JAKARTA- Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menanggapi keluhan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengenai hubungannya dengan Megawati Soekarno Putri yang masih menyisakan jarak. Hasto sebut, keluhan SBY ini merupakan kebiasaan musiman jelang pemilihan umum. Ia juga meminta semua pihak untuk melihat rekam jejak Mantan Pangdam Sriwijaya itu di masa lalu. Bahkan, menurut Hasto, keluhan musiman SBY terselip harapan untuk mensukseskan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono. "Seluruh pergerakan politik Pak SBY adalah untuk anaknya, sementara Ibu Megawati jauh lebih luas dari itu. Ibu Mega selalu bicara untuk PDI Perjuangan; untuk Pak Jokowi; untuk rakyat, bangsa dan negara, sementara Pak SBY selalu saja mengeluhkan hubungan itu," ucap Hasto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (26/7). Ia menegaskan bahwa gagal tidaknya Partai Demokrat berkoalisi dengan partai politik pemerintah, lebih karena kalkulasi rumit yang dilakukan SBY, di mana hanya fokus pada masa depan AHY. "Jadi sebaiknya pemimpin itu bijak, kalau tidak bisa berkoalisi dengan Pak Jokowi karena sikapnya yang selalu ragu-ragu, ya sebaiknya introspeksi dan jangan bawa nama Ibu Mega seolah sebagai penghalang koalisi tersebut. Sekiranya Pak SBY mendorong kepemimpinan Mas AHY secara alamiah terlebih dahulu, mungkin sejarah bicara lain," paparnya Ia pun mengingatkan momen jelang Pilpres tahun 2004 di mana saat itu SBY menyatakan diri sebagai orang yang dizolimi. "Secara psikologis, seharusnya yang menzolimi itu yang merasa bersalah, tetapi kenapa ya Pa SBY justru nampak sebagai pihak yang merasa bersalah dan selalu menuduhkan hal yang kurang pas tentang Ibu Mega?" cetusnya. Terakhir, Hasto juga menceritakan momen pencapresan tahun 2014. Ketika itu ada salah satu Ketua Umum Partai yang mendesak Megawati agar bertemu SBY guna memastikan kemenangan Pak Jokowi. "Ibu Megawati menegaskan bahwa Pak Jokowi akan menang karena dukungan rakyat. Sekiranya pertemuan saya dengan Pak SBY dianggap sebagai faktor utama kemenangan Pak Jokowi, maka kasihan rakyat yang telah berjuang. Banyak rakyat kecil yang iuran 20-50 ribuan untuk Pak Jokowi. Masak dukungan rakyat yang begitu besar untuk kemenangan Pak Jokowi kemudian dinihilkan hanya karena pertemuan saya," kata Hasto menirukan ucapan Megawati saat itu. ================== Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut bawa perasaan (baper). Reaksi ini muncul dari Wasekjen PPP Achmad Baidowi merespons pernyataan SBY yang merasa ada penghalang untuk koalisi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Jadi elite politik itu jangan terlalu baper. Karena kalau sudah diawali dengan baper, maka tidak akan bisa menerima ucapan pihak lain dengan pikiran yang positif. Bawaannya negative thinking terus dengan orang lain," tegasnya ditemui INDOPOS di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (26/7). Seperti diberitakan sebelumnya, SBY menerangkan, sebelum pilihannya jatuh ke koalisi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dirinya sudah berupaya mendekati Jokowi, namun itu gagal lantaran dirinya merasakan ada pembatas yang menghalangi Demokrat bergabung dalam koalisi Jokowi. Tanpa mau menyebut pihak mana yang menjadi penghalang Demokrat berkoalisi, SBY dalam kesempatan jumpa pers di kediamannya di Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan, Rabu (25/7) malam, juga menyebut masih adanya jarak dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri serta mengecam komentar Ketua Umum PPP Romahurmuzy bahwa tak jadinya Demokrat bergabung ke Jokowi lantaran nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) gagal menjadi cawapresnya Jokowi."Sesama ketua umum partai tak perlulah ancam-mengancam," ujar Baidowi. Senada disampaikan Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.Dirinya menyebut, keluhan SBY mengenai hubungannya dengan Megawati Soekarno Putri yang masih menyisakan jarak merupakan kebiasaan musiman jelang pemilihan umum. Ia juga meminta semua pihak untuk melihat rekam jejak mantan Pangdam Sriwijaya itu di masa lalu. Bahkan, menurut Hasto, keluhan musiman SBY terselip harapan untuk menyukseskan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). "Seluruh pergerakan politik Pak SBY adalah untuk anaknya, sementara Ibu Megawati jauh lebih luas dari itu. Ibu Mega selalu bicara untuk PDI Perjuangan; untuk Pak Jokowi; untuk rakyat, bangsa dan negara, sementara Pak SBY selalu saja mengeluhkan hubungan itu," ucap Hasto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (26/7). Ia menegaskan bahwa gagal tidaknya Partai Demokrat berkoalisi dengan partai politik pemerintah, lebih karena kalkulasi rumit yang dilakukan SBY, karena hanya fokus pada masa depan AHY. "Jadi sebaiknya pemimpin itu bijak, kalau tidak bisa berkoalisi dengan Pak Jokowi karena sikapnya yang selalu ragu-ragu, ya sebaiknya introspeksi dan jangan bawa nama Ibu Mega seolah sebagai penghalang koalisi tersebut. Sekiranya Pak SBY mendorong kepemimpinan Mas AHY