JAKARTA-Koalisi Pemantau Peradilan mendesak M Prasetyo mundur dari jabatan jaksa agung. Pasalnya, politikus Partai NasDem itu dianggap gagal mereformasi kejaksaan menyusul operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap para jaksa. Di era kepemimpinan Prasetyo di Korps Adhyaksa pula KPK beruntun menggelar OTT yang menyasar jaksa. Terbaru, KPK melakukan OTT terhadap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan Rudi Indra Prasetya yang menerima suap Rp 250 juta dalam penanganan kasus korupsi dana desa. "Kami mendesak M Prasetyo mundur dari jabatannya sebagai Jaksa Agung karena patut diduga gagal memimpin Korps kejaksaan melaksanakan kerja reformasi birokrasi di lingkungan kejaksaan," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Laola Ester pada diskusi yang digelar Koalisi Pemantau Peradilan di Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (4/8). Menurut Ester, ICW mencatat sejak 2006 sudah 34 jaksa yang diproses hukum. Ada yang ditangkap KPK, diproses lembaga penegak hukum lainnya, ataupun ditangkap Satuan Tugas Pemberantasan Pungutan Liar (Saber Pungli). Sedangkan jaksa yang dijerat KPK antara lain Urip Tri Gunawan, Dwi Seno Wijanarko, Sistoyo, Subri, Fahri Nurmalo, Devianti Rohaini, Farizal, Parlin Purba dan Rudi Indra?. "Selain itu, sejak diangkat menjadi Jaksa Agung 2014 lalu, belum terlihat performa yang cukup membanggakan dari M Prasetyo," ucap Ester. ICW, kata Ester, mencatat kinerja Kejagung di bawah kepemimpinan Prasetyo memang minim prestasi. Selama kepemimpinan Prasetyo di Kejagung, kejaksaan menangani 24 kasus korupsi yang melibatkan 39 tersangka dan dugaan kerugian negara Rp 1,5 triliun. “Saya kira untuk lembaga kejaksaan ini angka yang bisa dikritisi. Apalagi dari 24 kasus yang ditangani banyak masih tingkat penyidikan," pungkas Ester. Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai sorotan tajam terhadap kinerja Jaksa Agung HM Prasetyo dalam mengelola institusi kejaksaan akan menjadi beban bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Terlebih, di bawah kepemimpinan Prasetyo, institusi kejaksaan gagal menjalankan revolusi mental yang menjadi jargon pemerintahan ini. Hal itu dibuktikan dengan semakin banyaknya oknum jaksa diciduk KPK di era kepemimpinan politikus Nasdem itu. "Ini jelas jadi beban dan sekaligus menganggu ritme kerja Presiden Jokowi terkait komitmennya dalam memimpin pemberantasan korupsi,” ucap Pangi kepada JPNN.com di Jakarta, Jumat (4/8). Dengan fakta banyaknya jaksa terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK, katanya, menjadikan upaya bersih-bersih di institusi kejaksaan hanya retorika dan teori. Sekaligus penanda ada yang salah dengan institusi Korps Adhiyaksa itu. “Dibutuhkan strong leadership dalam memimpin pemberantasan korupsi, jaksa agung yang bisa menyelesaikan problem fundamental dari level hulu sampai hilir sehingga diharapkan ada daya kejut (down effect) dalam percepatan pemberantasan korupsi," pungkas direktur Voxpol Center itu. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Miko Susanto Ginting menilai, pernyataan Jaksa Agung yang menyebut pelaku dugaan korupsi dari tubuh korps adhiyaksa sebagai oknum, terkesan hendak melokalisasi permasalahan. Padahal di masa kepemimpinan Jaksa Agung M Prasetyo saja, ada lima jaksa yang terjerat operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Itu belum pengungkapan kasus yang dilakukan lembaga lain. "Jadi kalau disebut ini (kasus hukum yang menjerat jaksa, red) hanya dilakukan oknum, tidak sejalan dengan kajian kami. Ini fenomena berulangnya dilakukan jaksa," ujar Miko saat diskusi yang digelar Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) di Sekretariat Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (4/8). (jpnn)
Kejagung Dinilai Minim Prestasi
Sabtu 05-08-2017,06:27 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :