BJB NOVEMBER 2025

Sekolah Ramah Anak, Bukan Sekadar Ucapan

Sekolah Ramah Anak, Bukan Sekadar Ucapan

RAMAH ANAK: SMPN 1 Legok menerapkan sekolah ramah anak agar siswa nyaman dan aman saat berada di sekolah.(Randy/Tangerang Ekspres)--

TANGERANGEKSPRES.ID, TANGERANG — Sekolah ra­mah anak menjadi fokus se­kolah. Ini agar siswa tetap nya­man dan senang saat me­reka mengikuti kegiatan belajar di sekolah. 

Sekolah ramah anak wajib ada. Ini untuk menepis keta­kutan siswa jika bersekolah adalah hal yang mengerikan dan menakutkan. Saat ini se­kolah yang ada terus berupaya untuk bisa memberikan rasa nyaman kepada siswa. Mem­buat siswa merasa nyaman dan aman dalah hal yang pen­ting di­lakukan sebagai bentuk ke­pedulian kepada siswa. De­ngan sekolah yang nyaman dan aman, siswa bisa terus bertumbuh dan semangat da­lam mengikuti akti­vitas be­lajar.

Kepala SMPN 1 Legok Nur­aenun mengatakan, sekolah­nya sudah menerapkan sekolah ramah anak. Penerapan ini  mengacu kepada kurikulum merdeka yang saat ini diguna­kan dalam menciptakan se­kolah yang membuat nyaman siswa.

”Penerapan sekolah ramah anak bukan hanya ucapan se­mata. Artinya harus di jalan­kan bagai­mana kita mem­beri­kan pendidik­an, yang membuat siswa senang dan juga siswa tidak tertekan saat diberikan pendidikan. Sejauh ini, minat anak yang ingin masuk ke SMPN 1 Legok sangat banyak. Ini karena kita memberikan pen­didikan yang berkualitas dan mem­buat siswa senang,” ujarnya kepada Tangerang Ekspres, Selasa (4/11).

Nuraenun menambahkan, para guru juga mengajar sudah sesuai dengan kurikulum. Se­lain itu, para guru juga mem­punyai kuali­tas dan juga krea­tivitas dalam memberikan pen­didikan kepada siswa. Bah­kan, banyak siswa se­nang dengan cara guru mengajar.

”Alhamdulillah, guru yang meng­ajar di sini banyak di senangi siswa. Mereka dekat dan cara memberikan materi siswa bisa menerima. Bahkan, para guru menjadi sahabat para siswa se­hingga tujuan sekolah ramah anak mencapai tujuan,” paparnya.

Ia menjelaskan, ketika siswa ada permasalahan, pihak guru tidak langsung melakukan tin­dakan, melainkan  diajak bicara untuk mendalami kena­pa siswa tersebut bermasalah. Sehingga tahu bagaimana me­nanganinya.

”Kita harus bisa menjadi ba­gian dari siswa dan kita tidak boleh membedakan. Sehingga siswa merasa nyaman dan aman ketika mereka di sekolah. Yang terpen­ting, siswa bisa terbuka dengan apa yang me­reka rasakan,” tu­tupnya.(ran)

Sumber: