Gay Dominasi Pengidap HIV/AIDS
TIGARAKSA – Kalangan lelaki seks lelaki (LSL) alias gay mendominasi penderita HIV/AIDS di Kabupaten Tangerang. Kondisi itu terlihat dari berdasar pada datadari Direrktorat Pencegahan Penyebaran Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan pada 2008 hingga 2018. “Hasil dari terjun langsung di lapangan kita melihat gay mendominasi pengidap HIV di Kabupaten Tangerang, angka pastinya belum bisa kita ungkap karena data tersebut bersifat kumulatif,” kata Irwan, aktivis di Jaringan Indonesia Positif (JIP) saat jumpa pers di Serba Sambal Kelapa Dua, kemarin. Selain itu, dari data yang dimiliki, Kabupaten Tangerang merupakan daerah tertinggi penderita HIV/AIDS se-Provinsi Banten. “Data tersebut memang bersifat kumulatif, ada 7.373 pengidap HIVdi Banten dan tertingginya di Kabupaten Tangerang. Angka pastinya belum bisa kami rilis,” lanjutnya. Biasanya, para pengidap HIV akan berperilaku menjauh dari komunitas di masyarakat akibat masih terdapatnya sikap menutup diri warga. Padahal, kata Irwan, sikap seperti itu dapat menimbulkan sikap pesimistis dikalangan para pengidap sehingga membuat ptus asa dan tidak ada keinginan untuk berobat. “Target kita zero diskriminasi terhadap orang dengan penderita HIV, dan fokus perhatian kita pada diskrimanasi sosial terhadap ODHA. Kita menyayangkan sikap tersebut walaupun sudah banyak masyarakat bersikap terbuka,” jelasnya. Sementara, Dwi Yanto, Kepala Bidan (Kabid) Pencegahan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, mengatakan, populasi masyarakat sudah mencapi hampir 3,2 juta jiwa dan merupakan yang tertinggi se-Banten. Sehingga angka pengidap penyakit HIV/AIDS tertinggi. “Kasus HIV/AIDS sudah mencapai 460 kasus di Kabupaten Tangerang sampai 2018. Dengan batas usia antara 20 hingga 30 tahun. Data tahun ini belum bisa kita rilis karena masih kita konfirmasi,” ungkapnya. Ia mengakui pengidap HIV/AIDS didominasi gay dengan usia rata-rata dari 17 hingga 20 tahun dimana masuk usia produktif dan pelajar. “Mereka para pengidap LSL yang terdata 220 orang dan memiliki komunitas tersendiri serta menyumbang angka terbesar pengidap HIV/AIDS. Namun untuk datanya belum bisa terkonfirmasi,” paparnya. Untuk mencegah persebaran penyakit HIV/AIDS, pihaknya telah berupaya seusuai dengan Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016, tentang Standar Pelayanan Minimal. Dimana terdapat program past track/jalur cepat yang langsung menyasar populasi kunci. “Pada populasi yang beresiko tinggi kita lakukan langkah-langkah pencegahan berupa pengetahuan tentang HIV/AIDS, termasuk warga binaan, pelajar, waria, serta para pengidap Tuberculosis (TB),” sambungnya. Selain itu, program pencegahan HIV/AIDS menggandeng para pegiat atau aktivis kesehatan untuk langsung menyasar populasi kunci. “Mereka mengedukasi, konseling serta screening tentang HIV yang positif dan ada pendampingan langsung. Sehingga para pengidap mendapat rasa optimis untuk melanjutkan hidup,” pungkasnya. (mg-10/mas)
Sumber: