TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Pemerintah Kota Serang mulai melaksanakan pembongkaran ratusan bangunan liar yang berdiri di sepanjang sempadan Kali Padek, Kasemen, Kota Serang, Rabu (4/12). Penertiban dilakukan sebagai bagian dari penataan kawasan sekaligus mendukung rencana normalisasi sungai yang selama ini menjadi sumber keluhan warga akibat pendangkalan dan penyempitan badan sungai.
Camat Kasemen, Sugiri, menuturkan penertiban ini merupakan rangkaian kegiatan yang telah dipersiapkan sejak awal Desember. Tahapan dimulai pada 1 Desember melalui proses verifikasi dan validasi data warga terdampak, disusul relokasi bertahap pada 2–3 Desember, serta pemutusan aliran listrik sebelum pembongkaran dilakukan.
“Pembongkaran dimulai hari ini. Bangunan yang berada di sepanjang jalur rel kereta api hingga Jenggot Margaluyu berjumlah sekitar 250-an unit. Dari jumlah itu, 175 unit merupakan bangunan hunian dan usaha, sementara 140 unit di antaranya benar-benar menjadi tempat tinggal. Sisanya, sekitar 35 unit, adalah tempat usaha,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa relokasi hanya diberikan kepada warga penghuni bangunan tempat tinggal. Sementara bangunan usaha tidak mendapatkan relokasi maupun kompensasi uang kerohiman, sesuai ketentuan yang diatur dalam regulasi pemerintah pusat.
“Semua sudah jelas dalam aturan Perpres dari Kementerian Sosial,” katanya.
Hingga saat ini, sebanyak 47 kepala keluarga telah menempati Rusunawa Margaluyu yang disiapkan sebagai hunian sementara. Rusunawa masih memiliki kapasitas tersisa sekitar 30 unit bagi warga lain yang terverifikasi terdampak. Sementara sebagian warga lainnya tidak direlokasi karena bangunan yang ditempati bukan rumah tinggal, melainkan tempat usaha atau kios.
“Sejak pagi proses berjalan kondusif. Kegiatan ini didukung TNI, Polri, Satpol PP Kota dan Provinsi, Dishub, Dinas Perkim, BBWSC3, dan DPUPR. Sosialisasi dilakukan secara berjenjang di tingkat RT, RW, kelurahan, sampai kecamatan, sehingga tidak ada penolakan berarti,” ujar Sugiri.
Ia menambahkan, nominal uang kerohiman bagi warga yang memenuhi syarat tetap mengacu pada standar sebelumnya, yakni Rp5 juta. Usai penertiban, pihaknya berharap Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) segera melaksanakan normalisasi Sungai Padek.
“Ini juga bagian dari aspirasi masyarakat. Selama ini kawasan tersebut sering banjir karena pendangkalan dan penyempitan. Banyak bangunan liar berdiri di sempadan yang seharusnya menjadi ruang terbuka,” imbuhnya.
Salah satu warga yang terdampak pembongkaran, Neng Suhayanti, mengaku telah menerima sosialisasi sejak jauh hari. Ia dan keluarganya sudah mengosongkan rumah sebelum alat berat diturunkan.
“Sudah ada sosialisasi. Kami rapat minggu lalu dan diberi tahu tanggal-tanggalnya. Tanggal tiga listrik diputus, tanggal empat alat berat turun. Alhamdulillah barang-barang sudah saya pindahkan ke rumah saudara,” ujarnya.
Neng mengatakan dirinya telah tinggal di kawasan tersebut selama 26 tahun, sejak usia empat tahun. Ia memahami bahwa lahan yang ditempati merupakan tanah milik pemerintah.
“Syukur selama ini kami bisa tinggal di sini tanpa biaya. Kalau dihitung-hitung, sudah berapa puluh juta kalau harus kontrak,” katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa keluarga besar yang berjumlah tujuh orang kini berpindah ke Rusunawa. Namun kondisi ruang yang terbatas membuat sebagian keluarganya harus mencari tempat tinggal lain.
“Satu ruangan tidak cukup untuk semua, jadi orang tua mencari kontrakan. Kami mengikuti saja prosedurnya,” kata Neng.