JAKARTA-Pengungkapan kasus teror kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan sudah berjalan empat bulan. Namun, belum ada titik terang siapa pelaku, aktor intelektual, maupun motif di balik teror biadab pada April 2017 lalu ini. Penasihat hukum Indonesia Police Watch (IPW) Johnson Panjaitan mengatakan, jika melihat penjelasan Kapolri Jenderal Tito Karnavian usai dipanggil Presiden Jokowi, paling tidak sudah ada tiga hal yang terlihat. "Orang yang survei dan mengamat-ngamati, eksekutornya dan mastermind-nya," kata Johnson di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (2/8). Kemudian, kata Johnson, dari penjelasan itu juga mengisyaratkan, bukti Polri untuk mengungkap kasus ini lemah. "Sampai bukti paling mendasar sidik jari saja hilang," ujarnya. Johnson mengatakan, belum terungkapnya kasus ini juga karena pelakunya jago dan profesional. Hal ini jika dilihat dari awal perencanaan sampai eksekusi. Dari CCTV yang beredar, pelaku juga sudah memperhitungkan posisi cahaya terang dan gelap saat melakukan penyerangan. Wajah mereka pun tidak teridentifikasi. "Jadi bukan hanya menghilangkan identitas, tapi terang gelap saat menyerang itu dihitung benar," katanya. Bisa dibayangkan, ujar Johnson, sudah lebih 57 CCTV yang berada di sepanjang satu kilometer lokasi penyiraman itu diperiksa polisi. Tapi, tidak juga berhasil teridentifikasi siapa pelakunya. Pengacara kondang ini menilai para pelaku sangat terlatih, terorganisir dan punya uang yang banyak. "Saya tidak bisa menduga-duga, tapi kalau orang yang pernah jadi korban, orang itu pasti punya pengalaman investigasi dan memahami unsur-unsur proses pembuktian sebuah kasus pidana," ungkapnya. Memang, kata dia, seharusnya polisi lebih pintar dari penjahat. Tapi, kata Johnson, polisi tidak bisa mengungkap kejahatan yang pelakunya pintar menghilangkan alat bukti. "Itu jadi persoalan loh," kata dia. Johnson mencontohkan, dia juga pernah memegang kasus pembunuhan yang tidak bisa diungkap Polri. Walaupun CCTV-nya sudah ada dan jelas pelakunya. "Misalnya, kasus pembunuhan yang terbuka di restoran di Pekanbaru, sampai sekarang tidak terbukti. Jelas pelakunya, tapi tidak ada alat bukti," katanya. Penyidik Polda Metro Jaya ternyata pernah mendatangi Novel Baswedan di Singapura. Akan tetapi hingga kini penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi itu belum sekalipun dimintai keterangan dan dimasukkan ke Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono menerangkan, penyidiknya memiliki alasan mengapa Novel belum diperiksa. Novel Baswedan saat diwawancari JawaPos di SIngapura, beberapa waktu lalu. "Penyidik sudah ke sana mau memeriksa, tapi belum mau (Novel). Dia bilang, ngobrol saja lah. Masalah polisi dan lainnya nanti saja lah," terangnya, Kamis (3/8). Menurutnya, penyidik juga sudah mencoba membicarakan terkait informasi yang kini meluas melalui safari Novel ke sejumlah media. Penyidik selalu menyarankan agar poin itu dapat dituangkan ke dalam BAP. "Kami akan ke sana memeriksa yang bersangkutan daripada informasi itu ke mana mana, lebih baik kita tuangkan ke BAP. Kami enggak masalah jam berapa saja ke sana. Sampai saat ini belum di BAP," jelasnya. Untuk saat ini, polisi hanya bisa bersabar hingga Novel Baswedan berkenan memberikan keterangan dan fakta dari informasi yang dibeberkannya ke sejumlah media. Novel menyayangkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang tidak cermat menjaga nama salah seorang saksi. Blunder itu, kata dia, menunjukan bahwa penyidik Polri tidak profesional. ”Saya kecewa dengan penyidik yang mengumbar (nama) saksi keluar (ke publik). Itu adalah bentuk tindakan yang tidak profesional,” ujar Novel yang saat ini masih berada di Singapura. Pernyataan Novel menanggapi catatan rilis oleh kapolri di Kantor Presiden pada Senin (31/7) yang tertulis nama saksi kunci yang ditengarai memberi keterangan seputar ciri-ciri wajah terduga pelaku penyerangan. Novel pun kembali mempertanyakan keseriusan institusi yang pernah membesarkan namanya itu berani mengungkap kasus penyerangan biadab yang dialaminya. Ketua wadah pegawai (WP) KPK itu menduga Kapolri sebenarnya sudah mendapat laporan atau bukti bahwa ada oknum Polri yang menerima suap untuk melakukan teror terhadap dirinya. ”Karena itu (Kapolri) perlu kerjasama dengan KPK terkait dengan TPK (tindak pidana korupsi, Red). Sebab, awal-awal investigasi, KPK pernah menawarkan akan membantu (Polri), tetapi ditolak karena bukan tupoksi (tugas pokok fungsi) KPK,” terangnya. ”Saya khawatir, upaya (Polri) menggandeng KPK hanya untuk pembenaran seolah-olah (kasus penyiraman) ditangani dengan serius,” imbuh dia. (jpnn/jpg)
Peneror Novel Sangat Pintar
Jumat 04-08-2017,08:08 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :