TANGERANG-Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengizinkan Provinsi Banten melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Surat Keputusan dengan nomor : HK.0 1.07/MENKES/249/2O2O tertanggal 12 April 2020 itu ditandatangan Menkes Terawan Agus Putranto yang berisi pemberian PSBB untuk tiga daerah di Banten. Yakni, Kota Tangerang, Kota Tangsel dan Kabupaten Tangerang. Seperti diketahui, untuk Banten, di tiga wilayah ini kasus wabah virus Corona (Covid-19) paling banyak. Dalam surat Menkes tersebut, PSBB sudah bisa dilaksanakan mulai hari ini, 12 April. Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian (Diskominfo) Banten Eneng Nurcahyati membenarkan Pemprov Banten sudah menerikan surat dari Kemenkes terkait PSBB di Kota Tangerang, Kota Tangsel dan Kabupaten Tangerang. “Ya, suratnya sudah terima, saya baru dapat dari dokter Ati (Kadinkes Pemprov Banten),” singkatnya. Dengan PSBB ini, salah satunya akan terjadi pembatasan di bidang transportasi. Kapasitas penumpang kenadaraan angkutan, baik pribadi maupun umum, hanya boleh diisi maksimal 50 persen dari total kapasitas penumpang. Kepala Dinas Perguhubungan (Dishub) Banten Tri Nurtopo mengaku, sedang melakukan koordinasi dengan Sekda Banten Al Muktabar terkait dengan pemberlakuan PSBB. “Saya lagi koordinasi dengan Pak Sekda, nunggu keputusan Gubernur dulu, tidak bisa langsung dijalankan. Apakah keputusan itu dari Bupati/Walikota atau hanya dari Gubernur,” kata Tri. Semetara untuk Kota Serang yang saat ini sudah ditetapkan Status Kejadian Luar Biasa (KLB) Covid-19, Tri mengaku belum mengajukan PSBB ke Kemenkes. Karena belum memungkinkan. Ditanya lebih lanjut soal apa saja yang ada dibatasi dalam pemberlakuan PSBB di Banten, Tri mengaku belum bisa memutuskan. Menurutnya, pelaksanaannya hampir sama dengan DKI Jakarta. “Masih menunggu SK. Intinya hampir sama dengan DKI,” ujarnya. Komisi V menilai koordinasi antara Pemprov Banten dengan 8 kabupaten/kota dalam penanganan wabah Covid-19 di Banten tidak berjalan baik. Padahal, dalam menangani wabah tersebut tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Hal itu terungkap pada pertemuan antara Komisi V DPRD Banten dengan Walikota Serang Syafrudin di rumah Walikota Serang, Jalan Bhayangkara, Cipocok Jaya, Kota Serang, Minggu (12/4). Sekretaris Komisi V DPRD Banten, Fitron Nur Ikhsan menilai, Gubernur Banten Wahidin Halim harus mengajak bicara bupati/walikota. “Karena kita tahu, provinsi bukan kabupaten/kota kesembilan. Makanya ajak bicara bupati/walikota. Kalau anggaran kan sudah, dan kabupaten/kota juga punya anggaran. Tapi kalau nggak diajak bicara, provinsi punya pikiran sendiri dan kabupaten/kota punya pikiran sendiri dan sudah melakukan pergeseran (anggaran),” kata Fitron. Seperti halnya dalam melakukan pencegahan, Fitron menjelaskan, akar utama yang seharusnya dilakukan berada di tingkat hulu. “Bagaimana kita melakukan preventif (pencegahan). Kalau melompat ke hilir yang melakukan kuratif (pengobatan), kita kaya siapin rumah sakit nunggu pasien datang. Tapi di tingkat hulu nggak kebendung. Orientasi, maindset (pola pikir) Covid harus di tingkat hulu,” jelasnya. “Yang dilakukan seharusnya ajak bicara. Sederhananya bilang begini, kami punya uang kalian mau apa? Bupati/Walikota mapping, mana yang bisa dibiayai kabupaten/kota, mana yang nggak bisa dibiayai. Dan provinsi hadir untuk memberikan suporting anggaran,” sambungnya. Politisi Golkar itu juga menilai, seluruh program dalam penanganan Covid-19 di Banten harus terintegrasi antara Pemprov Banten dengan kabupaten/kota. Hal itu dilakukan untuk menghindari adanya kontra produktif. “Contoh sederhananya, kabupaten/kota melakukan preventif penyemprotan, provinsi juga. Lokusnya bertabrakan. Kalau uangnya diberikan ke kabupaten/kota, baik itu untuk pembelian disinfektan, alat pelindung diri (APD) kan bagus. Tinggal provinsi mengurusi jaring pengaman sosial. Dan ini kan bisa terkoordinasi dengan baik,” ujarnya. Lebih lanjut, Fitron menilai, aturan-aturan yang dibuat oleh Pemprov Banten semakin membuat koordinasi tidak berjalan dengan baik. Padahal, kabupaten/kota yang lebih tahu kondisi wilayahnya. “Yang harus dilakukan berkomunikasi dengan bupati/walikota. Tanyakan kebutuhan mereka apa, karena kita kan punya uang. Ini kabupaten/kota melakuakn pergeseran, provinsi juga pergeseran. Jangan sampai dua upaya ini nanti, saling tumpang tindih. Intinya perbaiki komunikasi dulu,” jelasnya. Ia menegaskan, Gubernur Banten jangan fokus hanya pada anggaran. Akan tetapi harus mampu menggerakkan kewaspadaan dan kesetiakawanan sosial yang terencana dan terorganisir. “Kalau kita salah dan tergesa-gesa dalam merencanakan program dan tanpa koordinasi hal yang paling menakutkan terjadi paska tiga bulan nanti. Ini saatnya pemimpin hadir untuk membangun dan mengorganisasikan kewaspadaan sebagai langkah preventif dan kesetiakawanan sosial di hilir di tingkat kuratif. Kalau hanya gesar-geser anggaran itu artinya pemerintah hanya bisa bekerja di tataran konvensional. Ayolah saling ngobrol bangun kerja yang terkoordinasi,” katanya. Walikota Serang Syafrudin mengaku, hingga kini koordinasi antara Kota Serang dengan Pemprov Banten belum ada. “Ini tidak ada koordinasi. Contoh penanganan, yang semestinya ada di pemkot kaya di Terminal Pakupatan, provinsi nyemprot disinfektan, kita juga nyemprot. Artinya koordinasi dengan pemkot masih kurang. Seharusnya pemprov menanyakan titik mana yang belum disemprot. Dan seperti apa yang dikatakan Pak Fitron, lebih baik kasih bantuan ke kota, nanti (kami) penanganan teknis sampai ke tingkat bawah,” kata Syafuydin. Terkait anggaran bantuan keuangan (bankeu) yang boleh digunakan untuk penanganan Covid-19, Syafrudin mengaku tidak setuju. “Kalau saya memandang bahwa anggaran yang disepakati provinsi untuk penangan covid sebenarnya secara teknis ada di wilayah kabupaten/ kota. Jadi sebaiknya provinsi berikan bantuan ke kota/kabupaten khusus untuk penangan covid di wilayahnya masing-masing, jangan sampai bentrok,” katanya. “Kalau ada anggaran untuk disinfektan masker atau yang lainnya, diserahkan ke kabupaten/kota. Kita yang akan melaksanakan teknisnya. Provinsi siapkan rumah sakit saja untuk penanganan covid. Kalau penanganan kesehatan masyakat serahkan ke kami,” sambungnya. Ia mengaku, Pemkot Serang juga telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 20 miliar untuk penanganan Covid-19 di Kota Serang. Oleh karena itu, pihaknya berharap anggaran bankeu Pemprov Banten 2020 sebesar Rp 45 miliar tidak dipergunakan untuk penanganan Covid. “Kita sudah ada (anggaran), jadi (bankeu) nggak harus diarahkan ke sana. Karena (bankeu) yang kami ajukan untuk infrastruktur. Kami tidak mau digeser untuk Covid. Kami akan buat surat, kami keberatan dengan banprov dilaihkan untuk covid,” ujarnya. Hingga kini, Syafrudin mengaku kesulitan berkoordinasi dengan Gubernur Banten. Hal itu karena dirinya belum mendapat akses langsung ke orang nomor satu di Pemprov Banten tersebut. “Ini juga baru (dapat) WA (Whatsapp) kemarin. Itu juga karena ada (rencana) pembuatan tempat pemakaman khusus Covid, di Sayar, Taktakan. Itu juga nggak tahu yang WA ajudan atau siapa. Selama ini tidak ada koordinasi. Dan rapat terakhir juga menanyakan perkembangan masalah Covid di kabupaten/kota waktu itu bersama forkopimda provinsi, hanya itu saja. Penanganannya itu tidak ada koordinasinya sama sekali,” ujarnya. Syafrudin juga mengaku, Pemkot Serang belum akan melakukan pembatasan sosial bersekala besar (PSBB). Ia menilai, kondisi Kota Serang masih relatif kondusif. “Di Kota Serang memang ada dua positif. Tapi kondisinya masih kondusif, masih aman lah tidak mencekam. Termasuk juga soal status Kejadian Luar Biasa (KLB), di Kota Serang masih status darurat bencana. Soal mau dinaikan atau tidak nanti kita akan rapat dengan gugus tugas,” katanya. (tb)
Kemenkes Izinkan Tangerang Raya PSBB, Koordinasi Provinsi dengan Kabupaten/Kota Dinilai Masih Kurang
Senin 13-04-2020,04:26 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :