Ratusan Kasus HIV Ditemukan di Kota Serang, Mayoritas dari Kelompok Gay
WAWANCARA: Sekretaris KPA Kota Serang, Teja Ratri saat memberikan keterangan usai rapat Koordinasi Komisi Penanggulangan AIDS di Hotel Puri Kayana, Selasa (18/11).-Aldi Alpian Indra-Tangerang Ekspres
TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Serang mencatat penemuan 147 kasus baru HIV sepanjang Januari hingga Oktober 2025. Temuan tersebut menambah jumlah kumulatif kasus HIV di Kota Serang yang kini mencapai 405 kasus selama Kota Serang berdiri. Dari keseluruhan data populasi kunci, kelompok laki-laki suka laki-laki (LSL) tercatat sebagai penyumbang kasus terbanyak.
Sekretaris KPA Kota Serang, Teja, mengungkapkan bahwa meskipun prevalensi HIV di Kota Serang terus menurun dalam tiga tahun terakhir, namun penambahan kasus baru masih perlu menjadi perhatian serius. “Tiga tahun lalu prevalensinya berada di angka 1 persen, kemudian turun menjadi 0,8 persen, dan hingga Oktober 2025 berada di 0,7 persen,” ujarnya usai rapat Koordinasi Komisi Penanggulangan AIDS di Hotel Puri Kayana, Selasa (18/11).
Menurut Teja, terdapat delapan populasi kunci yang menjadi sasaran pengawasan. Di antaranya adalah LSL, waria, pekerja seks perempuan (WPS), ibu hamil, serta warga binaan lembaga pemasyarakatan. Dari seluruh populasi itu, LSL menjadi kelompok dengan jumlah kasus paling dominan. “Jumlah LSL yang terdata kurang lebih mendekati 200 orang. Tidak semuanya warga Kota Serang, sebagian adalah pendatang, namun mereka tetap tercatat karena mengakses layanan di Serang,” jelasnya.
Kasus HIV ditemukan di seluruh wilayah kecamatan, namun konsentrasi terbesar berada di Kecamatan Serang. Teja menjelaskan bahwa data tersebut merupakan akumulasi sejak Kota Serang berdiri, sehingga angka kasus tertinggi mengikuti wilayah dengan mobilitas dan aktivitas masyarakat lebih padat.
Meski prevalensi menurun, Teja menyebut penularan masih terjadi karena sejumlah faktor. “Pertama, gaya hidup. Kedua, cara pandang terhadap agama dan kepercayaan. Dan ketiga, adanya penderita yang tidak mengakses pengobatan sehingga berpotensi menularkan pada pasangan atau kontak seksualnya,” katanya.
Salah satu persoalan krusial adalah masih banyak orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang belum atau tidak rutin mengakses pengobatan antiretroviral (ARV). Berdasarkan data KPA, sekitar 15 persen ODHA di Kota Serang putus berobat.“Beberapa merasa tidak nyaman saat datang ke layanan kesehatan. Ada yang tersinggung, merasa sensitif, atau mengeluhkan efek samping obat. Tim penelusuran kami terus bekerja, tapi memang ada yang menghilang dan tidak kembali,” jelas Teja.
Ia menegaskan bahwa tanpa pengobatan rutin, risiko penularan akan semakin besar. Selain itu, kondisi kesehatan penderita juga dapat menurun drastis jika terapi ARV dihentikan secara sepihak.
Dalam kegiatan yang dipimpin oleh Asisten Daerah II Kota Serang Yudi Suryadi, KPA juga membahas rencana kerja dan rencana aksi untuk lima tahun mendatang. Rencana tersebut memuat peta jalan langkah penanggulangan HIV/AIDS di Kota Serang, mulai dari pencegahan hingga perawatan.“Fokusnya adalah menyusun langkah-langkah konkret. Ada beberapa prioritas: mengurangi penyebaran HIV/AIDS, meningkatkan kualitas hidup ODHA, serta mengurangi stigma dan diskriminasi,” ujar Yudi.
Ia menyebutkan beberapa strategi pencegahan yang akan diperkuat, antara lain; Kampanye kesadaran HIV melalui media sosial, sekolah, dan komunitas, peningkatan akses tes HIV sukarela dan konseling, program pencegahan yang ditujukan khusus untuk kelompok berisiko tinggi.
Sementara untuk aspek pengobatan dan perawatan, KPA mendorong perluasan layanan HIV di puskesmas dan rumah sakit, serta memastikan monitoring dan evaluasi berjalan secara rutin.
Yudi menegaskan bahwa stigma menjadi salah satu penyebab terbesar mengapa banyak penderita tidak mau memeriksakan diri atau melanjutkan pengobatan. “Banyak yang takut ketahuan, takut dikucilkan. Padahal penanganan dini sangat penting,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa HIV bukan hanya menyerang orang dewasa. Penularan dari ibu ke anak masih menjadi risiko yang perlu diwaspadai jika ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan kesehatan.
Yudi menilai masyarakat dan keluarga perlu terlibat aktif dalam mendukung upaya pencegahan dan pengobatan. Apalagi fasilitas kesehatan di Kota Serang terbilang memadai. “Puskesmas dan rumah sakit banyak. Akses tidak sulit. Yang penting kesadaran dan keberanian untuk memeriksakan diri,” ujarnya. (mg-8/and)
Sumber:
