Kasus Dana Hibah, Menpora akan Dipanggil
JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap dana hibah dari pemerintah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Namun, sampai saat ini, KPK belum merencanakan pemanggilan terhadap Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, kendati pada Kamis (3/1), penyidik telah meminta keterangan staf pribadi Nahrawi, Miftahul Ulum. "Kalau dibutuhkan nanti oleh penyidik tentu akan dilakukan pemanggilan." kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Ahad (6/1). Febri mengatakan, Menpora sudah menyatakan kesiapannya untuk memenuhi panggilan KPK jika diperlukan. Ia menjelaskan, Menpora juga bersedia menjelaskan hal-hal yang diketahuinya secara lengkap dan akan membawa dokumen pendukung. Dari penyidikan sejauh ini, KPK telah mengidentifikasi peruntukan dana hibah yang dikucurkan kepada KONI akan digunakan untuk pembiayaan Pengawasan dan Pendampingan (wasping). Febri menjelaskan, dana hibah dari Kempora tersebut dialokasikan KONI untuk penyusunan instrumen dan pengelolaan database berbasis Android bagi atlet berprestasi dan pelatih berprestasi multievent internasional dan penyusunan instrumen evaluasi hasil monitoring dan evaluasi atlet berprestasi menuju SEA Games 2019. "Selain itu untuk penyusunan buku-buku pendukung Wasping Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional," kata Febri. KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka terkait bantuan penyaluran pemerintah melalui Kementrian Pemuda dan Olahraga kepada KONI tahun anggaran 2018. Mereka yang diduga sebagai pemberi adalah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Jhonny E. Mereka yang diduga sebagai penerima adalah Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kementerian Pemuda dan Olahraga Eko Triyanto. Adhi dan Eko diduga menerima pemberian sekurang-kurangnya Rp318 juta dari pejabat KONI terkait hibah Pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora. Mulyana disinyalir menerima uang dalam bentuk ATM dengan saldo sekitar Rp 100 juta. KPK juga menduga, sebelumnya Mulyana telah menerima pemberian-pemberian lainnya dari Jhoni. Ia disebut menerima satu unit mobil Toyota Fortuner (April 2018), uang Rp 300 juta (Juni 2018 ), dan satu unit Samsung Galaxy Note 9 (September 2018). Kemenpora mengalokasikan dana hibah untuk KONI sebesar Rp 17,9 miliar. Di tahap awal, diduga KONI mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut. Diuga pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai "akal-akalan" dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya. Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp 3,4 miliar. Atas perbuatannya, Ending dan Jhony disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara sebagai pihak yang diduga penerima, Mulyana disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 123 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Untuk Adhi Purnomo dan Eko disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(rep)
Sumber: