Buruh Minta UMK Rp3,7 Juta

Senin 06-11-2017,09:08 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TANGERANG—Sepanjang pekan kemarin, sejumlah kota dan kabupaten di Tangerang raya mulai membahas besaran upah minimum. Namun hingga kemarin, belum ada satu pun kota/kabupaten yang sudah menentukan angkanya. Bupati/walikota diberi batas waktu sampai 10 November 2017 untuk menentukan rekomendasi UMK 2018. Di Kabupaten Tangerang, pembahasan UMK pekan kemarin berakhir deadlock. Serikat buruh mengancam berunjuk rasa. Mereka khawatir tuntutan kenaikan UMK sebesar 16 persen pada 2018 tidak terlaksana. “Disnaker Kabupaten Tangerang menggantung pembahasan UMK. Perjanjiannya kan minggu ini sudah diumumkan, dan itu tidak bisa mereka tepati,” katanya, kemarin (5/11). Dijelaskan Edi, deadlocknya pembahasan UMK diduga disengaja oleh Dinasker Kabupaten Tangerang. Lantaran besaran kenaikan UMK yang mereka ajukan itu mencapai 16 persen. Tujuannya, instansi pemkab ini sengaja mengulur waktu agar besaran kenaikan UMK ini tak mencapai hasil yang diajukan buruh. “Pasti ditahan sama Dinasker, karena besarannya mencapai Rp500 ribu. Harusnya sudah sejak pekan lalu dibahas, karena UMP Banten sudah ditetapkan minggu lalu. Intinya hampir tiap tahun kalau ada pengajuan kenaikan UMK pasti deadlock terus,” jelasnya juga. Lebih jauh, Edi mengatakan, pengajuan kenaikan UMK itu menjadi Rp3.794.285/bulan dari UMK 2017 yang nilainya Rp 3.270.936/bulan. Kata dia juga, besaran UMK yang diajukan itu berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terkait harga kebutuhan sembako yang meroket. Serta juga harga sewa hunian dan biaya transportasi yang harus dikeluarkan buruh setiap hari. “Sudah sangat ideal dengan kenaikan UMK 16 persen. Di sini hampir semua buruh mengontrak dan jauh dari kawasan pabrik. Makanya perhitungan kami ini sudah tepat, dan tidak tinggi sekali. Hasil perhitungan ini sudah kami berikan kepada instansi Pemkab untuk dibahas,” ucapnya. Sementara itu, Eni Darmayanti, salah satu buruh pabrik sepatu di Kecamatan Cikupa mengaku, kenaikan upah sebesar 16 persen sudah ideal. Karena upah dari perusahaan tempatnya bekerja Rp3,2 juta tak mencukupi biaya hidup dirinya yang sudah berkeluarga. Apalagi, upah yang dia terima dipotong pembayaran asuransi kesehatan dan biaya pendidikan anak, serta sewa tempat tinggal. “Gak ada yang bisa ditabung, karena tidak ada kelebihan gaji. Hitung saja uang yang keluar dan masuk tidak cukup. Biaya angkot dari kontrakan ke pabrik sehari Rp40 ribu, belum ongkos anak sama uang jajan ke sekolah,” ujarnya. Kepala Dinasker Kabupaten Tangerang Jarnaji menuturkan deadlocknya penetapan UMK itu karena proses penetapan berjalan alot. Hal itu dipicu tarik ulur antara pihak pemerintah daerah, dunia usaha dan serikat buruh terkait besaran kenaikan 16 persen yang diajukan buruh. “Di dilanjutkan lagi rapat Selasa (7/11), dan terjadi kebuntuan sesama pemilik perusahaan yang belum sanggup membayar kenaikan UMK. Kami pun tidak dapat memastikan itu karena ini ada dari tiga kelompok yang membahas soal UMK,” tuturnya. Dipastikan Jarnaji, proses penetepan UMK akan selesai dua pekan lagi karena segera memasuki masa tenggat. “Memang harus segera ditetapkan karena untuk rekomendasi ke Pemprov Banten,” kata Jarnaji juga. Dia juga berharap buruh tidak berdemo besar-besaran agar permintaanya dikabulkan karena akan merugikan para pekerja itu sendiri dan pengguna jalan. Sementara di Kota Tangerang, Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Indonesia (KC FSPMI) Kota Tangerang Ahmad Jumali mengatakan, seharusnya setelah UMP Banten diketuk palu, pengumuman UMK langsung dilakukan Pemkot Tangerang. Pengumuman itu diperlukan untuk melihat diterima atau tidak usulan kenaikan upah dari organisasi buruh yang diserahkan kepada pemkot. Dia juga mengatakan, selama ini pengumuman UMK Kota Tangerang sering telat, begitu juga kenaikan yang diharapkan para buruh tidak pernah terwujud. “Kami minta pihak terkait menanggapi karena selama ini pengumuman UMK Kota Tangerang selalu telat. Ini hak kami tahu nilai UMP. Karena itu segera diumumkan,” katanya pekan kemarin. Menurut pria yang akrab disapa Jumali ini, usulan pengajuan kenaikan UMK kepada Pemkot Tangerang sekitar 13 persen. Yakni naik dari UMK 2017 yang nilainya Rp3.295.075 menjadi Rp3.723.434 dengan dasar pertimbangan inflasi dan kebutuhan hidup layak (KHL). Apalagi, harga kebutuhan hidup di kota yang berbatasan dengan DKI itu naik 5 persen. Jamali juga mengatakan pihaknya hanya memberikan waktu penetapan UMK 2018 kepada Dinasker Kota Tangerang selama sepekan. “Kami akan demo kalau kenaikan UMK tidak sesuai kesepakatan awal. Kami warning pengumuman satu minggu. Kami hanya ingin tau apakah pemkot pro buruh atau tidak,” jelasnya. Jumali pun mengaku telah berkoordinasi dengan serikat buruh Kota Tangerang yang lain untuk melaksanakan aksi demo besar-besaran jika Disnaker setempat tidak dapat memutuskan kenaikan UMK yang diminta. Dia juga mengaku para buruh akan memblokir akses jalan utama di kota yang berjuluk seribu industri itu bila kenaikan UMK tidak sesuai yang diajukan. Menyikapi itu, Kepala Dinasker Kota Tangerang Rahmansyah mengatakan saat ini jajarannya bersama pihak terkait tengah menggodok nilai UMK tersebut. Penggodokan UMK itu melibatkan buruh, pelaku usaha, dan Disnaker sendiri. “Sekarang masih dalam pembahasan. Paling lambat minggu depan sudah kami umumkan. Jadi kami harap serikat buruh bersabar, karena pembahasan belum selesai. Tentunya nanti akan ada dasar pertimbangan kenapa nilai segitu yang diambil untuk UMK,” tuturnya. Rahmansyah juga menyebut, jika aspirasi buruh di Kota Tangerang meminta kenaikan UMK sebesar 13 persen telah ditampung. Apalagi, UMP 2018 Provinsi Banten hanya naik Rp168.205 dari semula Rp 1.931.180 menjadi Rp 2.099.385. Namun begitu, ujarnya juga, nilai UMK Kota Tangerang dapat berubah tergantung kesepakatan dewan pengupahan yang membahas kenaikan tersebut. “Kalau naik itu sudah pasti, tetapi kami tidak tahu berapa persen. Masih belum disepakati,” paparnya. Di Kota Tangsel, rapat-rapat membahas UMK bahkan sudah dilaksanakan sejak 20 Oktober. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangsel Purnama Widjaya yang juga Ketua Dewan Pengupahan Kota (Depeko) Tangsel mengatakan, tarik ulur masih terjadi dalam pembahasan UMK. “Kita sudah rapat dan Selasa depan Depeko Tangsel akan melaksanakan pleno. Setelah pleno barulaah diketahui besaran UMK 2018,” ujarnya kepada Tangerang Ekspres, akhir pekan kemarin. Purnama menjelaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, UMK 2018 harus merujuk pada tahun 2017. Namun pada rapat-rapat yang sudah dilaksanakan, kalangan serikat pekerja atau serikat buruh tetap menolak dan menginginkan penentuan UMK tidak memakai formula Peraturan Pemerintah No 78 tahun 2015 tersebut. “Itu amanat PP yang menegaskan demikian. Tentu kami tidak bisa memastikan saat ini besarannya berapa harus melalui pembahasan terlebih dahulu,” ujarnya. Menurut Purnama, dengan mengacu pada PP 78/2015, untuk menentukan UKM 2018 rumusnya adalah UMK tahun berjalan ditambah (inflasi nasional + produk domestik bruto (PDB)). Yakni, Rp 3.270.936 + (3,72 persen + 4,99 persen) = Rp 3.555.835. Dalam perhitungan tahun 2017, UMK Tangsel ditinjau berdasarkan kebutuhan hidup layak (KLH) dari aspek harga kebutuhan pokok seperti beras, gula lain-lain. “Demikian pula pada tahun 2018 dalam menentukan UMK harus melalui survei KHL dengan mempertimbangkan inflasi harga dan pertumbuhan ekonomi secara makro,” jelasnya. Dia menjelaskan, batas akhir penyerahan hasil akhir rekomendasi UMK 2018 dari Walikota Tangsel ke Gubernur Banten adalah 10 November untuk disetujui usulan dari kota sebelum diberlakukan tahun depan. “Selanjutnya, gubernur paling lambat 21 November harus sudah membuat surat keputusan besaran UMK kabupaten/kota,” jelasnya. Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie mengatakan, yang terpenting adalah bukan besaran nilai uang yang diterima oleh buruh untuk selalu meminta naik gajinya setiap tahun. Tapi, fasilitas yang dapat membantu dalam menunjang kebutuhan hidup jauh lebih penting. Untuk itu Pemkot Tangsel berupaya meningkatkan fasilitas untuk rakyatnya demi meringankan biaya. “Jadi, tidak selalu mengeluarkan uang hasil jerih payah setiap bulan. Selanjutnya, gaji setiap bulan masih ada sisanya untuk dapat ditabung,” ujarnya. (bud/mg-03/mg-02/jpg/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler