjawab salah satu argumen itu, Jaksa KPK menyatakan bahwa sebetulnya hal itu telah masuk pada pokok perkara dan bukan pada eksepsi. Namun demikian, Jaksa tetap membeberkan tanggapan untuk tim penasihat hukum Sofyan. Menurut Jaksa, Sofyan Basir telah melakukan sejumlah pertemuan dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni M. Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk membahas proyek PLTU Riau-1. Pertemuan itu terjadi pada rentang waktu 2016 s/d 2018. Sedangkan dalam surat dakwaan, menurut Jaksa, telah tercantum secara lengkap locus dan tempus penerimaan uang secara bertahap oleh Eni Saragih sesudah Sofyan Basir melakukan pertemuan dengan Eni dan Kotjo. "Bahwa dalam surat dakwaan penuntut umum pada halaman 9 mencantumkan rincian penerimaan uang oleh Eni Saragih dalam kurun waktu 18 Desember 2017 sampai dengan 13 Juli 2018," kata Jaksa KPK. Dengan demikian, alasan penasihat hukum Sofyan yang menyatakan tindak pidana korupsi telah terjadi dengan sempurna sebelum Sofyan Basir bertemu dengan Eni Saragih dan Kotjo dinilai harus dikesampingkan. Hal itu karena hadiah berupa uang dari Kotjo baru diterima Eni Saragih dan eks Sekjen Golkar Idrus Marham pada kurun waktu 18 Desember 2017 s/d 13 Juli 2018, atau setelah Sofyan Basir melakukan pertemuan dengan Eni dan Kotjo untuk membahas proyek PLTU MT Riau-1. "Dengan demikian, dalih atau alasan penasihat hukum terdakwa haruslah ditolak atau dikesampingkan," ujar Jaksa.(bis)

Sumber: