TANGERANG—Program berobat gratis dengan KTP elektronik (KTP-el) yang diluncurkan Pemprov Banten melanggar undang-undang. Pemprov tak boleh membiayai langsung warganya yang harus mendapat perawatan di rumah sakit. Hanya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang berwenang menanggung biaya rumah sakit. Masalahnya, 2 juta warga miskin di Banten belum menjadi peserta BPJS Kesehatan. Mereka wajib ikut BPJS Kesehatan yang iuran tiap bulannya wajib ditanggung pemerintah. Warga yang iurannya dibayar pemerintah masuk kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Agar warga menjadi peserta BPJS Kesehatan dan bisa berobat gratis di rumah sakit, Pemprov Banten harus membayar iuran tiap bulan, yang totalnya Rp 600 miliar per tahun. Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) mengatakan, jika anggaran untuk biaya berobat di rumah sakit dikelola sendiri tanpa melalui BPJS Kesehatan, pemprov tak harus mengeluarkan Rp 600 miliar. Karena, Pemprov Banten hanya akan mengeluarkan anggaran, saat ada warga yang sakit saja. “Anggaran dikeluarkan kalau ada warga yang sakit dan memerlukan biaya berobat,” ujar WH. Pemprov Banten sendiri sudah menganggarkan Rp 120 miliar untuk program pengobatan gratis menggunakan KTP ini. Anggaran ini tertuang dalam APBD Banten tahun 2018 dan menjadi program prioritas. Gubernur Wahidin Halim dalam sambutannya di Rakerkesnas mengatakan, dari 12 juta penduduk Banten, 97,9 persen sudah terdaftar di BPJS. Sementara sisanya ada sekitar 2 juta warga miskin Banten belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. "Jika 2 juta orang tersebut diikutkan sebagai peserta BPJS Kesehatan, diperlukan sekitar Rp 600 miliar tiap tahun untuk membayar premi tiap bulannya," lanjutnya. Sebab, peserta BPJS Kesehatan kategori PBI iurannya dibebankan sebesar Rp 23.000 per orang per bulan. Program berobat gratis cukup pakai KTP elektronik (KTP-el), tetap ditolak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena melanggar undang-undang (UU). “Program jaminan kesehatan sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Berobat gratis dengan KTP itu tidak sesuai dengan undang-undang tersebut,” ujar Sekretaris Jenderal Kemenkes Untung Suseno Sutarjo. Untung menegaskan program berobat gratis untuk warga miskin di Banten tetap dapat berjalan dengan dibiayai Pemprov Banten. Kemenkes menyarankan Pemprov Banten mendaftarkan warganya sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan. Pemprov tinggal membayarkan iuran bulanan warganya jika memang sudah dialokasikan dalam APBD. “Ibu Menkes menyarankan agar Pemprov Banten bekerjasama dengan BPJS,” kata Untung Suseno Sutarjo pada pembukaan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2018 di International Convention Exhibition (ICE) BSD Kabupaten Tangerang, Selasa (6/3). Menurut Untung, program berobat gratis yang akan dikelola Pemprov Banten belum memiliki payung hukum. Jika pun nanti Pemprov Banten membentuk regulasinya, tentu akan bertentangan dengan peraturan atau undang-undang di atasnya. Untung menegaskan, Gubernur Banten berkeinginan membantu warganya yang tidak mampu. Namun, penggunaan anggaran dari APBD Pemprov Banten untuk jaminan kesehatan kini sudah tidak dibenarkan atau tidak boleh dikelola sendiri. Sama halnya dengan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang kini telah dihapus secara nasional dan terintegrasi dengan program BPJS Kesehatan. “Sekali lagi, yang menyelenggarakan pengelolaan jaminan kesehatan hanya BPJS,” ujarnya. Menteri Kesehatan dr Nila Farid Moeloek mengatakan, berobat cukup dengan menggunakan KTP elektronik itu merupakan niat baik Gubernur Banten membantu masyarakat yang sakit. Menurutnya, niat baik itu tetap dapat terwujud asal programnya diintegrasikan dengan JKN. “Itu undang-undang yang bicara,” usai membuka Rakerkesnas 2018 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang. “Kalau kita tanpa batas, alokasi tersedia Rp 120 miliar. Andaikan di perjalanan harus ditambahkan, harus ditambahkan di perubahan (APBD perubahan),” kata Kepala Bappeda Banten, Hudaya Latuconsina seperti diberitakan detikcom, Selasa (6/3). Hudaya mengatakan, jaminan kesehatan menggunakan KTP sebetulnya bisa dilaksanakan. Apalagi, proses penetapan dan evaluasi Kemendagri terhadap APBD Banten tidak menemukan masalah. Namun, yang menjadi soal, Kemenkes menurutnya hanya memperbolehkan pengelolaan jaminan kesehatan satu pintu melalui BPJS. Padahal menurutnya, di satu sisi ada warga Banten yang memiliki KTP, kategori miskin dan belum menjadi peserta program BPJS. Kedua, melalui mekanisme BPJS juga ada warga yang menemui hambatan misalkan terkait penyakit-penyakit tertentu yang tidak di-cover BPJS Kesehatan. “Ketika tidak bisa diselesaikan melalui BPJS, pemerintah (daerah) masuk di situ menyelesaikan. Syukur tidak ada yang sakit,” ujarnya. Gubernur Banten, menurut Hudaya ingin program berobat gratis modal KTP terlaksana pada 2018. Namun menurutnya, dinas kesehatan di satu sisi dalam posisi ragu terkait aturan pengelolaan kesehatan satu pintu melalui BPJS Kesehatan. Rencananya, gubernur menurutnya juga akan melakukan konsultasi dengan DPR. Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan baru saja "menegur" Pemprov Banten yang menerapkan progam berobat gratis bermodal KTP. Dalam surat Kemenkes ke Gubernur Banten tertanggal 13 Februari 2018 Nomor JP.02.05/III/534/2018 menegaskan jika progam berobat gratis hanya menggunakan KTP tak memiliki payung hukum. Alasannya, penyelenggaraan jaminan kesehatan daerah itu dinilai tak terintegrasi dengan progam JKN. Hal itu sesuai dengan UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No 24 tahun 2011 tentang BPJS. (bud/bha)
Ikut BPJS Kesehatan Butuh Rp 600 M
Rabu 07-03-2018,08:49 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :