TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Serang memastikan, di Serang Utara tidak ada pembangunan kawasan perumahan, untuk Pantai Indah Kapuk (PIK) sebagaimana yang kini ramai diperbincangkan.
Pasalnya, wilayah Serang Utara itu diperuntukkan bagi kawasan industri, dan sudah ada izin yang masuk dari perusahaan PT. Bahana dan PT. Pandu seluas 7.000 hektare.
Kepala Bidang Tata Ruang pada DPUPR Kabupaten Serang Muhamad Furqon mengatakan, tidak ada izin yang masuk dari PIK terkait pembangunan perumahan di Serang Utara, yang kini sedang ramai diperbincangkan di media sosial.
Izin yang masuk di Serang Utara, hanya kawasan industri seluas 7.000 hektare dari dua perusahaan yaitu, PT. Bahana dan PT. Pandu.
"Hanya ada izin untuk kawasan industri, bukan pembangunan perumahan. Saya pastikan, tidak ada izin dari PIK sampai sekarang ini," katanya, Rabu (23/7).
Furqon mengatakan, dari isu berkembang saat ini kedua perusahaan tersebut untuk bisnis properti, namun jika melihat dari pola ruang tidak mungkin terjadi, karena pola ruangnya bukan permukiman tapi untuk kawasan industri.
Sehingga, dirinya meminta masyarakat jangan disalahartikan, sebab izin dari kedua perusahaan itu untuk kawasan industri bukan perumahan.
"Melihat dari tata ruangnya, izin mereka untuk kawasan industri itu sudah selaras, tidak ada dari PIK, jadi jangan sampai disalahartikan. Karena, memang mereka mengajukan perizinannya juga, untuk kawasan industri bukan untuk perumahan PIK," ujarnya.
Dikatakan Furqon, kekhawatiran masyarakat akan dibangunnya pemukiman perumahan PIK tidak akan terjadi, meski diakuinya ada kewajiban ketika mendirikan industri harus menyiapkan permukiman.
Namun, permukiman itu hanya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) khusus karyawan perusahaan tersebut, yang berasal dari luar daerah.
"Tidak mungkin industri tidak menyiapkan permukiman untuk tempat tinggal, pasti mereka menyiapkannya khusus untuk karyawan yang memang dari luar daerah. Sehingga, kalau di kawasan industri itu bolehnya untuk perumahan MBR atau subsidi untuk karyawan-karyawannya," ucapnya.
Kata Furqon, kawasan permukiman industri tidak boleh lebih dari 15 persen dari total luas kawasan, misalkan luas total 1.000 hektare maka hanya 150 hektare, hanya untuk dukungan kegiatan industri.
"Kalau tidak ada perumahan di kawasan industri, karyawan dari luar daerah mau tinggal dimana. Kecuali, izinnya pembangunan permukiman ya harus permukiman dulu zonanya," tuturnya. (agm)