Jakarta -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo memastikan takkan lagi ada perekrutan tenaga honorer pada tahun ini. Ia meyakini praktik ini tak diterapkan lagi terjadi karena proses seleksi tenaga honorer harus melalui persetujuan sejumlah pihak. "Harusnya tidak [ada perekrutan tenaga honorer lagi] lah, karena harus teranggarkan. Misalnya saya menteri mau merekrut--paling lama lima tahun masa jabatan saya. Saya harus menyisihkan pos anggaran untuk itu, untuk tenaga yang dibutuhkan--ahli IT atau apa," tutur Tjahjo ditemui usai menggelar rapat dengan Komite I DPD RI, di Kawasan Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/1). Pada saat rapat Tjahjo sempat menyinggung soal kebiasaan beberapa kepala daerah yang acap kali membawa rombongannya untuk dijadikan tenaga honorer. Tindakan tersebut membikin jumlah tenaga honorer membengkak. Tjahjo tak merinci jumlahnya. "Bicara tenaga honorer, ini kita tidak bisa salahkan siapa-siapa. Jujur, kalau kita ikuti awal-awal dulu yang pensiun 10, yang meninggal 10, pasti memasukkan pegawainya ada yang 50 ada yang 100. Itu jelas. Makanya membengkak seperti ini," tutur Tjahjo di hadapan anggota Komite I DPD RI. "Yang kedua, setiap kepala daerah hasil Pilkada Serentak pasti membawa gerbong. Kadang-kadang tidak pas ditaruh di mana. Kemarin kami mendatangi Pak Mendikbud itu banyak tenaga guru yang diambil oleh kepala daerah untuk menjadi pejabat struktural. Kan tidak pas juga," ia membeberkan. Alhasil tenaga honorer yang diangkat itu tak sesuai kebutuhan organisasi dan justru menjadi beban. Karena itu perbaikan komposisi hingga pelarangan perekrutan pun dilakukan. Pelarangan perekrutan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan seluruh Indonesia, menurut Plt Kepala Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono, sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018. Pasal 96 yang terdiri atas tiga ayat dilarang bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Ayat dua dituliskan larangan itu berlaku pula bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintahan yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK. Jika ada pelanggaran, pada ayat ketiga dijelaskan sanksi akan diberikan kepada PPK atau pejabat tersebut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara itu Deputi SDM Aparatur Kemenpan-RB Setiawan Wangsaatmaja menuturkan tenaga honorer yang tersisa kini tengah dalam proses perampungan untuk diangkat, baik melalui jalur seleksi CPNS ataupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Seperti diketahui, sesuai Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, di pemerintahan memang tak ada istilah tenaga honorer. Hanya ada pegawai negeri sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). "Karena UU ASN tidak lagi ada istilah pengangkatan otomatis dan, dilakukanlah seleksi formasi khusus untuk eks tenaga honorer, ini yang masih memenuhi syarat untuk seleksi CPNS, dipersilakan. Tapi tetap seleksi. Dan yang lulus kurang lebih 8.000," terang Setiawan. "Dan yang tidak memenuhi syarat usia CPNS, silakan mengikuti seleksi PPPK. Dan dengan cara seperti ini, ASN yang masuk melalui mana pun juga pastinya akan lebih selektif. Yang lulus P3K ini kurang lebih ada 51 ribu dan mayoritas dari guru," lanjut dia lagi. Ketua Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih mengingatkan pemerintah masih punya kewajiban mengangkat 380 ribu orang pegawai honorer K2 menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Titi bilang pengangkatan honorer K2 menjadi PNS merupakan amanat PP Nomor 48 Tahun 2005, PP Nomor 43 Tahun 2007, dan PP Nomor 56 Tahun 2012. Akan tetapi hingga saat ini pemerintah belum menyelesaikan tugas tersebut. "Jangan sampai lupa, kewajiban pemerintah masih ada, yaitu honorer K2 yang tidak masuk peghapusan (tenaga honorer) tersebut. Jadi penghapusan, pengecualian juga untuk K2. Diselesaikan dulu K2, baru dilakukanlah penghapusan tersebut," kata Titi seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (21/1). "Sekarang sekitar 380 ribuan yang belum masuk PNS maupun PPPK," lanjut dia. Titi menyampaikan pihaknya mendukung niat pemerintah dan DPR yang hendak meniadakan tenaga honorer. Sebab dengan begitu, tenaga pemerintahan punya status yang setara sebagai ASN. Meski begitu, Titi meminta Pemerintah dan DPR untuk juga merumuskan solusi untuk bersama atau win-win solution. Menurutnya penghapusan honorer bisa dilakukan setelah semua honorer K2 diangkat menjadi ASN. Titi menuntut keseriusan dari pemerintah menuntaskan permasalahan tenaga honorer. Sebab FHK2I telah berkali-kali diberi janji manis untuk diangkat menjadi ASN. "Jadi jelas, tidak hanya dilempar-lempar dengan alasan begini-begitu. Loh ya, kapan selesainya? Kita hanya minta sebuah solusi atau win-win solution," tuturnya.(cnn)
Masih 380 Ribu Pegawai K2 Belum Diangkat PNS, Perekrutan Tenaga Honorer Disetop
Rabu 22-01-2020,03:03 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :