Santri Kabupaten Tangerang Demo di Bawaslu, Tuntut Fadli Zon Minta Maaf kepada Mbah Moen

Sabtu 16-02-2019,04:09 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TIGARAKSA-Puisi 'Doa yang Tertukar' milik Fadli Zon membuat warga Nahdlatul Ulama (NU) dan sejumlah santri marah. Puisi tersebut dinilai telah melecehkan K.H Maimoen Zubair, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jateng. Kemarin, Aliansi Santri Tangerang menggelar demonstrasi di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tangerang, Jalan Raya Bungur, Margasari, Tigaraksa, sekitar pukul 14.00 WIB. Mereka datang meminta Bawaslu Kabupaten Tangerang, menyampaikan kepada Bawaslu pusat agar memberikan sanksi kepada Fadli Zon, Wakil Ketua DPR. Puisi yang dibuat Fadli berjudul 'Doa yang Tertukar' dinilai telah melecehkan Mbah Moen, sapaan K.H Maimoen Zubair. Aksi demontrasi tersebut dikomandoi, Anwari. Dalam orasinya, ia mengecam tindakan Fadli Zon yang dinilai menistakan Mbah Moen yang merupakan sesepuh NU. Ia menegaskan akan ada aksi yang lebih besar, jika Fadli tidak segera meminta maaf secara langsung kepada Mbah Moen. “Tindakan tersebut tidak mencerminkan budaya orang timur yang penuh dengan sopan santun. Malahan yang bersangkutan telah menyatakan tidak ingin meminta maaf kepada Mbah Moen. Itu kami anggap sebagai tindakan yang sudah melecehkan kiai sepuh NU,” katanya saat orasi, Jumat (15/2). Peserta aksi ini berasal dari lima pondok pesantren yang berjumlah sekitar 100 orang. Sebelumnya, mereka berkumpul di lingkungan Masjid Al Amjad, sebelum long march ke kantor Bawaslu. Para santri perempuan serta laki-laki datang memakai busana muslim khas santri, kobong dengan sarung dan peci hitam pada pria. Mereka membawa kertas karton bertuliskan tuntutan kepada Fadli agar meminta maaf kepada Mbah Moen dan kecaman-kecaman. Sekitar pukul 14.45 WIB perwakilan peserta aksi sekitar lima orang dipimpin Khaerul Huda aktivis santri NU, memasuki kantor Bawaslu untuk melakukan dialog. Seusai dialog dengan Bawaslu, Khaerul Huda, mengatakan, pihaknya melakukan aksi di Kantor Bawaslu dikarenakan Fadli merupakan calon legsilatif serta tim pemenangan calon presiden. “Kami berharap Bawaslu di sini dapat meneruskan ke provinsi hingga tingkat pusat untuk dapat memberikan sanksi administrasi kepada Fadli Zon yang juga caleg di dapil 5 Kabupaten Bogor,” tegasnya. Ia menilai, puisi yang dibuat Fadli tidak mencerminkan sebagai wakil rakyat dan dianggap melecehkan kiai sepuh NU. “Sanksi kita percaya kepada Bawaslu karena lebih paham dari kita. Hanya saja kami mendesak untuk yang bersangkutan meminta maaf kepada Mbah Moen. Kita tungggu respons dari yang bersangkutan. Saya nilai tindakannya tidak mencerminkan sebagai orang Indonesia,” ujarnya. Sementara, Andi Irawan, Ketua Bawaslu, mengatakan, informasi awal dari peserta aksi akan dilakukan kajian sebelum diserahkan kepada provinsi. Ia menegaskan, lembaganya terbuka akan berbagai masukan serta independen. “Memang ada aturan yang menyatakan caleg tidak boleh menyebarkan berita hoaks dan melakuakan ujaran kebencian. Berkas ini kita akan kaji selama tiga hari ke depan sejak kita terima sebelum lanjut ke tingkat provinsi,” tandasnya. Kepolsek Tigaraksa, Kompol Dodid Prastowo, mengatakan, pihaknya sudah menjalankan pengamanan saat aksi berlangsung sesuai dengan prosedur. “Surat pemberitahuan aksi kami terima dari Satuan Intelkam Polresta Tangerang. Pengamana sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kita turunkan 33 personel gabungan dengan polres dan Satpol PP sebanyak 10 personel,” katanya. Fadli Zon pada Senin (11/2) lalu sudah memberikan pernyataan. Ia mengaku tidak akan meminta maaf terkait puisi karyanya berjudul Doa yang Ditukar. Puisi itu dianggap sebagian pihak menyinggung ulama karismatik Mbah Moen. Namun, Fadli menegaskan tidak ada maksud sama sekali menyinggung Mbah Moen. “Saya kira saya sudah jelaskan beberapa kali bahwa puisi itu ekspresi dan tidak ada hubungannya dengan Mbah Maimoen,” kata Fadli kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/2). Fadli mengatakan bahwa dalam puisi disebutkan penguasa. Bukan Mbah Moen. Karena itu, Fadli menegaskan, tidak ada maksudnya untuk menyinggung Mbah Moen. “Saya kira bagi mereka yang memahami itu di situ jelas, sangat jelas, bahkan dalam puisi itu disebutkan kaum penguasa. Mbah Maimoen kan bukan penguasa,” ungkap Fadli. Karena itu, Fadli meminta persoalan ini jangan dipolitisir dan digoreng-goreng. “Tidak ada sama sekali (maksud menghina Mbah Moen). Saya mengenal beliau adalah ulama yang baik, ulama yang humble, ulama yang arif,” kata Fadli. Fadli pun menyatakan bahwa dirinya tidak akan meminta maaf karena tak pernah menyinggung Mbah Moen. “Ya untuk apa saya melakukan sesuatu yang tidak saya lakukan,” jelasnya. (mg-10/jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait