Kejari Awasi PTSL, Minta Warga Lapor Jika Diminta Uang
TANGERANG-Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang sudah berpengalaman menyelidiki pungutan liar (pungli) Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Tahun lalu, Mas'ud Lurah Paninggilan, Ciledug dijadikan tersangka akibat melakukan pungli PTSL. Di Pengadilan Negeri Tangerang, Mas'ud divonis 1 tahun penjara. Tahun ini, tim Kejari terus melakukan pengawasan pelaksanaan program sertifikat tanah gratis tersebut. Kepala Sub Seksi Penuntutan Kejari Kota Tangerang Reza Vahlefi mengingatkan kepada semua pihak untuk tidak coba-coba melakukan pungli program PTSL tersebut. Menurutnya, kejaksaan terus melakukan pengawasan. "Kita terus melakukan monitoring hingga tingkat bawah, kita menginginkan adanya laporan dari warga yang merasa menjadi korban pungli," jelasnya kepada Tangerang Ekspres. Saat ini, banyak kabar beredar, adanya pungli dari program PTSL. Reza mewanti-wanti warga untuk berperan aktif dalam pemberantasan korupsi. Dalam program PTSL, ia menyarankan warga untuk mengikuti sosialisasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tentang tahapan dan biaya-biayanya. "Kadang yang diundang sosialisasi hanya pihak kelurahan, RT dan RW. Warga jarang yang diundang. Ini yang membuat warga merasa kebingungan soal biaya resminya. Tanyakan dasar hukumnya, jika ada pembiayaan yang dikeluarkan, atau jika mau lebih jelas warga juga bisa berkonsultasi langsung dengan datang ke BPN," ungkapnya. Ia menjelaskan, dalam penanganan kasus Mas'ud, Reza membeberkan, setelah menerima laporan dugaan tindak pidana korupsi penanganan PTSL, ia melakukan penyelidikan awal. Penanganan kasus tersebut juga sempat mengalami kendala, lantaran banyak warga yang menganggap pungutan yang dilakukan dibilang wajar. "Kami lakukan sampling pemeriksaan warga yang mengajukan PTSL, banyak yang mendukung lurah. Tapi, ada juga yang memberatkan. Sempat mengalami kesulitan dalam menemukan bukti kasus tersebut. Namun untungnya Pokmas yang ditunjuk lurah mempunyai buku pengeluaran dan pemasukan dari hasil dana pungli PTSL itu," ungkapnya. Bahkan di buku itu ada tanda tangan Lurah untuk mengambil uang dari PTSL. Lanjut Reza, ia juga mendapat surat edaran yang disebarkan saat pertemuan awal pengerjaan PTSL. Dalam surat itu, uang pungli yang dikumpulkan diperuntukan untuk pembelian materai, foto copy pemberkasan, pembuatan keterangan waris, makan dan minum, biaya operasional pengukuran tanah, biaya operasional, transportasi, kontrak rumah, koordinasi LSM dan wartawan, honor Pokmas dan honor lurah . "Semua item pembiayaan itu, sudah kami uji dan kami buktikan bahwa hal tersebut sudah di cover BPN," lanjutnya. Dalam kasus ini, Mas'ud memungut rata-rata Rp 2,5 juta per orang dari sekitar 600 peserta PTSL. Mencuatnya kasus dugaan pungli PTSL di Kota Tangsel baru-baru ini, belum ada warga yang berani melapor ke kejaksaan. Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Tangsel, Agung Purwoto mengatakan, sampai saat ini belum ada laporan warga mengenai kasus pungli PTSL. “Sampai sampai ini kami belum menerima laporan mengenai kasus pungli PTSL tersebut, kalaupun memang ada nantinya akan ada bagian khusus yang akan menyelidiki tentang permasalahan tersebut,” ujarnya, Selasa (12/2). Sementara itu, tahun ini, BPN Kabupaten Tangerang menargetkan 37.000 sertifikat untuk 21 desa melalui PTSL. Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Riduan, mengatakan, untuk gelombang kedua di 2019 telah dilakukan proses sosialisasi di seluruh balai desa. “Memang yang hadir terbatas, mungkin ada sebagian masyarakat yang tidak sempat datang karena bekerja. Ke depan kita lakukan di tingkat RT/RW,” katanya kepada Tangerang Ekspres melalui sambungan seluler, Selasa (12/2). Ketika ditanyai akan peluang pencalaon serta pengutan liar (pungi) atas jasa telah diterbitkan sertifikat tanahnya, Riduan menegaskan BPN tidak memungut biaya apa pun. “Di BPN tidak ada pungutan apa pun, tidak ada calo. Hanya, kita bermitra dengan kelurahan/desa untuk mengakomodir masyarakat yang ikut PTSL melalui para RT/RW. Laporkan ke polisi jika ada pungli,” jelasnya. (mg-9/mg-10)
Sumber: