SERANG-Banten masuk zona merah epidemi penyebaran virus HIV/AIDS. Bahkan menduduki peringkat ke-7 nasional penyebaran HIV dan peringkat ke-9 nasional penyebaran AIDS. Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi (rakor) anggota Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Banten di aula Setda Pemprov Banten, KP3B, Kota Serang, Selasa (12/11). Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten, estimasi epidemi HIV/AIDS sejak 2016 di Banten sebanyak 16.403 orang. Sedangkan penemuan kasus HIV/AIDS hingga Juli 2019 sebanyak 7.337 temuan. Dengan rincian temuan kumulatif penderita HIV sebanyak 5.099 kasus. Sedangkan kumulatif untuk AIDS sebenyak 2.238 kasus. Sementara temuan kasus meninggal akibat HIV/AIDS sebanyak 403 kasus.
Untuk epidemi per kabupaten/kota, di Banten, Kota Tangerang menduduki peringkat teratas dengan total estimasi sebanyak 4.996 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Kota Tangsel peringkat kedua, sebanyak 2.937 ODHA. Peringkat ketiga Kota Cilegon sebanyak 1.948 ODHA. Kemudian disusul Kabupaten Serang sebanyak 1.533 ODHA. Kabupaten Tangerang sebanyak 1.521 ODHA. Kabupaten Pandeglang sebanyak 1.298, Kota Serang 1.150 dan Kabupaten Lebak sebanyak 1.011.
Kepala Dinkes Banten Ati Pramudji Hastuti mengatakan, hingga kini pihaknya baru menemukan 7.337 kasus atau 43 persen dari prediksi sebenyak 16.403 kasus HIV/AIDS di Banten. “Masih ada sekitar delapan ribuan lagi yang harus kita temukan. Tahun ini saja ada 800-an lebih. Dan yang paling banyak temuannya itu di Kota Tangerang,” katanya saat ditemui usai rakor.
Untuk itu, Ati, selaku pelaksana teknis di lapangan terus melakukan upaya penjangkauan dan kegiatan pendampingan khususnya dalam pelayanan kesehatan bagi ODHA.
“Mulai penyediaan tes di puskesmas yang saat ini sudah ada 243 puskesmas yang sudah melayani ODHA. Sebanyak 202 puskesmas juga sudah mempunyai klinik VCT (voluntary consulling dan testing). Selain itu juga puskesmas sudah menyediakan obat ARV (antiretroviral) yang biasa ditemukan di rumah sakit dan kini bisa ditemukan di puskesmas,” jelasnya. Ati menambahkan, juga melayani perawatan bagi para ODHA khususnya yang terjangkit penyakit tambahan lainnya. “Mereka akan dirawat dan itu akan ditangani di rumah sakit. Dan tadi juga sudah saya sampaikan dalam paparan terkait program Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur untuk bagaimana meningkatkan akses pelayanan kesehatan seperti yang tertuang dalam RPJMD,” ujarnya.
Sementara, Sekretaris II KPA Banten Santoso Edi Budiono mengatakan, penularan HIV/AIDS saat ini sudah masuk dalam gelombang empat, di mana menyasar rumah tangga. “Pasangan suka 'jajan' tentunya paling gampang tertular. Akibatnya anaknya juga akan tertular karena darahnya sudah bercampur. Kalau Cuma sentuhan sih nggak akan menular. Tapi kalau melalui hubungan seks, lewat transfusi darah, penggunaan jarum suntik itu sangat memungkinkan tertular,” kata Santoso.
Penuluaran HIV/AIDS, kata Santoso, lebih mudah menular melalui masyarakat heteroseksual dan homoseksual. “Ini meningkat di mana-mana. Khususnya homoseksual atau gay itu yang paling rentan. Dan penularannya melalui jalan yang tidak biasa atau lewat organ yang tidak seharusnya,” katanya.
Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy menegaskan kerja penanggulangan HIV/AIDS adalah bertujuan untuk memutus mata rantai penularan. “Dengan duduk bersama dan bekerja sama, diharapkan langkah dan tindakan yang nyata dalam menyelamatkan serta langkah nyata untuk menekan, mengendalikan HIV/AIDS di Provinsi Banten. Melalui perencanaan penganggaran dan rencana kerja di OPD terkait yang terintegrasi serta berdampak pada sasaran program,” ujarAndika.
Adapun sasaran dimaksud, lanjut dia, adalah tiga zero yaitu, mencegah atau memutus penularan HIV baru. Lalu, mencegah kematian akibat AIDS, serta menghilangkan atau menghapus stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Kata Andika, semua itu bermuara pada meningkatnya kualitas hidup ODHA.
Andika menegaskan, diperlukan sinergitas dari seluruh unsur dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Provinsi Banten. Baik dari segi kebijakan, fasilitas layanan kesehatan, dan lembaga swadaya masyarakat yang terlibat sebagai mitra kerja KPA Provinsi Banten, juga harus berkolaborasi dan bekerjasama dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS.
Pemprov Banten sendiri, kata Andika, telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2010 tentang Penanggulangan HIV/AIDS dan Peraturan Gubernur Nomor 37 tahun 2012 tentang Kedudukan Tugas dan Tata Kerja Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Banten, sebagai bentuk keseriusan dalam menangani persoalan HIV/AIDS. Selain itu, lanjutnya, pemprov juga sudah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 56 tahun 2017 tentang Hibah Bansos untuk KPA sebagai penerima hibah agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga mampu menekan laju penularan HIV dan AIDS. “Hal ini dilakukan pemprov agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan pelayanan kesehatan yang cukup, aman, bermutu, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat,” jelasnya.(tb)