Bawang putih menjadi bumbu dasar paling utama. Kini harganya yang mencapai Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu per kilogram sehingga membuat para ibu rumah tangga berteriak. Ternyata bawang putih yang selama ini digunakan masyarakat tanah air merupakan barang impor berasal dari Tiongkok.
Bukan hanya soal impor, rantai distribusi yang terlalu panjang, ditambah lagi tradisi menjelang puasa, membuat bawang putih semakin mahal. Pedagang skala besar di pasar induk Kramat Jati, Choirul Piliang mengungkapkan tiga alasan utama penyebab bawang putih kating naik drastis.
Pertama, karena harga bawang putih di Tiongkok memang sedang naik. Sehingga mau tidak mau, produk impor ini juga ikut naik saat sampai ke tangan konsumen di Indonesia.
"Harga dari Tiongkok memang sudah naik sedangkan panen barunya belum masuk ke Indonesia. Panen baru di Tiongkok baru akan terjadi saat awal puasa atau beberapa hari menjelang puasa," tegas Chairul di lokasi, Kamis (4/5).
Seluruh jenis bawang putih yang tersedia dari mulai kating, honan, hingga bawang putih kecil adalah impor dari Tiongkok. Indonesia hanya mampu menghasilkan 1 persen dari jumlah bawang putih impor.
Alasan kedua, kenaikan harga bawang putih disebabkan bongkar muat kontainer pengiriman kini dilakukan di pelabuhan Surabaya sejak tahun 2017. Padahal sebelumnya dilakukan di Tanjung Priok, Jakarta. Alasannya, bongkar muat pelabujan Tanjung Priok sudah overload atau kelebihan kapasitas.
"Ongkos dari Surabaya itu mahal. Harusnya kontainer bongkar di Jakarta saja. Per kilogram kami dibebankan ongkos Rp 1000. Dulu di Tanjung Priok sudah puluhan tahun. Sekarang diubah dengan alasan overload. Jadi masalah tambah ongkos," tukasnya.
Chairul meminta agar pemerintah mampu mengatasi masalah overload di Tanjung Priok dan kembali memindahkan pengiriman ke lokasi asal di Tanjung Priok. Selain itu, kata dia, pemerintah semestinya memberikan pengeluaran subsidi untuk truk barang agar memerbaiki jalan rusak. Selama ini bawang putih diangkut dengan kereta lalu menggunakan truk sampai tiba di pasar induk Kramat Jati.
Alasan terakhir yaitu terlalu panjangnya rantai distribusi, membuat harga bawang putih semakin tinggi. Butuh waktu 2-3 hari untuk barang sampai ke pasar induk karena bongkar muat dilakukan di Surabaya. Belum lagi ongkos yang harus ditanggung pedagang bawang putih menambah mahalnya harga komiditi ini.
"Barang enggak bisa langsung sampai seperti jika bongkar muatnya di Tanjung Priok hanya hitungan 2-3 jam. Belum lagi jika ada kerusakan dibebankan ke kami. Padahal jika dilakukan di Tanjung Priok kan bisa jadi tambahan anggaran bagi DKI," tukasnya.
Dari sejumlah permasalahan tersebut, kabar baiknya masyarakat diminta bersabar hingga awal puasa. Sebab panen di Tiongkok akan terjadi dalam beberapa pekan ke depan. Di awal puasa diprediksi akan kembali mendekati normal di kisaran Rp 30 ribu per kilogram. (cr1/JPG)