TANGERANGEKSPRES.ID, KOTA TANGSEL - Pemkot Tangsel sedang kebingungan mencari tempat pembuangan sampah. Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Cipeucang sudah tidak mampu lagi menampung 500 ton sampah setiap hari. Masalah semakin rumit, setelah Pemkab Pandeglang tidak bersedia menampung sampah dari Kota Tangsel. Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie meminta Gubernur Banten untuk membuat TPA sampah regional untuk menampung sampah dari kabupaten/kota yang ada di Banten.
Pria yang biasa disapa Pak Ben tersebut menambahkan, yang diperlukan saat ini adalah TPA regional. Karena, sampah menjadi persoalan semua daerah. "Mungkin daerah lain lahannya masih luas. Tapi, Kota Tangsel, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Cilegon lahannya sudah sempit-sempit jadi harus ada TPA regional," tuturnya.
Ia mengatakan sudah diinformasikan langsung oleh Bupati Pandeglang via telepon. Bahwa Pemkab Pandeglang batal menjadi tempat penampungan sampah dari Kota Tangsel, karena mendapatkan penolakan kerasdri warganya. "Saya tinggal nunggu surat. Tapi, antar kepala DLH sudah rapat dan keputusannya tidak dilanjutkan. Bupati Pandeglang sudah telepon saya. Nanti saya akan sampaikan ke Gubernur Banten untuk melaporkan kerjasama dengan TPA Bangkonol, Pandeglang tidak jadi dilaksanakan. Minta arahan seperti apa," ujarnya kepada wartawan, Selasa, 9 September 2025.
Pak Ben mengaku, meskipun belum menerima surat resmi pembatalan kerjasama dari Pemkab Padeglang, terus menjalin kerjasama dengan Pemprov Jawa Barat terkait penanganan sampah. Pak Ben pada Senin, kemarin melakukan koordinasi dengan Pemprov Jawa Barat dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Pemkab Bogor terkait kerjasama penanganan sampah tersebut.
Rencananya, sampah dari Kota Tangsel akan dibuang ke tempat pengelolaan dan pemrosesan akhir sampah (TPPAS) yang ada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perjanjian kerjasama (PKS) sudah dilakukan antara Pemkot Tangsel dengan Pemprov Jawa Barat. Pemkot Tangsel telah menggelar pertemuan terkait kelanjutan kerjasama tersebut di KLH.
Dalam pertemuan tersebut hadir Sekretaris Utama KLH, Kepala Perwakilan BPKP Jawa Barat, Kepala DLH Jawa Barat, Pemkot Tangsel, Pemkot Bogor, Pemkab Bogor dan Kota Depok dan lainnya. "Inti pertemuan ini adalah melanjutkan PKS yang sudah ditandatangi Gubernur Jawa Barat dan semua Bupati dan Wali Kota se-Jawa Barat pada 2024, untuk memaksimalkan pengelolaan TPPAS Lulut Nambo," ujarnya. Pak Ben menambahkan, jarak dari Kota Tangsel ke TPPAS Lulut Nambo, Bogor tidak jauh.
Nantinya sampah yang dibuang kesana akan dibuat refuse-derived fuel (RDF) karena penerimanya adalah PT Semen Cibinong. "Dalam pertemuan ini semua berjalan normatif tapi, pembuangan sampah belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Lantaran masih ada beberapa unsur-unsur teknis seperti siapa nanti yang mengelola kawasan itu, baik BUMD Jawa Barat atau harus mencari pihak ketiganya dan lainnya," tambahnya.
Menurutnya, beberapa perizinan juga belum ada. Terkait perizinan KLH akan membantunya. Menurut Kepala DLH Jawa Barat pembuangan sampah dari Tangsel dan daerah lainnya ke TPPAS Lulut Nambo baru bisa dilakukan pada 2027. "Daerah-daerah mengusulkan supaya ada percepatan. Paling tidak walaupun belum bisa RDF, ya Sanitary Landfill dulu deh. Artinya kalau bisa disepakati sanitary landfill dulu diasistensi oleh KLH dan mudah-mudahan akhir tahun ini atau awal tahun depan sudah bisa mulai beroperasi," terangnya.
Ia menjelaskan kapasitas buangan sampahnya sebetulnya target maksimal 2.300 ton per hari dan Kota Tangsel mendapat alokasi 300-500 ton per hari. Tapi, dengan kondisi sekarang semua kabupaten/kota baru dapat 50 ton per hari dan Kota Tangsel hanya dapat 10 ton. "Sebanyak 10 ton sampah ini hanya dua truk saja dan ini tidak signifikansinya buat Tangsel. Jadi pembicaran ini masih akan terus diintensifkan. Saya akan lapor ke Gubermur Banten untuk mendorong pembicaran antar pemerintah provinsi lebih produktif lagi," terangnya.
Ben mengaku, dalam percepatan tersebut pihaknya mendorong percepatan pembuangan sampah dari Kota Tangsel ke TPPAS Lulut Nambo. Dengan permintaan tersebut apakah nantinya Pemkot Tangsel akan memberikan bantuan keuangan kepada Pemrov Jawa Barat? Namun, pembicaraan yang dilakukan belum sampai ketahap tersebut.
Belum sampai ke titik situ dan misalnya nanti sistemnya dari pemerintah ke bisnis kita memberikan tipping fee dan kita siap. PKS yang dilakukan itu hanya kerjasama pengelolaan sampah saja. Tapi, progresnya belum berjalan maksimal. Tipping fee nya dulu Rp125 ribu tapi, ada evaluasi jadi Rp250 ribu per ton dan tidak ada bantuan keuangan," ungkapnya.
Menurutnya, salah satu cara untuk mengatasi persoalan sampah adalah program tempat pengolahan sampah terpadu reduce, reuse, recycle (TPST3R), pengelolaan bank sampah di setiap kelurahan. "Awalnya saya sudah merencanakan membeli mesin insinerator kapasitas 10 ton. Tapi, itu tidak dibolehkan oleh KLH karena tingkat pencemarannya sangat tinggi. Artinya kita harus mencari cara nanti TPST3R betul-betul pemilahan antara sampah organik dan anorganik. Kalau nanti diolah jadi RDF itu tetap sampahnya harus tetap terpisah," katanya.
Pak Ben mengaku, saat ini di wilayahnya terdapat 49 TPST3R. Namun yang aktif hanya 39. Sedangkan bank sampah ada sekitar 400 namun, yang aktif hanya 353. "Kami siap bantu terhadap TPST3R yang berjalan baik. Dulu saya pernah menggali CSR untuk TPST3R di Komplek Batan itu dengan mesin membakar plastik menjadi bata, papan dan sebagainya. Kita akan dorong TPST3R dari hulu dan hilir, serta penanganan sampah ini digeber maksimal," tutupnya. (bud)