Petugas Penyelenggara Pemilu Yang Wafat KPPS 199, Pengawas 27
JAKARTA-Kasus meninggalnya penyelenggara pemilu di lapangan menjadi catatan dan evaluasi pada Pemilu 2019. Keharusan menyelenggarakan lima level pemilihan sekaligus, membuat kelompok panitia penyelenggara pemungutan suara (KPPS) bertumbangan karena kelelahan. Catatan KPU hingga kemarin (23/4), jumlah petugas KPPS yang wafat saat bertugas mencapai 119 orang, serta 548 petugas jatuh sakit. Para petugas yang tumbang karena kelelahan dalam bertugas itu tersebar di 25 provinsi. "Mayoritas yang wafat adalah anggota KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara)," terang Ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU. Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus kematian jajaran KPU terbanyak. Di provinsi itu, tercatat ada 28 jajaran KPU yang meninggal. Disusul Jawa Tengah (17) dan Jawa Timur (14). Sementara itu, kasus jajaran KPU sakit paling banyak terdapat di Sulawesi Selatan dengan 128 orang. Pada saat hampir bersamaan, Bawaslu juga mengumumkan jajarannya yang gugur dalam tugas penyelengggaraan pengawasan pemilu. "Sementara ada 27 orang yang meninggal," terang anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin di kantor Bawaslu kemarin. Mulai jajaran di kabupaten/kota hingga level TPS. Arief menuturkan, KPU sudah merumuskan usulan santunan bagi para petugas. "Besaran santunan untuk yang meninggal Rp30 juta-Rp36 juta," kata Arief. Bagi sampai cacat, diusulkan santunan maksimal Rp 30 juta bergantung jenis musibahnya. Sementara itu, bagi mereka yang terluka, diusulkan santunan maksimal Rp16 juta. Pembicaraan dengan Kemenkeu, lanjut Arief, tidak hanya berkutat pada nominal. Tapi juga mekanisme pemberian maupun penyediaan anggarannya. Sebab, di anggaran KPU tidak ada nomenklatur untuk pemberian santunan. Bila Kemenkeu mengizinkan, KPU bisa saja mengambil anggaran dari pos-pos yang berhasil dihemat selama penyelenggaraan pemilu. Di sisi lain, Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta pemda menggratiskan biaya pengobatan kepada para petugas KPPS, Polri, dan TNI yang sakit saat menjalankan tugas pemilu. Saat ini puluhan petugas KPPS terpaksa dirawat akibat sakit saat menjalankan tugas. Dia menambahkan, penyelenggaraan Pemilu 2019 memberikan banyak catatan penting untuk dijadikan pelajaran. Mulai masa kampanye yang terlalu lama, sistem pemilihan yang rumit, hingga tidak adanya asuransi yang melindungi petugas di lapangan. "Kita ingin penyelenggaraan pemilu ke depan berjalan lebih baik. Karena itu, perbaikan sistem mutlak dilakukan. Pembenahan akan dilakukan mulai hulu hingga hilir. Terutama yang menyangkut keselamatan dan perlindungan petugas di lapangan," tandasnya. Sementara itu, dalam jangka panjang, usulan evaluasi atas meninggalnya penyelenggara pemilu di lapangan terus mengemuka. Salah satunya adalah tinjauan keserentakan pemilu. Komisioner KPU Ilham Saputra mengatakan, pihaknya tentu akan mengevaluasi kejadian meninggalnya sejumlah penyelenggara pemilu sebagai catatan. KPU akan membahasnya bersama pemerintah, DPR, dan perwakilan masyarakat sipil. Pembahasan yang diusulkan adalah format pemilu ke depan yang ideal untuk Indonesia. Pemilu yang diselenggarakan saat ini berdampak kelelahan luar biasa bagi sejumlah penyelenggara di lapangan. Pihaknya sudah mendengar sejumlah wacana dari luar bagaimana membuat pemilu ideal. "Misalnya, ada wacana yang mengatakan, ada pemilu lokal yang nanti dalam sekali (waktu) pemilu DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan pilkada," terangnya. Untuk pemilu nasional, ada tiga jenis pemilihan. Yakni, DPD, DPR, serta presiden dan wapres. Wacana yang muncul pasti juga akan menjadi masukan bagi pembuat regulasi. Ilham mengingatkan, usul apa pun terkait dengan pemilu ke depan harus diwujudkan dalam bentuk regulasi. Dalam hal ini, UU yang sejak jauh hari sebelum Pemilu 2024 harus sudah selesai. "Jangan terlalu mepet," tambahnya. Wacana meninjau ulang keserentakan pemilu juga direspons Mendagri Tjahjo Kumolo. Menurut dia, ada sejumlah peristiwa selama rangkaian pemilu yang harus dikaji. Salah satunya terkait dengan desain keserentakan pemilu. Sebab, model pemilu yang menggabungkan lima surat suara berakibat banyaknya petugas KPPS yang meninggal di berbagai tempat. "Evaluasi yang menyangkut putusan MK. Keserentakan itu apakah harus hari tanggal (yang sama) atau bulan yang sama," terang Tjahjo di kompleks istana kepresidenan Jakarta kemarin. Dia belum bisa membeberkan desain yang tepat. Sebab, desain itu harus dikaji bersama dan meminta pertimbangan MK. Pemerintah memastikan bakal memberikan uang santunan kepada keluarga petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang meninggal saat bertugas. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal mengalokasikan anggaran negara untuk pemberian santunan tersebut. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan, santunan disiapkan karena KPPS telah berjasa dalam menyelenggarakan Pemilu 2019 yang aman dan lancar. ”Saya sudah mengecek, kemungkinan kita bisa mengakomodasi (pemberian santunan, Red) melalui standar biaya yang tidak biasa,” kata Ani –sapaan Sri Mulyani– seusai sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Bogor kemarin (23/4). Hanya, Ani belum bisa memastikan besaran santunan yang dapat diberikan negara kepada keluarga korban. Saat ini jajarannya masih menghitung anggaran sambil berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). ”Dalam konteks ini, nanti kita (Kemenkeu, Red) lihat berapa kebutuhan dan kita akan memutuskan sesuai peraturan perundang-undangan,” kata dia. Pada kesempatan itu, mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut juga menyampaikan rasa duka mendalam atas kejadian-kejadian tersebut. Sebelumnya KPU telah mengusulkan agar setiap keluarga petugas KPPS yang wafat diberi santunan Rp 36 juta. Sementara itu, petugas KPPS yang sakit mendapat santunan Rp 16 juta hingga Rp 30 juta, bergantung sakit atau luka yang diderita. Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani menjelaskan, pihaknya belum memastikan apakah bakal menerima usulan jumlah santunan dari KPU itu. ”Anggarannya nanti kami bicarakan dengan KPU untuk persisnya,” ucap dia. Dana untuk santunan tersebut akan diambil dari anggaran tahunan KPU. Pada 2019 anggaran tahunan KPU sekitar Rp 18 triliun. (far/rin/c9/agm)
Sumber: