Vigit Akui Menyuap Wasit hingga Rp 30 Juta

Vigit Akui Menyuap Wasit hingga Rp 30 Juta

SURABAYA – Pemeriksaan Satgas Antimafia Bola di Jawa Timur terus berlanjut. Kemarin (24/1) giliran Vigit Waluyo diperiksa oleh korps seragam cokelat. Tersangka kasus korupsi dana pinjaman PDAM Delta Tirta Sidoarjo, itu mengakui keterlibatannya dalam match fixing sejumlah kelab. Kemarin Vigit, sampai di gedung Ditreskrimum Polda Jatim sekitar pukul 08.30. Dia dibawa dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas IA Sidoarjo. Setelah sebelumnya, mampir ke rumah sakit (RS) sebentar untuk mengecek kesehatannya. Sebab, dia mengaku sedang tidak enak badan. Pemeriksaan Vigit berlangsung selama 4,5 jam. Sekitar pukul 13.00, dia meminta penyidik untuk memberikan keterangan kepada awak media. Vigit mengaku, akan buka-bukaan terkait keterlibatannya dalam match fixing dan match setting, yang disangkakan penyidik kepadanya. ”Saya minta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia,” kata Vigit memulai percakapan. Dia didampingi oleh kuasa hukumnya Mohammad Sholeh. Kemarin, Vigit mengenakan kemeja berwarna putih. Suaranya tidak terlalu lantang, wajahnya juga pucat. Menandakan bahwa Vigit saat itu memang benar-benar tidak enak badan. Vigit mengonfirmasi tentang adanya kabar bahwa selama ini dia telah dituduh sebagai makelar kemenangan sejumlah kelab. Menurutnya, kecurangan yang dia lakukan hanya berdasarkan kepada kepentingan kelabnya saja. Yakni, PS Mojokerto Putra (PSMP). ”Kami hanya di liga 2, kami cuma untuk kepentingan kelab kita sendiri. Kami bermain sendiri, tidak bermain dengan kepentingan klub lain,” jelasnya. Sebab, tanpa ada kong-kali-kong kelabnya sudah pasti akan dikerjain selama pertandingan. Itu Vigit rasakan selama pertandingan pada 2017. Mencoba untuk bersih, ternyata kelakuan wasit yang seperti itu masih saja terjadi hingga awal 2018 lalu. Hal tersebut, membuatnya harus bermain kotor. ”Pengalaman 2017 lalu itu, kami merasa benar-benar dikerjain. Makanya bagaimana pun caranya, kami tekan wasit untuk setidaknya bisa netral,” jelas Vigit. Nah, untuk mendapatkan kenetralan wasit itu, dia harus menggunakan koneksinya yang ada di komite wasit. Dia memang tidak terlalu kenal banyak. Vigit hanya mengenal orang yang tepat. Di tengah keputus asaan itu, Vigit menghubungi salah satu anggota komite wasit, Nasrul Koto. Setelah membicarakan permasalahannya, Vigit pun diminta untuk menghubungi Mbah Putih, alias Dwi Irianto sebagai Komisi Disiplin (Komdis) PSSI. Dari situ lah, pertandingan PSMP mulai berjalan lancar. ”Beliau (Mbah Putih, Red) tidak jawab apa-apa ketika saya hubungi. Tapi pertandingan kami aman, sudah tidak diganggu perwasitan lagi. Meskipun tanpa memberikan jaminan (uang, Red),” jelasnya. Itu merupakan permintaan pertama yang Vigit lakukan tanpa gratifikasi. Selanjutnya, dia cukup menghubungi Nasrul Koto dan memberikan sejumlah dana, untuk melancarkan pertandingan kelabnya. Menurut Vigit, jumlah uang yang dia berikan tidak banyak. Kisarannya antara Rp 25-50 Juta. Pemberian tersebut, tidak dilakukan berdasarkan satu pertandingan. Tidak juga berdasarkan musim pertandingan yang sedang dilalui kelabnya. Melainkan, setoran rutin yang diberikan Vigit sebagai bentuk terima kasih kelabnya telah dijaga. Tidak berhenti sampai di situ saja. Permasalahan komite wasit, tak hanya berhenti di atasan saja. Untuk benar-benar memastikan kelabnya tidak “dikerjain”, dia benar-benar harus turun ke lapangan. Vigit juga memberikan gratifikasi kepada wasit yang menjaga di setiap pertandingan. Total uang yang diberikan berkisaran antara 25-30 Juta dalam sekali pertandingan. ”Tapi tidak setiap pertandingan kami beri uang, beberapa kali juga sempat kami pressure supaya mereka bisa setidaknya netral. Masalah uangnya mau dibagi para wasit terserah mereka,” lanjut Vigit. Terutama di pertandingan away. Vigit menjelaskan, dia hanya berfokus untuk menang di laga home. Sehingga setidaknya, kelabnya bisa terbebas dari degradasi. ”Pokoknya kelab ini perlu selamat dulu,” tegas Vigit. Vigit juga menjelaskan, selama ini uang yang dipakai berasal dari dana pribadinya. Dia tidak pernah mengambil untung dari kecurangan yang dia lakukan. Sebagai pecinta bola, dia merasa ikut andil dalam ketenaran kelabnya. Dia ingin menghidupkan kelab PSMP yang selama ini mati suri. Tidak hanya itu, Vigit juga ingin membantu beberapa kelab yang masih tertinggal selama ini. Jika ditotal, Vigit mengaku sudah menggelontorkan uang Rp 100-200 miliar untuk itu. ”Awal-awal kami berusaha mencari solusi dulu dengan pribadi. Sekarang ada strategi lain untuk mencari dana tersebut,” terang Vigit. Dia juga mengakui, bahwa dirinya telah membantu PSS Sleman. Terutama ketika masuk ke 8 sampai dengan 4 besar. Meskipun, sebenarnya ada pihak PSSI yang sudah melindungi agar prestasi kelab tersebut terjaga dengan baik. Vigit juga mengakui kondisi tim tersebut yang sedang di atas awan. Dia tidak terkejut jika PSS Sleman bisa dengan mudah memenangkan pertandingan tanpa bantuan. ”Cuman tetap kami titipkan ke komite wasit, supaya tidak diintimidasi oleh pihak lain,” tutur Vigit. Selain Sleman, Vigit juga akui bahwa di pernah membantu Kalteng Putra FC pada pertandingan November lalu. Dia membenarkan bahwa, dirinya dihubungi langsung oleh Andi Darussalam ketika sedang ada pertemuan di sebuah pusat perbelanjaan. Andi meminta Vigit, untuk membantu kemenangan Kalteng. ”Dia (Andi, Red) bilang ke saya, Git tolong bantu. Itu betul sekali, dan tidak bohong,” tegas Vigit. Namun, pertandingan tersebut berakhir dengan kekalahan Kalteng Putra FC. Sebab, saat itu mereka bertemu dengan Semen Padang. Mereka main di kandang Semen Padang, di Sumatera. Wasit yang memimpin jalannya pertandingan pun berasal dari Sumatera. Tak heran jika kemenangan berada di tangan Semen Padang. ”Tapi tetap kalah juga,” kata Vigit. Kuasa Hukum Vigit Mohammad Sholeh, menegaskan bahwa kliennya merasa tidak adil terhadap keputusan Komdis PSSI. Karena Vigit dijatuhi hukuman seumur hidup tidak boleh aktif dalam pertandingan bola di PSSI. Menurutnya, ini merupakan kambing hitam yang dilakukan PSSi, begitu kliennya menyerahkan diri pada akhir 2018 lalu. ”Kenapa Hidayat hanya dihukum 3 tahun? Sedangkan pak Vigit dihukum seumur hidup? Padahal beliau tidak memiliki kelab,” tegasnya. Selain itu, kemarin Wakil Satgas Antimafia Bola Brigjen Pol Krishna Murti juga menjelaskan update yang dilakukan timnya. Pemeriksaan atas Vigit ini, merupakan pengembangan dari penangkapan Dwi Irianto. Kepada polisi, dia menjelaskan Vigit lah mafia yang mendalangi kemenangan PSMP selama ini. ”Satgas jalan terus, sampai kami menemukan hal yang merusak persepak bolaan Indonesia,” tegasnya. Sampai saat ini sudah ada 11 tersangka yang sudah mereka tangkap. Untuk rekonstruksi hukumnya, para tersangka akan dijerat dengan pasal tentang suap, penipuan dan penggelapan, juga tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan tiga aturan tersebut, Krishna mengaku bisa menjebloskan para mafia ke penjara. ”Untuk Satgas wilayah Jawa Timur nanti akan kami serahkan tanggung jawabnya kepada Dirreskrimum Polda Jatim untuk mengurus. Karena sudah banyak juga laporan yang kami terima di Jatim ini,” terang jenderal bintang satu di pundak tersebut. (bin)

Sumber: