Beban Sama Gaji Beda, Honorer Nilai Terjadi Diskriminasi Upah di Pemprov

Senin 18-11-2019,07:14 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

SERANG-Pegawai honorer Pemkot Tangsel dan Provinsi Banten minta gaji setara upah minimum kota/kabupaten (UMK). Untuk Kota Tangsel sebesar Rp 3,8 juta per bulan sesuai UMK 2019. Sementara untuk pegawai honorer non kategori Provinsi Banten saat ini mendapat honor berbeda-berbeda tergantung tingkat pendidikan. Untuk gaji pada tahun anggaran 2019 lulusan SD/SMP Rp 1,3 juta/bulan. Lulusan SMA/D1 mendapatkan upah Rp 1,45 juta/bulan. Lulusan D3 mendapatkan upah Rp 1,6 juta/bulan. Lulusan S1/D4 mendapatkan upah Rp 1,75 juta/bulan. Lulusan S2 mendapatkan upah Rp 2 juta/bulan. Untuk gaji pada tahun anggaran 2020 naik tipis. Lulusan SD/SMP menjadi Rp 1,8 juta. Lulusan SMA/D1 Rp 1,95 juta. Lulusan D3 menjadi Rp 2,1 juta/bulan. Lulusan S1/D4 menjadi Rp 2,25 juta. Lulusan S2 menjadi Rp 2,5 juta. Gaji ini jauh berbeda dengan pengawai honorer K1 dan K2, yang mendapatkan upah lebih besar. Honorer K1 dan K2 lulusan SD/SMP mendapatakan upah Rp 1,9 juta/bulan. Lulusan SMA/D1 mendapatkan upah Rp 2,1 juta/bulan. Lulusan D3 mendapatkan upah Rp 2,4 juta/bulan. Lulusan S1/D4 mendapatkan upah Rp 2,6 juta/bulan dan lulusan S2 mendapatkan upah Rp 2,8 juta/bulan. Untuk gaji pada tahun anggaran 2020 ada kenaikan gaji. Untuk K1 dan K2 lulusan SD/SMP sederajat mendapatakan upah Rp 2,4 juta. Lulusan SMA/D1 mendapatkan upah Rp 2,6 juta. Lulusan D3 mendapatkan upah Rp 2,9 juta. Lulusan S1/D4 mendapatkan upah Rp 3,1 juta. Lulusan S2 mendapatkan upah Rp 3,3 juta. Pegawai honorer Provinsi Banten non kategori meminta gaji setara UMK. Mereka menilai masih ada diskriminasi upah terhadap tenaga honorer. Wakil Ketua Forum Pegawai Non PNS Banten (FPNPB), Asep Bima mengatakan, gaji pegawai honorer non kategori sudah tidak bisa diubah lagi. Karena, input rencana kerja anggaran (RKA) sudah dilakukan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD). "Kemungkinan penelitian dari Bappeda minggu depan. Saya juga menilai nampaknya draft standar satuan harga (SSH) 2020 sudah dikunci oleh birokrasi. Kemungkinan kami harus mencoba di tahun depan untuk sampai UMK," kata Asep saat dihubungi melalui telepon, Minggu (17/11). Ia kecewa dengan pemprov, lantaran tuntutan gaji sesuai UMK tak dipenuhi. "Lebih dari kecewa. Karena aspirasi kami tidak didengar. Intinya honorer non kategori kecewa. Tahun 2020 diskriminasi upah masih diberlakukan," katanya. Asep menilai, Pemprov Banten seharusnya tidak tebang pilih dalam merumuskan skala upah kepada pegawai honorer non kategori. "Saya mewakili 6.325 pekerja non PNS, non kategori memiliki harapan agar pemprov tidak tebang pilih, atau yang biasa saya sebut sebagai diskriminasi upah. Hal ini kerap membuat kami bingung. Beban kerja sama kok haknya dibedakan," ujarnya. Padahal, Asep menjelaskan, gaji honorer sering menjadi barometer tim perumus SSH. Ironisnya, dari Rp 2,2 triliun APBD yang dianggarakan untuk belanja pegawai, gaji untuk honorer non kategori hanya mencapai 5 persen. "Dari angka belanja pegawai yang fantastis itu, kami non kategori 5 persennya pun nggak sampai. Padahal kami motor dari Pemprov Banten," jelasnya. Asep berharap pemerintah dapat memenuhi aspirasi para pegawai honorer yaitu gaji setara UMK. Namun, lagi-lagi birokrasi yang membuat harapan tersebut sirna. "Dengan birokrasi di Banten yang ngaret, saya pesimis bisa sampai ke sana. Jangankan UMK, tunjangan hari tua saja sampai sekarang belum jelas. Jadi motor birokrasi tapi nasib honorer tragis," ujarnya. Sementara, Sekda Banten, Al Muktabar mengaku, pemerintah belum membahas hal tersebut lebih jauh. "Belum dibahas. Kemungkinan ada kajian lagi," katanya. Sementara itu, Ketua Forum Honorer Kota Tangsel Abdul Aziz mengatakan, saat jumlah pegawai honorer di Pemkot Tangsel mencapai 8.000 orang. Lebih besar jumlah PNS yang hanya 5.000 orang. Para pegawai honorer ini sulit untuk menjadi PNS karena terbentur berbagai aturan. Abdul Aziz mengatakan para pegawai honorer itu sudah ada yang bekerja selama puluhan tahun. Mereka punya catatan yang harus diperhatikan oleh Pemkot Tangsel. Ia meminta Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany harus transparan selama melaksanakan proses rekruitmen CPNS. "Dari 222 formasi, yang lolos harus peserta yang berkompeten. Jangan ada titipan dari ini itu," ujarnya kepada Tangerang Ekspres, Jumat (15/11). Aziz berharap kedepannya gaji bagi pegawai honorer bisa dinaikan. Minimal setara dengan UMK. "Jangan hanya 6 OPD saja yang mengusulkan kenaikan gaji pegawai honorer. Tapi, harus semuanya supaya adil. UMK Kota Tangsel tahun ini Rp 3,8 juta dan tahun depan diperkirakan Rp 4,1 juta," tambahnya. Menanggapi hal tersebut, Kepala BPKAD Kota Tangsel Warman Syanuddin mengatakan, soal usulan kenaikan gaji pegawai honorer, tidak bisa dipenuhi. Pasalnya ini bukan perusahaan, tapi pemerintahan yang pelayanan kepada masyarakat dan menyesuaikan analisis jabatan. "Misalnya d isatu sub bagian berapa sih keperluan stafnya. Honorer ini berbeda dengan karyawan di perusahaan," ujarnya. Warman menambahkan, mekanisme pemberian gaji pegawai honorer adalah berdasarkan kemampuan keuangan daerah dan tidak ada batasannya. Gaji tenada honorer di Kota Tangsel berkisar antara Rp 2,2 juta sampai Rp 3 juta per bulan dan pemberian gaji ada pada masing-masing OPD. Penentuan besar kecilnya honor itu berdasarkan jumlah pegawai yang ada. Analisa kebutuhan pegawai di OPD. "Paling banyak OPD yang memiliki pegawai honorer adalah Dinas Perhubungan dan Satpol pp Kota Tangsel. Sedangkan OPD yang paling sedikit tenaga honorernya ada di bagian sekitar 10-20 orang," tambahnya. Masih menurutinya, gaji tenaga honorer semua rata-rata sama. Itu berdasarkan pendidikan, mulai SMA, D3 dan S1. Semua kembali kepada tingkat pendidikan. Tapi, dokter S1 honornya berbeda dibanding S1 umum. Karena ada tunjangan kesehatan. Tenaga honorer tidak ada tunjangan dan hanya gaji pokok saja. Kecuali surat perintah perjalanan dinas (SPPD). SPPD disesuaikan dengan kebutuhan. "Besaran SPPD honorer beda dengan PNS. Untuk PNS juga beda-beda, berdasarkan golongan. Honorer tergantung wilayah. Misalnya dalam daerah, luar daerah di Banten, luar daerah di Jakarta dan lainnya ini beda-beda," tuturnya. "Mulai surat keputusan (SK) dan honor tenaga honorer ini ada di OPD masing-masing. Gaji OPD ini payung hukumnya Perwal tentang standar belanja," tutupnya. (tb/bud)

Tags :
Kategori :

Terkait