Kemenlu Serahkan WNI Sandera Abu Sayyaf ke Keluarga, Tak Ada Lagi WNI yang Ditawan

Kemenlu Serahkan WNI Sandera Abu Sayyaf ke Keluarga, Tak Ada Lagi WNI yang Ditawan

JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (RI) Retno Marsudi menyerahkan dua warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi sandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina selatan kepada keluarga. Dua WNI tersebut yakni Heri Ardiansyah (18 tahun) dan Hariadin (45 tahun). Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, menyatakan saat ini seluruh warga Indonesia yang disandera kelompok militan di Filipina, Abu Sayyaf, sudah dibebaskan. Sejak 2016, 36 WNI disandera kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Pemerintah Indonesia dan Filipina terus bekerja sama agar seluruh sandera bebas. "Hal ini membahagiakan karena proses pembebasan ini menandai pembebasan 36 WNI yang disandera kelompok bersenjata Filipina Selatan," tutur Retno di Gedung Kementerian Luar Negeri, Kamis (11/4). Kemlu melakukan serah terima dua anak buah kapal asal Indonesia, Heri Ardiansyah dan mendiang Hariadin. Keduanya adalah WNI yang paling terakhir ditawan oleh Abu Sayyaf. Pada Jumat (5/4), sekitar pukul 18.00 seorang WNI atas nama Hariadin yang disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan meninggal dunia di perairan Pulau Simisa, Provinsi Sulu, Filipina Selatan. Hariadin meninggal akibat tenggelam di laut setelah terbebas dari penyanderaan. Hariadin bersama WNI sandera lainnya yakni Heri Ardiansyah berusaha berenang ke Pulau Bangalao guna menghindari terkena serangan angkatan bersenjata Filipina terhadap penyandera. Dalam upaya pembebasan tersebut, Heri berhasil selamat. "Saya atas nama pemerintah RI secara resmi ingin menyerahterimakan saudara kita Heri Ardiansyah kepada keluarga, dan secara simbolis saya juga menyerahkan jenazah Hariadin kepada keluarga," ujar Retno di Kantor Kementerian Luar Negeri RI, Kamis (11/4). Retno mengatakan, proses pembebasan kali ini menandai pembebasan 36 WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan. Namun, dalam pembebasan tersebut satu orang WNI tidak dapat diselamatkan, begitu pula satu orang warga negara Malaysia. "Atas nama pemerintah RI saya mengucapkan duka cita yang sangat dalam kepada seluruh keluarga atas kepergian Hariadin, mudah-mudahan keluarga diberikan keikhlasan dan kekuatan dalam menerima takdir ini," kata Retno. Retno menyampaikan, Pemerintah RI dan Filipina sudah melakukan upaya terbaik untuk membebaskan kedua WNI dalam keadaan selamat. Namun, satu orang WNI tidak dapat diselamatkan dalam kondisi hidup. Retno menyebut Hariadin meninggal dunia sebagai mujahid karena disandera saat berjihad mencari nafkah untuk keluarga. Hariadin diketahui meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak. "Saya berkeyakinan sebagai seorang Muslim almarhum meninggal sebagai mujahid, karena almarhum disandera saat berjihad mencari nafkah untuk keluarga," ujar Retno. Meskipun sudah tidak ada WNI yang disandera di Filipina selatan, Retno mengingatkan bahwa kegiatan kelompok bersenjata di wilayah tersebut masih terus ada. Pemerintah Indonesia melalui kerja sama trilateral dengan Filipina dan Malaysia berusaha untuk menjaga keamanan di Perairan Sulu dan sekitarnya. Heri Ardiansyah dan jenazah Hariadin tiba di pangkalan militer Westmincom di Zamboanga City untuk diserahterimakan kepada wakil Pemerintah Indonesia, pada Sabtu (6/4). Selanjutnya Pemerintah Indonesia melakukan proses pemulangan pada kesempatan pertama. Sejak akhir Februari 2019, Divisi 11 Angkatan Bersenjata Filipina yang didukung oleh Tim BAIS TNI malakukan operasi pembebasan sandera dan terus memberikan tekanan kepada para penyandera. Dalam perkembangan terakhir, para penyandera terdesak di Pulau Simisa, Provinsi Sulu, Filipina Selatan. Heri Ardiansyah dan Hariadin diculik bersama seorang warga negara Malaysia, Jari Abdullah di Perairan Kinabatangan, Sandakan, Malaysia, pada 5 Desember 2018. Ketiganya diculik oleh kelompok bersenjata di Flipina selatan saat sedang bekerja di kapal penangkap ikan SN259/4/AF. Pada 5 Desember 2018, dua orang ABK WNI bersama satu orang warga negara Malaysia telah menjadi korban penculikan kelompok bersenjata pada saat bekerja pada kapal ikan SN259/4/AF berbendera Malaysia di perairan Kinabatangan, Sandakan, Malaysia. Sejak 2016, sebanyak 36 WNI disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina selatan. Dari jumlah tersebut, seluruhnya berhasil dibebaskan, tetapi satu orang sandera WNI meninggal dalam proses pembebasan.(rep)

Sumber: