Dukcapil Kabupaten Tangerang, Kekurangan Blanko KTP-el

Dukcapil Kabupaten Tangerang, Kekurangan Blanko KTP-el

TIGARAKSA-Kebutuhan blanko Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) di Kabupaten Tangerang mencapai 10 ribu per minggu. Namun, kuota yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hanya 4.000 keping. Sehingga, jatah tiap pekannya masih kurang 6.000 persen. Kepala Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Tangerang, Syafrudin mengatakan, kekurangan blanko KTP-el disebabkan tak dipenuhinya usulan blanko KTP-el Kabupaten Tangerang oleh pusat. Sehingga didapat rasio perbandingan antara blanko yang tersedia dan warga yang mengurus KTP-el 1:3. Atau, hanya satu penduduk yang mendapat KTP-el dengan berbanding tiga orang yang tidak dapat blanko KTP-el. "Mengajuakn 100 ribu blanko untuk 2019, pusat menyanggupi dengan catatan per minggu empat ribu blanko. Angka 100 ribu itu berpatokan pada masyarakat yang siap cetak. Hanya realiasasi saja yang belum," katanya saat ditemui di Pendopo Bupati, kemarin. Menurut Syafrudin, berpatokan kepada data yang masuk kategori Print Ready Record (PRR) atau catatan siap cetak, didapat sebanyak sekitar 50 ribu orang. Masyarakat yang masuk data PRR hanya baru melaklukan perekaman atau hanya memiliki Surat Keterangan (Suket). Syafrudin mengaku dengan kebutuhan blanko e-KTP yang belum tercukupi menyebabkan antrean panjang di Kantor Pelayanan Disdukcapil Kabupaten Tangerang. Hal tersebut berakibat banyaknya peluang untuk pencaloan serta pungutan liar, dimana perilaku masyarakat yang tidak betah dengan antrean menjadi penyebab utama. "Perilaku masyarakat yang tidak ingin mengantre dapat menimbulkan pencaloan serta pungli. Saya ingin antisipasi," lanjutnya. Dirinya mengaku, belum melihat secara langsung akan adanya tindakan pungli ataupun pencaloan di instansi yang dipimpinnya. Selama ini, ia hanya mengetahui dari banyaknya pembicaraan di tengah masyarakat akan adanya praktik jalur cepat untuk pencetakan e-KTP serta pelayanan kependudukan lainnya. Selain itu, Syafrudin mengaku, tidak mengetahui dimana biasanya aktivitas tersebut dilakukan. Padahal sebelum memulai pelayanan, ia selalu mengimbau kepada masyarakat serta petugas untuk tidak melakukan praktik pungli serta pencaloan. "Baik yang menerima ataupun memberi akan dikenakan sanksi. Jujur saja saya belum melihat secara kasat mata dan tidak tahu tempat mereka praktik dimana. Saya tahu dari omongan masyarakat yang sudah menjadi rahasia umum. Saya sampaikan sebelum memulai aktivitas bahwa pelayanan kependudukan gratis tidak dipungut biaya dan hindari perilaku pencaloan," akunya. Untuk mencegah timbulnya tindakan pencaloan serta pungutan liar, Syafrudin mengupayakan adanya Unit Pelaksana Teknis (UPT) serta pelayanan secara online untuk memutus mata rantai antrean panjang di Kantor Pelayanan Disdukcapil. "Pelayanan yang lebih dekat dengan adanya UPT serta online sebenarnya ingin menghindari pencaloan serta pungli," pungkasnya. (mg-10)

Sumber: