JAKARTA - Permintaan rempah-rempah cukup tinggi. Kementerian Pertanian (Kementan) pun berupaya menggenjot kualitas dan produksinya demi memenuhi permintaan ekspor. Sekretaris Jenderal Kementan, Syukur Iwantoro, mengatakan, produk berkualitas rempah-rempah harus dilakukan secara berkelanjutan. Ini demi memenuhi permintaan tinggi terhadap produk rempah. "Setiap negara dan mitra dagang harus mengikuti sistem permintaan ini, termasuk Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar rempah-rempahan di dunia," ujarnya saat membuka acara Expert Meeting on Sustainable Spices in Indonesia di Aston Kuningan Suites, Jakarta. Kebutuhan akan produk maupun pengembangan rempah-rempahan yang berkelanjutan, disebut Syukur sudah sangat dipahami para pelaku industri rempah Indonesia. Sistem yang berkelanjutan ini diadopsi dalam peningkatan kualitas, garansi keamanan pangan, dan kebutuhan lainnya yang diharapkan bisa meningkatkan posisi tawar para petani rempah. Sebagai pemerintah, sudah menjadi tugas kami untuk memastikan para petani kecil mendapatkan akses terhadap teknologi maju, peningkatan kualitas dan keamanan, akses terhadap jasa perbankan, dan akses pemasaran. Untuk itu, kami siap bekerja sama dan berkolaborasi dengan SSI (Sustainable Spices Initiative) Indonesia, tegas Syukur. Saat ini banyak petani kecil yang masih menggantungkan hidupnya kepada industri rempah. Akan tetapi, pamor rempah tanah air sempat menurun lantaran diserang beragam isu negatif. Di antaranya produk yang dihasilkan menggunakan bahan kimia yang berlebih. Belum lagi isu mempekerjakan anak serta permainan harga yang membuat tren nilainya menurun. Seperti dua tahun terakhir, pemerintah sudah membangun jaringan untuk mengimplementasikan sistem yang menjamin kualitas dan keamananan produk pala, ungkapnya. Olehnya meningkatkan kualitas rempah pemerintah menerapkan sistem SSI. Ini demi menjaga kualitas dan keberlanjutan potensi rempah itu bisa dipastikan berjalan efektif. Di hadapan investor dan para pelaku usaha rempah, Syukur juga menyebutkan ide untuk menjalankan SSI di Indonesia pertama kali mulai didiskusikan saat dirinya mengunjungi Belanda pada Oktober tahun lalu. "Dalam pertemuan dengan pelaku industri rempah Belanda, kita mencari solusi untuk meningkatkan kualitas, serta menguatkan kemitraan antara petani dan pelaku pasar rempah," katanya. SSI sendiri adalah konsorsium internasional yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di komoditas rempah dan herbal. Syukur memandang bahwa perusahaan yang tergabung dalam SSI telah berkomitmen untuk memastikan produksi dan rantai pasok berjalan secara berkelanjutan. Kami mengharapkan tujuan dan semangat yang sama dapat menjadi fondasi untuk keberlangsungan SSI di Indonesia, sebut Syukur. Lebih lanjut, Syukur menyebutkan bahwa rempah Indonesia memiliki banyak keunggulan seperti aroma kuat, produksi besar, dan harga terjangkau. Indonesia saat ini telah mendaftarkan sembilan produk rempah sebagai indikasi geografis (IG). Lembaga Statistik Uni Eropa Eurostat menyebutkan Indonesia masih memegang peranan besar dalam menyuplai kebutuhan rempah, seperti pala, bunga pala, dan kapulaga. Indonesia hingga saat ini masih mendominasi pasar rempah Uni Eropa. Total nilai ekspor rempah kita ke Uni Eropa mencapai USD 39,7 juta pada tahun 2017, jelas Syukur. (rdi/fin)
Indonesia Masih Mendominasi Pasar Uni Eropa, Pemerintah Genjot Produksi Rempah
Sabtu 01-12-2018,03:04 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :