TANGERANGEKSPRES.ID - Selama kehamilan, banyak calon ibu rutin berkonsultasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi (obgin) untuk memantau tumbuh kembang janin melalui pemeriksaan seperti USG.
Namun, pada beberapa kasus, jika ada penyulit atau komplikasi pada ibu maupun janin yang membutuhkan perawatan lebih lanjut maka dokter obgin akan merujuk ke dokter subspesialis kedokteran fetomaternal.
Dokter subspesialis kedokteran fetomaternal adalah mereka yang telah menempuh pendidikan lanjutan 2 sampai 3 tahun setelah menjadi spesialis obgin.
Mereka memiliki pengetahuan tingkat lanjut mengenai komplikasi medis, bedah, obstetri, janin, dan genetik dalam kehamilan serta dampaknya pada ibu dan janin.
Peran mereka sangat penting dalam memberikan konsultasi, melakukan manajemen bersama, hingga mengambil alih perawatan untuk ibu hamil dengan kondisi khusus.
Subspesialis kedokteran Fetomaternal merawat kehamilan berisiko tinggi, sehingga pasien yang datang ingin mengetahui apa yang membuat kehamilan mereka berisiko tinggi dan bagaimana penanganannya, apakah masih bisa dilanjutkan kehamilannya atau tidak.
"Pada saat kunjungan awal mereka, kami akan menskrining atau melihat lebih detail lagi mengapa mereka dianggap berisiko tinggi, dapat dengan USG detailed scan atau tes tambahan lainnya seperti NIPT. Setelah itu, kami menjelaskan tentang apa yang mungkin perlu dilakukan untuk mereka selain perawatan prenatal regular dengan usg yang lebih sering dan rekomendasi proses persalinan yang aman untuk ibu dan janin,” ujar dr. Maya Khaerunnisa SpOG, M.Kes, Subsp. KFm, dokter subspesialis fetomaternal di Bethsaida Hospital Serang.
Kapan Harus Berkonsultasi ke Dokter Fetomaternal?
Berikut beberapa alasan untuk ibu hamil yang mungkin memerlukan perawatan lebih lanjut dari dokter subspesialis kedokteran fetomaternal, antara lain:
Mengalami kondisi medis tak terduga terjadi selama kehamilan seperti infeksi virus tertentu saat hamil.
Dokter fetomaternal akan melakukan skrining untuk melihat apakah ada kelainan kongenital dan menangani kelainan tersebut sejak dini.
Memiliki riwayat medis yang berisiko, seperti keguguran berulang, penyakit jantung atau kehamilan sebelumnya dengan riwayat kelainan kongenital serta komplikasi pasca operasi sesar.
Kondisi kesehatan kronis pada ibu, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, atau penyakit autoimun yang dapat memicu komplikasi kehamilan dan pascapersalinan.
“Peran kami adalah mendeteksi risiko-risiko tersebut dan mencegahnya agar tidak menjadi komplikasi berat,” ungkap dr. Maya.