secara alamiah terlebih dahulu, mungkin sejarah bicara lain," paparnya Ia pun mengingatkan momen jelang Pilpres 2004, saat itu SBY menyatakan diri sebagai orang yang didzalimi. "Secara psikologis, seharusnya yang mendzalimi itu yang merasa bersalah, tetapi kenapa ya Pak SBY justru tampak sebagai pihak yang merasa bersalah dan selalu menuduhkan hal yang kurang pas tentang Ibu Mega?" ungkapnya. Hasto juga menceritakan momen pencapresan 2014. Ketika itu ada salah satu ketua umum partai yang mendesak Megawati agar bertemu SBY guna memastikan kemenangan Pak Jokowi. "Ibu Megawati menegaskan bahwa Pak Jokowi akan menang karena dukungan rakyat. Sekiranya pertemuan saya dengan Pak SBY dianggap sebagai faktor utama kemenangan Pak Jokowi, maka kasihan rakyat yang telah berjuang. Banyak rakyat kecil yang iuran 20-50 ribuan untuk Pak Jokowi. Masak dukungan rakyat yang begitu besar untuk kemenangan Pak Jokowi kemudian dinihilkan hanya karena pertemuan saya," kata Hasto menirukan ucapan Megawati saat itu. Terpisah, pengamat politik Indonesia Public Institute (IPI) Jerry Massie menduga pernyataan SBY bahwa ada penghalang dari partai koalisi Jokowi ditujukan kepada Megawati dan PDIP. "Meski tercatat sudah lima kali pertemuan antara SBY dan Jokowi, hubungan yang tak harmonis antara SBY dan Mega sangat mungkin menjadi penyebab gagalnya Demokrat berkoalisi dengan pendukung Jokowi," ujar Jerry kepada INDOPOS. Dirinya pun mengimbau kepada SBY agar tidak memaksakan diri kepada AHY menjadi cawapres. "AHY sebaiknya di posisi menteri dulu biar dia makan garam dulu," ujarnya. Sedangkan pengamat politik Universitas UIN Syarif Hidayatullah Syarwi Pangi Chaniago mengatakan bahwa SBY memang sulit untuk bergabung dengan koalisi manapun jika tetap memaksakan nama AHY menjadi cawapres. "Selagi ngotot ingin AHY cawapres, maka saya pastikan SBY dan Demokrat tidak akan diterima oleh koalisi manapun," ujarnya kepada INDOPOS. Sebelumnya, SBY menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki masalah dengan Jokowi, melainkan ada sekat diantara partai pendukung Jokowi yang membuat dirinya tak bisa ikut bergabung. “Saya tidak mengatakan ini hambatan dengan Pak Jokowi tetapi ada hambatan dengan koalisi. Bukan dengan Pak Jokowi, hubungan saya dengan Pak Jokowi tetap baik,” jelasnya. Tak hanya itu, SBY juga menepis tudingan Ketum PPP M. Romahurmuziy yang menyatakan apabila Demokrat tidak jadi berkoalisi dengan Jokowi, hal itu dikarenakan aspirasinya terkait cawapres tidak diwadahi oleh koalisi Jokowi. “Kalau saya mendengar dari Bung Romy pimpinan PPP, seolah-olah SBY tidak jadi berkokalisi dengan Pak Jokowi lantaran yang ditawarkan jadi cawapres tidak diwadahi, salah. Saya harap Bung Romy hati-hati dalam mengeluarkan statement, tidak baik mengeluarkan statement tanpa dasar yang kuat,” pungkasnya. Selain itu, SBY juga mengungkapkan benang kusut hubungannya dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri yang hingga kini belum membaik."(hubungan) dengan Bu Megawati, saya harus jujur memang belum boleh, masih ada jarak," ungkap SBY. Romahurmuziy merespons warning Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Rommy mengaku tidak menyampaikan informasi sembarangan tentang diajukannya AHY sebagai cawapres kepada Jokowi. "Informasi tersebut berkatagori A1 (akurat)," kata Rommy dalam siaran persnya, Kamis (26/7). Rommy menambahkan maksud SBY tersebut wajar saja, bukan merupakan keinginan berlebihan. Juga bukan merupakan hal yang classified, sebagaimana partai lain dalam koalisi Jokowi yang juga mengajukan nama-nama yang diinginkan. Begitu juga ketika PPP ditanya soal cawapres, Rommy mengaku juga menyampaikan nama. Hanya bedanya, kata Rommy, yang disampaikan PPP ada sejumlah nama dan statusnya untuk dibahas atau didiskusikan. Bukan merupakan target tunggal. "Nah, apakah itu yang dimaksud SBY sebagai hambatan dan rintangan ketika diwawancarai salah satu stasiun TV swasta saya menjawab, mungkin saja," kata Rommy. Dia menambahkan soal perbedaan cara mengajukan antara satu partai dengan lainnya juga merupakan hal yang biasa saja. Ada yang terang-terangan menyebut nama cawapres. Ada pula yang setiap bertemu mengingatkan hasil survei yang tinggi. Ada yang menggunakan interest grup untuk menyampaikan. Ada juga cara-cara lain lagi. "Silakan saja, ini kan kontestasi," kata Rommy. Lebih lanjut Rommy mengatakan, berdasarkan informasi yang diterimanya ada sejumlah pertemuan antara Jokowi dan SBY tahun ini. Pertemuan terakhir terjadi Ramadan lalu dan sudah menyepakati pos kabinet untuk AHY sebagai bagian dan rencana koalisi. Namun, lanjut Rommy, jika hari-hari ini SBY berubah, itu juga tidak diharamkan dalam politik. Sebab, politik itu dinamis. "Saya berterima kasih atas peringatan SBY apalagi beliau adalah presiden keenam dan tokoh nasional yang sudah terbukti makan asam garam dan mampu mengantarkan partainya menjadi pemenang," ungkapnya. (dil)
Jangan Bawa Mega Sebagai Penghalang Koalisi
Jumat 27-07-2018,04:06 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :