30 Perusahaan di Banten Tutup
WAWANCARA: Kepala Disnakertrans Banten Septo Kalnadi saat diwawancarai awak media di Pendopo Gubernur Banten, Senin (1/12).(Syirojul Umam/Tangerang Ekspres)--
TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten mencatat, hingga November terdapat lebih dari 30 perusahaan di Banten telah mengajukan permohonan rekomendasi penutupan atau penghentian kegiatan usaha.
Kepala Disnakertrans Banten, Septo Kalnadi mengatakan jumlah perusahaan yang tutup bisa lebih banyak jika disandingkan dengan data dari setiap kabupaten/kota yang ada di Banten.
”Yang saya tandatangani rekom (rekomendasi penutupan-red) satu tahun ini lebih dari 30 perusahaan. Data lengkapnya ada di masing-masing kabupaten/kota,” katanya, Senin (1/12).
Ia menjelaskan, perusahaan yang tutup lebih banyak berasal dari sektor perdagangan dan jasa termasuk usaha kecil dan menengah (UKM) seperti alat mebeler (furnitur). Sementara itu, untuk perusahaan berskala besar yang sudah terbuka (Tbk.), proses penutupan atau penghentian operasinya membutuhkan persetujuan pemegang saham dan prosedur yang lebih kompleks.”Kebanyakan sektor perdagangan dan jasa. Kalau yang perusahaan besar karena dia sudah terbuka jadi kalau tutupnya harus lewat pemegang saham dan sebagainya,” ujarnya.
Adapun alasan penutupan itu didasari oleh berbagai faktor, bukan karena upah minimum yang tinggi, melainkan seperti lesunya permintaan pasar, indisipliner, hingga perusahaan tidak mampu bertahan menghadapi kondisi ekonomi saat ini yang lamban.
”Seperti satu perusahaan di Tangerang dia bikin mobil box ternyata peminatnya kurang, jadi tutup, bukan karena upah minimum,” ujarnya.
Tak hanya itu, Septo mengaku terdapat perusahaan alas kaki yang memindahkan pabrik dari Banten ke Jawa Tengah, namun kenyataannya perusahaan itu mendapat kendala. Yaitu tingkat kegagalan quality control (QC) di pabrik baru mencapai 30 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan ketika beroperasi di Tangerang yang hanya 4 persen.
”Teman-teman di perusahaan mengatakan bahwa di sana (Jawa Tengah-red) okeh upah buruh murah, tapi mereka menghadapi kendala produktivitas belum sesuai dengan yang diharapkan perusahaan,” ungkapnya.
Diketahui, penutupan perusahaan di Banten itu juga menyumbang angka pemutusan hubungan kerja (PHK), yang tercatat 6.863 pekerja di Banten terdampak PHK sepanjang Januari-Oktober 2025.
Sebelumnya, Ketua Tim Kerja Statistik Sosial BPS Provinsi Banten, Adam Sofian mengatakan pada periode Agustus 2025 jumlah pengangguran di Banten mencapai 412,36 ribu orang.
Jumlah tersebut menunjukkan adanya penurunan tipis sebesar 2,40 ribu orang jika dibandingkan dengan periode yang sama pada Agustus 2024.
Adapun komposisi angkatan kerja pada Agustus 2025 terdiri dari 5,76 juta orang penduduk yang bekerja dan 412,36 ribu orang pengangguran.
Dari jumlah penduduk yang bekerja mengalami penurunan sebanyak 42,00 ribu orang dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, total angkatan kerja juga berkurang sebanyak 44,40 ribu orang.”Apabila dibandingkan Agustus 2024, jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk bekerja, dan pengangguran masing-masing berkurang sebanyak 44,40 ribu orang, 42,00 ribu orang, dan 2,40 ribu orang,” katanya.(mam)
Sumber:


