Pangkas Pajak Rp 50 T, Tambah Belanja Rp 30,9 T

Senin 10-07-2017,07:07 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

Pertumbuhan realisasi penerimaan perpajakan hingga semester pertama baru mencapai 9,6 persen dari target Rp 1.489,9 triliun. Basis data pajak dari program pengampunan pajak atau tax amnesty tidak banyak membantu dalam pengumpulan penerimaan. Dalam RAPBN-P 2017, pemerintah mencoba realistis dengan menurunkan target penerimaan perpajakan Rp 50 triliun menjadi Rp 1.498,9 triliun. Sementara itu, belanja negara justru ditambah Rp 30,9 triliun.

Menko Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, jika melihat kinerja semester pertama, target pertumbuhan penerimaan pajak hingga 16 persen akan sulit dicapai. "Dari situasi itu, pemerintah akan ajukan bahwa APBN-P pertumbuhan penerimaan perpajakan diusulkan 12,9 persen," kata Darmin di gedung DPR, Jakarta, kemarin (6/7).
Mantan gubernur Bank Indonesia (BI) itu melanjutkan, keputusan pemerintah menurunkan target pertumbuhan penerimaan perpajakan tersebut berkaca dari pengalaman di tahun-tahun sebelumnya. Sebagaimana diketahui, realisasi penerimaan perpajakan beberapa tahun belakangan selalu meleset dari target. "Jadi, memang kami melihatnya lebih baik targetnya diturunkan daripada tetap, tapi tidak tercapai," ujarnya. Untuk pajak penghasilan (PPh) migas, lanjut Darmin, pemerintah mengusulkan Rp 40 triliun dalam RAPBN-P 2017 atau lebih besar dibanding target APBN 2017 sebesar Rp 35,9 triliun. Sedangkan target penerimaan pajak nonmigas dalam RAPBN-P 2017 sebesar Rp 1.221,8 triliun, lebih rendah dibanding target APBN 2017 sebesar Rp 1.271,7 triliun. Perinciannya, penerimaan PPh nonmigas Rp 722,2 triliun, pajak pertamabahan nilai (PPN) Rp 475,5 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp 15,4 triliun, serta pajak lainnya Rp 8,7 triliun. Selain itu, penerimaan kepabeanan dan cukai dalam RAPBN-P 2017 sebesar Rp 189,1 triliun, lebih rendah dibanding target dalam APBN 2017 sebesar Rp 191,2 triliun. Perinciannya, penerimaan cukai Rp 153,2 triliun, bea masuk Rp 33,3 triliun, dan bea keluar Rp 2,7 triliun. Penurunan penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp 2 triliun karena penyesuaian produksi rokok dan belum tum­buhnya sumber cukai yang baru. "Sedangkan bea keluar akan naik karena tingginya ekspor CPO dan mineral," tutur Darmin. Di samping target penerimaan perpajakan, pemerintah mengubah proyeksi defisit anggaran secara signifikan dari 2,41 persen menjadi 2,92 persen. Salah satu penyebabnya adalah anggaran subsidi energi yang membengkak. Secara nominal, defisit anggaran diperkirakan naik Rp 67 triliun menjadi Rp 397,2 triliun dari yang semula dalam APBN 2017 defisit hanya dibidik Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Darmin menjelaskan, pelebaran defisit dilakukan karena proyeksi pendapatan negara diturunkan Rp 36,2 triliun menjadi Rp 1.714,1 triliun. Sementara itu, target belanja negara naik Rp 30,9 triliun sehingga defisit anggaran naik Rp 67 triliun pada tahun ini. "Kalau anggaran (belanja terserap) 100 persen, maka defisit anggaran 2,92 persen. Namun, kami yakin realisasinya bukan 100 persen, (cuma) antara 96-97 persen gitu. Jadinya, defisit anggaran (diproyeksikan) hanya 2,67 persen," terangnya. (ken/c21/sof)
Tags :
Kategori :

Terkait