SERANG-Korban bencana banjir dan tanah longsor di Banten, butuh perhatian. Terutama kebutuhan makanan dan sandang. Anggota Komisi V DPRD Banten Furtasan Ali Yusuf meminta pendistribusian logistik untuk para korban, harus tepat sasaran. Terutama untuk warga di Lebak. Karena, masih banyak daerah yang terisolir akibat banyak jembatan yang putus dan ambruk.
Masih simpangsiurnya data korban banjir dan tanah longsor juga akan menjadi masalah dalam penangananan. Sehingga perlu dibuat pusat data. “Krisis center itu dibangun agar informasi tidak simpangsiur. Krisis center itu akan menjadi rujukan data. Kalau dari yang dijelaskan itu lebih normatif. Tapi sebetulnya masih ada daerah yang terisolir,” kata Furtasan. Dirinya juga menyoroti terkait pendistribusian logistik bagi korban bencana. Furtasan menegaskan distribusi logistik harus tepat sasaran. “Kalau dari pengalaman saya tahun lalu itu banyak yang disalahgunakan oleh oknum untuk keperluan pribadi. Makanya distribusi logistik harus tepat sasaran,” ujarnya.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten hingga kini terus mendata kerugian yang diakibatkan banjir dan tanah longsor yang melanda lima kabupaten/kota. Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi penanganan bencana banjir dan tanah longsor di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten, Banjar Sari, Cipocok Jaya, Kota Serang, Rabu (8/1).
Berdasarkan data BPBD Banten, banjir dan tanah longsor melanda di lima kabupaten/kota di Banten. Meliputi 43 kecamatan dan 183 desa/kelurahan. Untuk warga yang terdampak bencana mencapai 143.859 jiwa dan 54.830 kepala keluarga (KK) dengan korban jiwa mencapai 20 orang. Untuk rumah yang rusak berat mencapai 1.310 unit. Sedangkan rusak ringan sebanyak 520 unit dan 30 sekolah. Jembatan yang rusak mencapai 30 unit, 28 diantaranya merupakan kewenangan kabupaten/kota. Dua jembatan merupakan milik provinsi. Infrastruktur jalan yang rusak mencapai 4 kilometer.
Hadir dalam rakor tersebut, Sekda Banten Al Muktabar, Ketua DPRD Banten Andra Soni, Wakil Ketua DPRD Banten M Nawa Said Dimiyati, Ketua Komisi V DPRD Banten M Nizar, Plt Kepala BPBD Banten E Kusmayadi, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP) Banten M Yanuar, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banten Rina Dewiyanti, serta sejumlah anggota Komisi V DPRD Banten dan perwakilan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten dan Dinas Sosial (Dinsos) Banten.
Plt Kepala BPBD Banten E Kusmayadi mengatakan, dari lima daerah yang terdampak banjir dan tanah longsor, Kabupaten Lebak menjadi daerah terparah. Dengan rincian 1.310 unit rumah rusak berat, 30 jembatan rusak dan 10 orang meninggal dunia. “Tangerang rusaknya sedikit dan tidak berdampak signifikan. Dan Kabupten Serang juga sedikit yang rusaknya. Tim saat ini terus melakukan pendataan dan menghitung kerugian dan kerusakan,” kata Kusmayadi saat ditemui usai rakor.
Dijelaskan Kusmayadi, berdasarkan data Pusdatin BPBD, pihkanya sudah melakukan pemetaan dampak banjir yang menggenangi 43 kecamatan dan 182 desa/kelurahan. “Untuk warga yang terdampak mencapai 143.859 jiwa dan 54.830 KK. Khusus di Lebak ada 30 jembatan yang rusak, 28 itu kewenangan kabupaten, dua lagi itu punya Pemprov Banten yaitu jembatan Muara Ciberang dan jembatan Cinyiru di Cipanas dan Lebak Gedong,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kusmayadi menilai, data rumah yang rusak dipastikan terus bertambah. Hal itu mengingat tim BPBD terus bergerak melakukan pendataan. “Kita terus bergerak terutama di daerah-daerah yang terisolir dan sulit dijangkau kendaraan,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPRD Banten M Nawa Said Dimiyati mengatakan, rakor tersebut dilakukan untuk melihat apa saja yang yang telah dan akan dilakukan oleh Pemprov Banten terkait penanganan bencana banjir dan tanah longsor. “Kita tahu Pak Gubernur kan sudah menetapkan status darurat bencana sebagai bencana daerah yang meliputi Kota Tangerang, Kota Tangsel, Kabupaten Serang dan Kabupaten Lebak. Hal itu juga sesuai amanat Undang-undang (UU) Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dimana pada pasal 8 terdapat peran pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota,” kata pria yang akrab disapa Cak Nawa itu.
Terkait data yang masih simpangsiur, Cak Nawa mengaku, DPRD Banten memberikan masukan agar dibuat posko data terpadu atau krisis center. Hal itu dilakukan agar data-data tidak simpangsiur. Meski begitu, dirinya mengakui, jika data-data korban banjir hingga kini masih terus bergerak. “Misalkan terkait rumah data sementara baru 1.310. Ini kita lagi terus melakukan pendataan. Dan penanganannya juga sesuai undang-undang,” jelasnya.
Terkait pembangunan hunian tetap (huntap), Cak Nawa mengungkapkan, hal itu akan dilakukan oleh pemerintah pusat. Sedangkan Pemrpov Banten dan kabupaten/kota melakukan pendataan dan menyiapkan stok. “Untuk huntap sendiri dianggarakan Rp 50 juta per unit. Penyiapan stok itu apabila kalau pemerintah pusat minta data segera dan tidak ada yang tertinggal. Kita kasih stok 75 unit rumah dan itu dari revitalisasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH),” katanya.
Secara umum, politisi Demokrat itu memberikan apresiasi kepada pemerintah baik provinsi dan kabupaten/kota yang telah tanggap dalam menangani bencana. “Kita di sini kan memastikan penanganan korban masih on the track,” ujarnya.
Sekda Banten Al Muktabar mengatakan, dalam penanganan penanggulangan bencana banjir, Pemprov Banten mempunyai skema bantuan dana dari dana tidak tetap (TT) sebesar Rp 45 miliar dan bantuan sosial (Bansos) tak terencana senilai Rp 15 miliar. Ia mengaku, akan memaksimalkan peran seluruh OPD di Pemprov Banten. “Kita akan breakdown, dan sekarang sedang proses mana saja yang rusak. Kan ada jembatan yang kewenangan provinsi terus ada juga jalan. Dan itu akan kita lakukan perbaikan. Untuk kabupaten/kota ada skema bantuan keuangan yang nantinya akan difokuskan untuk membangun infrastruktur pasca bencana,” kata Muktabar. (tb)