Teror Tak Akan Berhenti, Jika Pelaku Tidak Terungkap
Teror di rumah dua pimpinan KPK menegaskan bahwa ancaman terhadap pemberantasan korupsi masih berlanjut. Teror itu pun menjadi momentum untuk mengungkap semua peristiwa teror yang pernah terjadi di KPK selama ini. Catatan Wadah Pegawai (WP) KPK, pelaku semua teror itu sama sekali belum tersentuh. Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap menyebutkan, sedikitnya ada delapan peristiwa yang terjadi sebelum teror bom di rumah Laode M. Syarif dan Agus Rahardjo mencuat. ”Teror terhadap pimpinan KPK merupakan satu kesatuan utuh rangkaian teror terhadap pimpinan, pejabat, dan pegawai KPK yang sampai saat ini tidak kunjung terungkap,” ujarnya. Dari sejumlah teror, peristiwa perusakan mobil milik penyidik Afief Yulian Miftach, perampasan tas dan laptop milik penyidik Surya Tarmiani, serta penyiraman air keras terhadap penyidik Novel Baswedan terbilang paling mencolok. Sebab, teror itu diduga bagian dari upaya menghalangi penyidikan kasus korupsi yang sedang ditangani KPK. Perampasan laptop Surya, misalnya, terjadi ketika KPK menangani kasus suap impor daging yang menyeret anggota Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar kala itu. Perampasan diduga bagian dari upaya pelemahan terhadap Surya yang kebetulan merupakan penyidik dalam kasus tersebut. Sampai saat ini, pelaku perampasan itu belum terungkap. Tak lama dari peristiwa tersebut, teror menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan. Kejadian perampasan laptop dan penyiraman air keras Novel itu hanya berjarak tujuh hari. Berdasar penelusuran Jawa Pos, hubungan Surya dan Novel memang cukup dekat. Namun, dalam kasus suap impor sapi, Novel tidak ikut dalam penyidikan. Novel hanya membantu di tingkat penyelidikan. Sama dengan Surya, penyerangan Novel diduga bagian dari upaya pelemahan KPK. Sebab, di saat bersamaan, Novel merupakan penyidik kasus korupsi kakap kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang menyeret ketua DPR Setya Novanto (Setnov). Saat penyerangan air keras, KPK dalam proses mengajukan surat permohonan pencekalan ke luar negeri terhadap Setnov. Dari rentetan teror-teror itu, pola teror cenderung menggunakan gaya kejahatan jalanan atau street crime. Mulai penggunaan air keras, perampasan, hingga bom molotov. Dengan demikian, patut diduga teror dan ancaman itu dilakukan jaringan kejahatan yang sama. Atau paling tidak saling berkaitan antara satu jaringan pelaku dan yang lain. ”Saya bisa saja berspekulasi (tentang jaringan, Red). Tapi, saya pikir tidak tepat kalau di awal-awal (penanganan kasus teror pimpinan, Red) saya sampaikan spekulasi,” kata Novel Baswedan saat ditanya soal dugaan siapa pelaku di balik rentetan teror terhadap KPK. Menurut Novel, untuk membuktikan dugaan-dugaan itu, diperlukan upaya ekstra dari pemerintah. Bukan hanya kepolisian, presiden selaku kepala negara juga harus memiliki komitmen yang kuat untuk mengungkap semua teror di KPK. ”Tentu perlindungan terbaik (bagi KPK) apabila ada serangan kemudian langsung diungkap,” paparnya. Mantan ketua WP KPK itu menuturkan, teror-teror yang dipaparkan sejauh ini masih sebagian. Di luar itu, masih banyak intimidasi dan berbagai teror yang dialami pegawai KPK. Nah, dari semua rentetan tersebut, Novel yang menjadi korban penyiraman air keras 11 April 2017 itu mengharapkan adanya kejelasan terkait pengungkapan pelaku. ”Siapa pun pelakunya harus diungkap, karena menyerang dengan pola begini (street crime, Red) suatu hal yang sangat luar biasa, bukan hal yang biasa,” ungkapnya. Novel pun meyakini bahwa penyerangan terhadap pegawai dan pimpinan KPK bakal kembali terjadi bila pengungkapan pelaku oleh pihak berwajib tidak dilakukan secara maksimal. ”Saya merasa penyerangan ini (terhadap KPK) belum berhenti ya, dan penyerangan ini bukan penyerangan kepada pribadi-pribadi, ini adalah serangan kepada KPK,” ucap suami Rina Emilda tersebut. (jpg)
Sumber: