Melihat Olimpiade Madrasah Indonesia (OMI) di Kota Tangerang, Dari Tangerang, Semangat Menghidupkan Kejayaan I
Wali Kota Tangerang Sachrudin, memberikan cindera mata karya siswa madrasah di Kota Tangerang kepada Menteri Agama, Nasaruddin Umar usai penutupan gelaran OMI, di Asrama Haji, Grand Elhajj, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Kamis, (13/11).--
TANGERANGEKSPRES.ID, Masa keemasan Islam pernah ada dan berkembang. Kini, berabad-abad kemudian, semangat itu kembali dihidupkan —bukan di Timur Tengah, melainkan di Kota Tangerang, melalui ajang Olimpiade Madrasah Indonesia (OMI).
Di masa Kekhalifahan Abbasiyah, berdiri sebuah pusat ilmu pengetahuan Islam: Baitul Hikmah. Dari madrasah inilah, cahaya pengetahuan menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Itulah yang diungkapkan Menteri Agama, Nasaruddin Umar, saat penutupan acara OMI di Asrama Haji Grand Elhajj, Cipondoh, Kamis (13/11/2025).
“Islam tidak pernah memisahkan ilmu pengetahuan dan agama. Sejak masa Rasulullah, teknologi sudah menjadi bagian dari perjuangan intelektual dan spiritual seorang Muslim,” ujarnya dengan nada penuh semangat.
Nasaruddin mengingatkan, sejarah mencatat betapa tokoh-tokoh Islam menjadi fondasi peradaban modern. Jabir bin Hayyan dikenal sebagai Bapak Ilmu Kimia. Al-Khawarizmi, sang ahli matematika yang namanya diabadikan dalam istilah algorithm. Nashiruddin Ath-Thusi meletakkan dasar ilmu fisika modern, sementara Ibnu Sina menulis karya monumental Al-Qanun fi al-Tibb yang menjadi rujukan kedokteran dunia berabad-abad lamanya.
“Ilmu-ilmu murni itu lahir dari hasil kontemplasi dan keikhlasan para ulama,” kata Nasaruddin. “Baitul Hikmah adalah madrasah sejati—universal, lintas agama, lintas budaya—dan tidak mengenal sekat antara ilmu agama dan ilmu dunia,” katanya.
Dalam pandangan Nasaruddin, penyelenggaraan OMI bukan sekadar ajang kompetisi. Ia adalah upaya untuk mewarisi semangat keilmuan Islam klasik yang berpadu dengan nilai spiritualitas. Madrasah, katanya, harus menjadi pelopor inovasi teknologi yang tetap berlandaskan akhlak dan adab.
“Teknologi dan nilai keagamaan harus berjalan beriringan. Siswa madrasah harus menjadi pelopor inovasi, menguasai sains dan teknologi tanpa meninggalkan kemaslahatan umat,” tegasnya.
Baginya, Islam tidak hanya bicara tentang syariah, tetapi juga tentang bagaimana manusia mengelola kehidupan dengan ilmu. Dalam setiap penemuan dan penelitian, terdapat nilai ibadah jika dimaknai untuk kemajuan dan kesejahteraan umat.
Nasaruddin juga mengutip pesan bijak Sayyidina Ali bin Abi Thalib:
“Didiklah anakmu dengan ilmu yang berbeda dari ilmu yang diajarkan kepadamu, karena mereka akan hidup di zaman berbeda dengan dirimu.”
Pesan itu, menurutnya, menjadi pengingat bahwa pendidikan madrasah harus visioner dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Tantangan era digital tidak cukup dijawab dengan kemampuan teknis semata, tetapi juga dengan kecerdasan moral dan spiritual.
“Tujuan pendidikan madrasah bukan sekadar menghasilkan generasi yang pandai mengoperasikan teknologi, tetapi juga yang mampu menavigasi dan memanfaatkannya demi kemanusiaan,” ujarnya.
Menariknya, Nasaruddin juga menyinggung kisah Rasulullah SAW yang pernah memuji seorang anak muda di Madinah karena membawa lampu yang sangat terang—sesuatu yang belum pernah ada pada masa itu. Bagi Nasaruddin, apresiasi Nabi terhadap inovasi sederhana itu menjadi simbol betapa Islam selalu menghargai ilmu dan teknologi.
Sumber:


