Negara Rugi, Ada Perbedaan Data Ekspor Indonesia, BPK Temukan Kejanggalan
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan hal ganjil dan terindikasi merugikan negara dalam kegiatan ekspor komoditas mineral batubara (minerba) di empat negara, yakni India, Cina, Korea Selatan dan Jepang. Anggota IV BPK Rizal Djalil dalam keterangannya menyebut, ditemukan perbedaan data jumlah komoditas minerba yang diekspor dengan jumlah yang diterima di negara tujuan. "Data kami menunjukan adanya perbedaan. Ya, cukup signifikan. Ada distorsi, ada dispute, antara barang yang dikirimkan dari Indonesia, dari pelabuhan kita dan pelabuhan penerima," paparnya usai menghadiri seminar yang mengusung tema "Prospek Penerimaan Negara dari Mineral, Batubara, dan Migas di Tahun Politik" di Kampus UI Depok, kemarin (1/4). Hadir dalam Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Rizal merinci, ekspor minerba Indonesia ke India tercatat sejumlah 174,6 juta ton. Namun, data impor minerba India dari India tercatat 197,3 juta ton sehingga terdapat selisih 22,7 juta ton. "Yang jelas di sini ada gap ya. Lumayan besar. Ada 22 juta ton ini artinya pemasukan negara sangat besar yang tidak masuk," ungkapnya. Hal serupa juga terjadi ke Korea Selatan di mana ekspor Indonesia tercatat 62,1 juta ton tetapi jumlah impor negeri ginseng dari tanah air justru tercatat 78,7 juta ton sehingga terdapat selisih 16,6 juta ton. Demikian pula yang terjadi di Jepang di mana terdapat selisih 7,8 juta saat Indonesia mengekspor 53,1 juta ton sementara jumlah yang diterima sebanyak 60,9 juta ton. Sementara di Cina, jumlah ekspor Indonesia sebesar 80,8 juta ton sedangkan yang diterima tercatat 72,9 juta ton. "Kalau data ini menedekati kebenaran, tentu ini bukan hanya persoalan Kementerian ESDM, ini persoalan kita semua. Saya juga mungkin harus berkoordinasi dengan teman-teman di Kementerian Keuangan, Bea Cukai dan lainnya," timpalnya. Rizal mengaku telah melakukan pemeriksaan baik di dalam dan di luar negeri untuk mengungkap kejadian tersebut. Namun, hingga saat ini perusahaan-perusahaan yang terlibat masih belum mau membayar. "Kami ke luar negeri ke perusahaan penerima, mereka tidak pernah mau bayar. Padahal hampir semua perusahaan itu ada di bursa," katanya. Ia pun mengaku telah meminta perusahaan-perusahaan itu untuk melunasi kekurangan pembayaran atas kelebihan volume komoditas yang diimpor. Pasalnya, Rizal mengaku akan mengancam membeberkan nama mereka kepada publik atas masalah tersebut. "Jadi negara dirugikan dengan cara seperti ini. Ini persoalan kita semua. Kita akan selesaikan pelan-pelan tanpa timbulkan keributan," katanya. Nah, merespons hal tersebut, Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan, saat ini tengah menjalin kerja sama lintas instansi untuk menyusun satu data. "Ya sudah saya terima informasi itu. Ini ada perbedaan data, kita sedang kerja sama BPS, Bea Cukai dan (Kementerian) Perdagangan akan membuat satu data," terang Bambang Gatot. (ful/fin)
Sumber: