Diantara Gempuran Zaman, Pengrajin Atap Rumbia Asal Desa Cikolelet Tetap Bertahan

Selasa 10-12-2019,04:27 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

Seiring berjalannya waktu di mana teknologi makin berkembang tidak membuat langkah para pengrajin atap rumbia asal Desa Cikolelet, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, tidak berniat untuk gulung tikar. Tb. Moch Ibnu Rushd-Serang Seperti halnya yang dilakukan Tuti (52) warga Kampung Kopi, Desa Cikolelet, Kecamatan Cinangka yang menggeluti usaha sebagai pengrajin atap rumbia. Baginya, kerajinan tradisional tersebut belakangan masih memiliki pangsa pasar tersendiri. "Saya sudah 20 tahun buat rumbia. Dan sampai sekarang usaha ini masih saya geluti," kata Tuti saat disambangi Banten Ekspres, akhir pekan lalu. Bagi Tuti, menjadi pengrajin rumbia bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, Ia mengaku, menjadi pengrajin atap tradisional itu merupakan bentuk kecintaannya terhadap alam. "Saya tidak mau berhenti jadi pengrajin karena ingin melestarikan kerajinan tradisional atap rumbia, karena sekarang sudah jarang yang buat. Apalagi atap rumbia kalah saing sama genting-genting bata dan baja ringan," ujarnya. Meski usianya tidak muda lagi, Tuti mengaku, dalam sehari dapat membuat 20 buah atap rumbia. Sedangkan untuk bahan baku didapatnya dari kebun di belakang rumahnya. " Yah kalau kurang bahan kita nyari ke rumah warga," katanya. Dirinya juga meyakini, atap rumbia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan bangunan apapun sebagai atap rumah atau saung, meski teknologi terus berkembang. Khususnya pembuatan atap gazebo, saung dan rumah desa, atap rumbia diyakini akan memberikan nilai lebih kepada setiap orang yang membelinya. Menurutnya, dari sekian banyak pelanggan yang datang, mayoritas pemesan kebanyakan datang dari para pemilik atau pengelola pantai untuk keperluan para pengunjung, termasuk tempat-tempat pariwisata alam pegunungan. "Ada juga yang untuk rumah karena dirasa lebih adem," kata Tuti. Untuk harga jual sendiri, Tuti mengaku tidak mematok harga tinggi. Rata-rata harga jual untuk satu atap rumbia sebesar Rp 4.000. "Tapi itu kalau lagi ada pesanan saja," ujarnya. Kepala Desa (Kades) Cikolelet, Ojat Darojat mengatakan, berbagai kerajinan masyarakat asal Desa Cikolelet terus digalakkan. Hal itu untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat agar bisa terus membaik. "Mulai dari sektor pariwisata, pertanian, kerajinan tangan, kopi, susu etawa, ikan, kesenian tradisional dan masih banyak lagi ada di Desa Cikolelet," kata Ojat. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait